Chapter 51

186 15 0
                                    

Siang itu nampak cerah, secerah hati para pengunjung yang datang ke pensi di sekolahan Nara. Setelah ISOMA, mereka berkumpul di kedai bakso Kang Mamen yang kini membuka lapak di halaman depan. Bakso yang gurih dan maknyos itu seketika ramai dan ludes karena pengunjung bukan hanya dari dalam, melainkan dari SMA-SMA luar.

Nara duduk berhadapan dengan Leon di meja panjang itu. Memakan bakso miliknya yang pedas bukan main. Sementara Lily dan Nindya memakan bakso dengan tingkat kepedasan yang normal. Dan Cilla yang dilarang mati-matian oleh Nando memakan sambal karena gadis itu tengah PMS.

"Huh, hah!" Nara kepedasan, dan hal itu malah dimanfaatkan Leon untuk memotretnya. Setelah puas, Leon baru mengambilkan Nara minuman.

"Makanya kalau makan jangan pedes-pedes, aku gak tanggung jawab lho ya kalau kamu sakit perut." Ujar Leon sambil terkikik geli.

"Bodo amat!" Timpal Nara kemudian menyeruput minumannya sampai habis.

Melihat mata Nara yang mulai berair, Leon memberikan tisyu kepada gadisnya itu. Nara mengambilnya dan menyeka air matanya pelan-pelan.

"Lain kali aku gak ngizinin kamu makan pedes!" Tekan Leon yang merasa kasian kini melihat Nara seperti seseorang yang kesakitan.

"Ini sambalnya gak kayak biasanya. Kang Mamen, sambelnya pedes banget sih!" Teriak Nara.

Kang Mamen berlari menuju meja mereka sambil mengalungkan serbet di lehernya.

"Iya, Neng, ada apa?" Tanya Kang Mamen heboh karena ternyata dia memaki earphone dan tengah mendengarkan lagu dangdut cendol dawet. Digoyang mang!

"Ini sambelnya pedes banget dari biasanya." Ujar Nara.

"Iya atuh Neng, sengaja kan saya teh biar yang beli pada puas." Jawab Kang Mamen enteng.

"Tapi pacar gue kepedesan banget, bang!" Ujar Leon sedikit protes.

"Yah mana saya tau atuh, den! Lagian sengaja dipedesin teh biar awet. Kan jadi yang makan ngambil sambelnya dikit-dikit aja." Ujar Kang Mamen.

"Udahlah, lagian Nara cuma pedes sebentar doang!" Celeruk Lily. "Dia mah udah biasa, ya gak Ra?"

Nara mengacungkan jempolnya sementara Lily mendapat tatapan tajam dari Leon.

Mereka menyelesaikan makan baksonya. Setelah membayar, mereka segera menuju ke kantin karena tidak ada lagi tempat yang meneduhkan selain di kantin. Karena sepenjuru lapangan dan halaman utama di sekolah ini sangat penuh sesak oleh para pendatang dari luar.

Nara sudah tidak kepedasan lagi, tapi bibirnya masih memerah karena panas. Dia duduk disamping Leon. Menyenderkan kepalanya ke pundak Leon. Kemudian menyalakan ponsel dan berfoto selfie.

"Ya ampun, gak enak banget sih jadi jomblo!" Pekik Nindya sambil mengibas-ngibaskan tangannya ke wajah menghilangkan rasa panas.

"Iya, disini panas banget deh, kayak ada orang yang lagi mesra-mesraan gitu, ya!" Sindir Lily kemudian meniru Nindya mengibaskan tangannya ke wajah.

Mendengar itu Nara hanya mendelik acuh. Dia hanya sedang lelah, butuh sandaran. Namun tak lama ia duduk tegak, menghargai sahabat-sahabatnya yang termasuk ke dalam anggota jomblones itu.

"Syirik aja sih jadi orang!" Ketus Leon. Sejak kapan kau julid bang?

"Tau nih, si Gema aja yang jomblo tetep hepi. Dia kan pacarannya sama HP doang!" Celetuk Adit.

Mendengar namanya disebut, Gema menoleh. Kemudian dia mematikan ponselnya dan duduk bersidekap ke meja.

"Tuh kan, dikodein dikit aja langsung peka." Ujar Adit.

LEONNARA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang