Chapter 26

204 18 0
                                    

Tata memoles bedak yang tebal di wajahnya. Ia harus menyembunyikan bekas itu. Tidak boleh ada yang melihatnya terutama Leon. Dia harus membuat semua orang percaya pada dirinya.

 Dia harus membuat semua orang percaya pada dirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tata merasa perfect dengan dress yang dipakainya. Ia sudah menentukan pertemuan itu di jam makan malam. Artinya jam 7 lewat. Namun ada satu hal yang Tata lupakan. Dia tidak mengecek lagi bagaimana antisipasi dari Milly. Tata belum menghubungi wanita dewasa itu setelah seharian ia hampir kehilangan suaranya.

Tata keluar kamar dengan menenteng tas selempangnya. Dia menuju pintu kamar besar yang berada di sebrang kamarnya. Mengetuk pintu itu kemudian langsung membukanya.

"Mami," panggil Tata lembut. "Tata harus ke restoran sekarang, nyiapin tempatnya. Nanti Mami dateng setelah Tata telfon, ya." Ucapnya.

Seorang wanita yang masih mengenakan handuk kimono baru saja keluar dari kamar mandi hanya berdeham sebagai jawab.

"Kamu gak usah nungguin Mami sampe sejam." Kata wanita itu membuka suaranya yang terdengar tegas.

"Tapi Mami udah janji mau dateng. Tata gak mau sampe acaranya gagal. Ini permintaan Tata yang paling besar Mih. Tata harap Mami ngerti."

Wanita itu menatap Tata tajam enggan menjawab. Tata yang mengerti langsung undur diri dari kamar itu.

Tata berjalan loyo turun dari tangga. Melihat ada ART yang tengah menyapu ruang tengah membuat langkah Tata dihentak-hentak penuh keangkuhan. Dia bahkan melewati daerah yang sedang disapu oleh ART itu tanpa mengucapkan apapun. Membuat sang ART hanya geleng-geleng kepala menanggapinya.

___

Di rumah Leon, setelah pulang sekolah tadi ia segera bersiap-siap. Mandi dan mengenakan pakaian casual kemudian membantu Maminya menata beberapa makanan ke dalam keranjang rotan.

"Nindy belum dateng Mam? Tanya Leon ditengah-tengah menata makanannya.

"Katanya bentar lagi nyampe. Dia masih di jalan." Jawab Milly. Leon hanya mengangguk mengerti.

Tak lama kemudian Nindya benar-benar datang. Dia dengan heboh membawa 2 ransel berukuran sedang kemudian melemparkannya di sofa panjang ruang tengah rumah itu.

"Tante! Papi nanti mau nyusul!" Teriak Nindya sebelum ia sampai dihadapan Milly yang sedang berada di dapur.

Lily dan Nara yang juga diajak menyimpan tasnya masing-masing dengan pelan. Kemudian berjalan mengikuti Nindya yang sudah berlari ke arah dapur.

"Banyak banget bawaannya!" Heboh Nindya seraya mengambil satu buah pisang, membuka kulitnya dan segera melahapnya.

"Kan buat kita ber-enam." Jawab Milly tenang. "Papi kamu mau dateng? Awas aja kalo dia bohong, ya." Milly kemudian menuju kamarnya untuk bersiap-siap, karena dia memang menyuruh Leon untuk bersiap-siap duluan tadi supaya bisa gantian.

"Nando gak ikut?" Tanya Leon pada Nara yang masih bingung mau mengerjakan apa selain Nindya dan Lily yang curi-curi makanan.

"Dia gak tau," Nara menggeleng. "Gue cuma izin ke Papa. Soalnya Nando belum pulang kuliah."

"Oh." Leon tersenyum tipis sehingga tak disadari oleh Nara.

Beberapa menit mereka bersiap-siap, akhirnya semua barang bawaan dimasukkan ke dalam mobil Alphard milik Milly.

"Gak ada yang ketinggalan lagi, kan?" Tanya Milly memastikan.

"Semua makanannya udah disimpen di belakang. Tas aku sama temen-temen juga udah disimpen. Bawaan Leon, maybe." Jawab Nindya menghitung.

"Udah semuanya kok." Jawab Leon kemudian segera masuk ke kursi kemudi, memanaskan mobil itu terlebih dahulu.

"Punya kamu udah semuanya, sayang?" Tanya Milly sambil menyentuh lembut pundak Nara.

Nara yang mendengar ucapan itu langsung saja tegang. Seperti ada ribuan kupu-kupu yang berusaha menerobos lewat pusarnya keluar.

"I, iya, tan." Jawab Nara sedikit gugup.

"Ya udah, masuk duluan sana." Titah Milly. Nara segera naik ke dalam mobil itu dan duduk di dekat Lily.

Sabtu sore menuju malam itu, Nindya dan Leon juga Milly sudah merencanakan suatu hal. Ingat permintaan Tata yang katanya Maminya mau bertemu dengan Milly? Mereka sengaja menghindari pertemuan itu. Bukan maksud tidak menghargai. Tapi Leon sudah diberitahu Gema jika Tata sudah 2 malam menginap dirumah Maminya. Gema juga bilang bahwa dia mendengar Ibunya yang mengatakan bahwa Tata sedang berusaha merayu Maminya untuk pertemuan itu.

Hal itu sontak membuat Nindya mendengus dan mengajukan usul yang sebenarnya nampak kriminal ini. Bagaimana tidak, selagi Tata susah payah merayu Maminya yang super sibuk itu, mereka malah mengadakan suatu acara baru. Menginap satu malam di Villa keluarga Leon yang berada di Bogor. Tanpa memberitahukan hal ini kepada Tata.

"Udah semuanya?" Tanya Milly memastikan sekali lagi setelah mereka semua sudah berada di dalam mobil.

"Udah!" Seru Nindya dan Lily girang.

Milly membuka kaca jendelanya. "Mbak, nitip rumah ya. Kalo ada Tata bilangin aja gak tau soalnya perginya gak bilang gitu." Seru Milly sedikit berteriak kepada Mbak Mimin yang berdiri di teras.

ART keluarga itu terkekeh dengan kelakuan majikannya yang sudah seperti remaja seusia anaknya saja.

"Siap, Nya." Seru Mbak Mimin seraya mengacungkan jempolnya.

"Oke. Saya berangkat, ya!" Seru Milly kemudian Leon menancap gas mobil meninggalkan pekarangan rumah itu.

Setelah mobil bersanding dengan kendaraan-kendaraan lain di jalan Raya, Milly langsung saja menyetel sebuah lagu di radio mobilnya. Beberapa detik kemudian lagu Its My Life yang dinyanyikan oleh Bon Jovi terdengar memenuhi seisi mobil.

Lagu yang bernada semangat itu membuat Milly menggeleng-gelengkan kepalanya. Bibirnya juga mengucapkan lirik yang patah-patah karena tak sepenuhnya wanita berkepala 4 itu hapal.

Nindya yang duduk ditengah-tengah Nara dan Lily juga ikut menggoyangkan badannya. Nara yang merasa sedikit risih memutuskan menghimpitkan tubuhnya ke pintu.

Nara tak bisa menahan tawanya melihat sifat yang baru keluar dari Maminya Leon. Padahal selama ini Milly selalu terlihat anggun. Tapi itulah manusia, sikapnya tidak bisa ada yang menebak.

Nara mengedarkan pandangannya ke jalanan. Melihat para pengamen kecil tengah berjalan dari angkot satu ke angkot lain dengan ukulele yang digenggamnya. Tak terasa senyuman terukir di bibir Nara. Walau ia tak suka anak kecil, tapi ia suka anak jalanan yang selalu bekerja keras menafkahi dirinya sendiri. Menurut Nara itu keren.

Dari spion tengah, Leon melirik Nara. Dia ikut tersenyum ketika gadis itu tersenyum entah sedang melihat hal lucu apa. Leon tak sadar menikmati wajah Nara yang rileks. Dia senang bisa membuat gadis itu senang. Namun tiba-tiba Nara menyadari Leon dari spionnya sehingga membuat Leon buru-buru mengalihkan pandangan. Tangannya mendadak gemetar namun segera ia tepis karena merasa bahaya. Ia sedang menyetir di jalan raya dan membawa 4 nyawa sebagai taruhannya.

___

Ada yang bergetar tapi bukan alarm'3 :v

LEONNARA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang