Setelah sekian lama revisi dan ganti alur, akhirnya aku putuskan untuk kembali pada jalan cerita dan konflik yang awal😪
Mohon maaf jika ada yg baca, dan cerita ini super gak jelas! Setelah aku siap, akan direvisi👌
___
Mobil sedan berwarna hitam dengan plat B itu berhenti di depan sebuah rumah gedong dengan pagar yang menjulang tinggi. Pak Amin melirik dari spion depan, memperhatikan seorang gadis yang duduk di kursi penumpang tengah berbincang dengan seseorang di telfon.
"Papa, trus aku harus gimana sekarang? Papa gak ngasih tau supir kantor dimana alamatnya?" Kesal Nara. Pasalnya tadi saat baru saja sampai di terminal ia malah disambut oleh supir kantor, bukan supir pribadi rumah Papanya. Nara mendumal tidak jelas, terlebih ketika bapak-bapak berkepala pelontos usia setengah abad itu mengatakan jika dia tidak pernah menjemput Pak Wira di rumahnya. Badan yang lelah membuat kekesalan Nara berkali lipat.
"Iya, sayang, iya, maafin Papa ya. Papa tadi lupa lho, harusnya yang jemput kamu itu Pak Asep bukannya Pak Amin. Sekarang kamu posisi lagi dimana itu?"
Nara celingukan sendiri melihat keluar jendela. Dia benar-benar tidak kenal dengan daerah dimana rumah baru Papanya itu.
"Pak, ini deket mana sih namanya?" Tanya Nara pada Pak Amin yang tengah merapikan rambut tipisnya. Udah botak jangan dielus-elus mulu pak!
"Maaf Non, ndak tau saya." Jawab Pak Amin seadanya.
Nara mendengus. "Ya pokoknya ini udah di komplek yang sama kaya yang Papa kasih alamatnya. Cuma dari tadi muter-muter gak nemu nomor rumahnya. Yang catnya abu-abu kan?"
"Iya. Itu kamu bisa liat ada apa disana?"
"Ada rumah orang banyak. Ada pos ronda. Ada warung. Ada pohon mangga. Au, ah, Nara kesel Pah udah capek banget ini lho!"
Terdengar kekehan di sebrang sana membuat Nara mengernyit bingung. "Pa?" Tegur Nara.
"Iya, sayang, iya. Kamu jalan aja dulu sampe ketemu pertigaan yang deket lapangan volly. Nanti kamu sharelok ke nomor Papa, biar dijemput sama Pak Abdi."
Nara menghela nafasnya gusar. Kemudian mengklik tombol merah dilayar ponselnya.
Kenapa gak dari tadi, Pa! Batinnya sebal.
"Pak, jalan lagi aja. Nanti berenti kalo nemu pertigaan yang ada lapang." Titah Nara kemudian menyenderkan punggungnya pada jok. Nara memijit pelipisnya lelah.
Baru saja Pak Amin menstater mobil sedan itu, terdengar klakson mobil lain berbunyi nyaring yang memekakkan telinga. Membuat Nara menghela nafasnya gusar sekali lagi.
Tokk..Tokk..
Seseorang mengetuk kaca jendela Pak Amin, namun karena Pak Amin tidak membukanya, orang itu mengetuk kaca jendela bagian Nara.
Merasa sudah kepalang jengah, Nara membuka pintu. Turun dari sana dan kemudian menghadap orang itu. Lelaki dengan kaos polos hitam dan jeans biru laut selutut langsung memenuhi pemandangan Nara.
"Kenapa sih mas? Ada urusan apa ya?" Tanya Nara kesal namun masih mengontrol nada bicaranya.
"Heh, lo gak bisa parkir yang bener? Mobil lo ngalangin jalan orang. Itu rumah gue, dan mobil gue mau masuk." Sinis orang itu.
Nara mengelus keningnya. Berusaha tidak terpancing emosi dengan nada bicara dari orang itu.
"Oke, saya minta maaf. Saya cuma berenti sebentar karena sedang menelfon. Saya juga baru mau pergi kok." Ucap Nara.
"Ya udah sana, buruan pergi!" Usir lelaki itu dengan ketus.
Nara melotot dan mengepalkan kedua tangannya. Menarik nafas kemudian menghembuskannya perlahan.
"Oke. Oh iya, saya ingetin ya mas. Lain kali gak usah nyolot. Untung saya lagi capek, jadi saya gak ladenin anda yang sudah bersikap gak sopan sama saya!" Tekan Nara.
Lelaki itu menaikkan sebelah alisnya. "Gue nyolot karena lo bikin gue sebel!"
Nara menutup kedua kupingnya dengan telapak tangan kemudian memasuki mobilnya. "Apaan mas, saya gak denger?" Kemudian membanting pintunya.
"Eh, dasar cewek gak jelas! Lagian gue bukan mas-mas, woy!" Teriak lelaki itu. Menendang ban mobil yang dibawa Pak Amin sebelum Pak Amin menancap gas meninggalkan tempat itu.
Nara menggeleng dan mengelus rambutnya frustasi. "Sabar, Ra. Lo baru aja sampe. Gak usah dibikin ribet, oke!" Gumam Nara menenangkan diri sendiri.
___
KAMU SEDANG MEMBACA
LEONNARA (End)
Teen FictionNara tidak tahu jika kehadirannya kembali ditengah orang-orang yang sudah lama ia tinggalkan malah mendatangkan suatu masalah. Perasaan sesal dan tidak enak itu datang saat masalah yang seharusnya ia hadapi sendiri malah berimbas pada orang terdekat...