Permintaan Diana
🍒🍒🍒Gavin merebahkan tubuhnya di atas kasur, matanya memandang ke arah langit-langit kamar. Memikirkan percakapan ia dengan Aluna yang tak bisa terhapus dari ingatannya sama sekali.
Percakapan yang selama ini selalu menjadi tanda tanya dalam hidup Gavin. Yang membuat awal mula Gavin akhirnya berpaling ke orang lain, dan perlahan-lahan bayangan Aluna terhapus dalam benaknya.
Yah wajar saja, tanpa kontak dengan Aluna sama sekali, dan bercampur dengan rasa kecewanya dengan gadis tersebut, serta jarak yang bukan lima meter ataupun lima kilometer, berpindah kelain hati hanyalah masalah waktu dan keadaan bagi Gavin.
Gavin masih ingat setiap raut ekspresi wajah cantik Aluna saat ia tampak kaget kala mengetahui bahwa ia ternyata memblokir nomor Gavin agar segala chat ataupun panggilan terhadapnya tak dapat masuk ke ponselnya sama sekali.
Tampak dengan jelas bahwa raut Aluna benar-benar bingung bercampur rasa keget. Semua itu tampak sama sekali tak dibuat-buat oleh gadis tersebut.
Dan hal tersebut, membuat Gavin cukup yakin, bahwa bukan Aluna lah pelaku yang menyebabkan nomor Gavin nangkring di daftar blokir pada ponsel Aluna.
Gavin hanya memikirkan dua kemungkinan saat masalah ini terlintas di pikirannya.
Yang pertama, Aluna tanpa sadar nggak sengaja mencet pilihan blokir.
Iya, nggak sengaja.
Karena Gavin yakin dengan hatinya yang mengatakan bahwa ekspresi Aluna itu benar-benar halus dan tanpa dibuat-buat saat ia bingung tadi.
Kalau kalian tanya kenapa Gavin bisa yakin, jawabannya cuma satu.
Yakni berterima kasihlah pada barisan mantan.
Karena bagaimana pun, tanpa barisan mantan Gavin, ia tak bisa membedakan mana reaksi yang dibuat-buat dengan reaksi normal.
Yah gimana, kebanyakan mantan Gavin suka pada lebay sih sikapnya. Dibuat-buat semua. Aslinya nggak nangis, tapi dipaksain air mata keluar, cuma biar dapet simpati dari Gavin.
Bilangnya tas rusak sambil ekspresi sedih, udah kayak kehilangan uang miliyaran rupiah, cuma buat ngekode biar Gavin mau beliin tas baru.
Atau yang paling nggak banget,
Bilangnya nggak kontak-kontakkan sama cowok lain, tapi ekspresi udah kayak maling jemuran ketangkep ibu-ibu pemilik kos-kosan. Padahal mah, Gavin sama sekali nggak peduli, putus ya putus aja. Kalau kepincut sama cowok lain ya tinggal bilang, nggak usah ngeles, toh dari awal Gavin ngejalanin hubungan cuma buat status aja. Biar nggak dianggap JONES. Jomblo ngenes.
Dan kemungkinan kedua selain berpikir bahwa Aluna nggak sengaja nekan fitur blokir, yakni ada orang lain yang isengnya minta ampun untuk memblokir nomor Gavin.
" Tapi pertanyaannya siapa?" gumam Gavin menggeram marah.
Gavin bertanya-tanya siapa orang yang tangannya gatal dan tak bisa diam untuk membuat nomor Gavin berada ditempat penyaringan nomor.Sehingga membuat kesalah pahaman ini terjadi begitu lama.
Ia begitu tenggelam dalam pikirannya, hingga tanpa sadar, Gavin melupakan bahwa ia pulang dari mall dengan tangan hampa dan melupakan tujuan awalnya.
Yah maklumnya, Gavin itu kadang pikirannya simple. Entah itu karena pembagian otak dia datangnya belakangan karena main game di warnet dulu atau absen buat ngopi di warkop. Alhasil, kadang tujuannya apa eh terlupakan begitu saja.
Hingga saat ia sadar, bahwa ia melupakan tujuannya, ia hanya bisa segera duduk dan mengeluh pelan, " Oiya, gue kan niatnya tadi mau beli hadiah buat Risa," ucapnya.
" Jadi beli nggak ya? Arrggggh!" ucap Gavin yang entah mengapa saat ini bingung. Ia kembali berbaring, memeluk gulingnya secara erat.
Diana yang tadi hendak mengetuk pintu Gavin dan memeringatkan Gavin agar segera makan pun terdiam sesaat, hingga tak berselang lama kemudian segera masuk ke kamar Gavin tanpa mengetuk pintu.
" Kamu kenapa teriak-teriak?" tanya Diana penasaran sekaligus khawatir.
" Nggak apa-apa bun, Gavin baik-baik aja." ucap Gavin sembari kembali duduk saat melihat Diana.
Diana menyipitkan matanya, tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Gavin. " Masak nggak ada apa-apa malah teriak." ucapnya.
" Sini cerita," imbuhnya tak berselang lama kemudian sembari duduk di pinggiran kasur.
Gavin memandang Diana ragu, bingung harus mengatakan atau tidak kepada Diana.
" En..." Gavin menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Membasahi bibirnya, bingung harus bercerita bagaimana.
" Kenapa bingung? Sama Bunda sendiri kayak orang asing," kesal Diana.
Mendengar hal tersebut, Gavin pun tampak gugup. Setelah memikirkan beberapa saat, bercampur tatapan Diana yang tuntutan meminta penjelasan, Gavin pun bercerita kepada Diana apa yang sejak tadi meresahkan dirinya dan membuat dirinya berteriak.
Dengan sabar, Diana mendengarkan cerita putranya tersebut. Tak menyela sama sekali. Namun, sudut bibirnya tertarik sedikit ke atas saat Gavin terus saja bercerita tanpa menyadari hal aneh apa yang sedang terjadi.
Saat putranya telah selesai menceritakan apa yang sejak tadi ia pikirkan, dengan lembut Diana memegang pundak Gavin, mengusapnya secara pelan dengan sentuhan kasih sayang seorang ibu kepada putranya yang telah tumbuh dewasa.
" Jadi, kamu teriak karena bingung mikirin hal ini. Iya?" tanya Diana dengan senyum tipis.
Gavin mengangguk perlahan sebagai jawaban, raut wajahnya tampak sedikit frustasi.
" Bukannya kamu dulu playboy ya? Gonta-ganti pacar terus udah kayak ganti baju. Sampai-sampai Bunda bosen lihatnya, sampai Bunda nggak hafal pacar kamu yang mana aja," ucap Diana memberi jeda sesaat.
Mendengar hal tersebut, seketika Gavin menatap Diana datar, " Bunda! Kenapa malah mengeluarkan cerita hitam milik Gavin, bukannya ngasih solusi." batin Gavin sembari berdecak pelan.
Namun, ucapan Diana setelahnya membuat Gavin seketika terdiam. " Tapi sekarang, ngadepin cewek aja kamu bingung. Udah kayak orang yang nggak pernah pacaran sama sekali sejak lahir. Kayak nggak ada pengalaman. Padahal, udah jelas kalau kamu itu sukanya masih tetep sama Aluna. Terus sama Risa nya cuma pelarian aja, dan lebih nganggep Risa kayak adik."
" Maksud Bunda apa?" tanya Gavin pelan.
Diana tidak menjawab pertanyaan putranya, ia memilih untuk segera bangkit berdiri dan hendak keluar dari kamar.
Namun, saat ia berada di ambang pintu, ia menoleh sesaat sambil tersenyum ke arah Gavin. " Pikirkan dan cepat putuskan. Lalu menikah. Jangan main-main, Bunda pengen cepet-cepet gendong cucu." ucapnya sesaat kemudian membuat Gavin membeku.
" Apa sih? Kenapa udah bawa-bawa cucu. Istri aja belum punya," Gavin menatap pintu yang kini telah tertutup kembali.
🍒🍒🍒🍒🍒
Terimakasih masih setia membaca cerita ini
jangan lupa tinggalkan jejak ya
Follow juga ig ku allifaaa99
12 Januari 2019
See You Next Chapter
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Kejar Rasa Baper (Complete)
Humor[ BOOK 1 ] #2 DALAM HUMOR ( 22/02/18 ) ℹPRIVATE ACAK. FOLLOW DULU AGAR BISA BACA FULL EPISODE ⚠ Cerita ini 99,9% Garing krik krik dan tidak bisa membuat kalian ketawa. ⏳Masih belum tamat/ masih terus update? ? Setiap chapter terdiri dari 1-750 words...