152 🍉

4.3K 453 42
                                    

☡Jangan jadi silent readers ☡

Sempatkan untuk meninggalkan jejak sebagai bentuk apresiasi dalam cerita ini



Nangis gara-gara Gavin.

Gavin menatap kedua orang tuanya yang menatapnya dengan tatapan sedih. Seperti tak akan melihat Gavin selamanya. Membuat Gavin berpikir, " Khawatir kenapa sih, gue kan sudah besar. Dan ini bukan pertama kalinya gue akan menjalani hidup yang mandiri." batin Gavin saat mengingat dulu saat kecil Ia ingat pernah dititipkan kepada neneknya.

Dan dengan bangga, Gavin bisa hidup mandiri pada usia tujuh tahun. Iya, hidup mandiri. Udah bisa mandi sendiri. Bukan dimandiin lagi sama Bunda ataupun Ayahnya.

Itu merupakan suatu langkah besar bagi Gavin kecil untuk bisa mandi sendiri dengan menutup pintu kamar mandi. Yah maklum saja, saat kecil Gavin suka melihat hal-hal yang aneh. Seperti seseorang yang menembus dinding, seseorang dengan rambut panjang tertawa di pojok ruangan, dan lain sebagainya.

Yah, tentu saja Gavin kecil ketakutan donggg bahkan Ia nangis setiap malam, dan membuat Sean ataupun Diana sering kelimpungan untuk menenangkan Gavin kecil. Namun, untung saja, seiring berjalannya waktu, Gavin kecil sudah tak melihat hal yang seperti itu lagi. Dan membuat Ia mulai berani mandi sendiri untuk membuktikan bahwa Ia sudah besar dan bisa mandiri atau mengurus semuanya sendiri seperti kakaknya.

" Jangan coba macam-macam dek disana. Jangan ngerepotin keluarga yang lain. Kalau kamu sampai nakal bahkan bandel, kakak nggak segan-segan pergi ke nyusul kamu." ucap Kak Abi tiba-tiba, membuat pandangan Gavin akhirnya terfokus kepada kakak tercintanya sekaligus menyebalkan nomor satu di dunia.

" Iya-iya elah." cibir Gavin memutar bola mata malas.

Iya malas, udah hidup Gavin bentar lagi ribet. Eh kalau kakaknya nyusul dia, yang ada hidup Gavin seperti benang ruwet. Bikin Gavin ubanan lama-lama kalau kayak gitu mah. Nggak lucu dong nanti kalau Aluna nanya gimana? Pasti Gavin dikira semiran karena banyak rambut putihnya gegara ngadepin sifat Kak Abi yang menyebalkan tiada tara.

Padahal Gavin mah, kalau ada momen perpisahan gini, Gavin tuh pengen kakaknya itu ngucapin hal-hal yang baik, biar Gavin pergi ke luar kotanya juga enak. Atau singkatnya, Ia bisa enjoy dan nggak menggerutu terus keinget kata-kata kakaknya yang menyebalkan satu ini.

" Gavin," panggil Sean.

"Ingat kan, waktu kamu nggak lama. Cuma lima tahun dan kamu harus bisa menjalankan bisnis perusahaan. Kalau nggak," ucap Sean menggantung sambil tersenyum miring.

Sean ingin menggoda putranya dan melihat wajah cemberutnya sebelum berangkat. Yah, wajah putra nya itu selalu tampak menyenangkan baginya apabila Ia mengerucutkan bibir saat cemberut.

" Misalnya kalau gak bisa selesai selama lima tahun, kasih waktu tenggang ya yah." tawar Gavin serius dan masih belum menyadari bahwa Ayahnya hanya menggodanya.

Berterima kasih lah pada pengalaman. Sean sukses besar dalam mengerjai Gavin berkat keahliannya sering berekspresi serius apabila menghadapi klien yang menurutnya bebal. Jadi tak sulit membuat Gavin mengeluarkan ekspresi yang Sean inginkan.

" Kok kamu nawar." ucap Sean.

" Yah gimana dong Yah. Gavin kan masih kayak anak ayam. Salah. Telur ayam. Menetas dalam dunia bisnis aja belum. Melajarin yang dasar aja belum. Dan Ayah udah nakut-nakutin Gavin." rengut Gavin.

" Ya mangkanya itu, Ayah nyuruh kamu buat nggak punya pacar dulu selama kamu memelajari tentang bisnis perusahaan." ucap Sean membela.

" Tapi, kalau kamu punya pacar juga nggak masalah. Ucapkan selamat tinggal dengan Aluna." imbuh Sean pada akhirnya.

Gavin yang mendengar nama Aluna pun tiba-tiba menjadi sensitif, " Ih, kok Aluna dibawa-bawa sih yah. Dia kan bukan barang." kesal Gavin.

" Haha. Mau tau kenapa Ayah selalu bawa nama Aluna?" tanya Sean serius.

" Karena Ayah suka Aluna?" tanya balik Gavin.

Mendengar ucapan Gavin seperti itu membuat Sean seketika menjewer telinga Gavin hingga Ia menjerit kesakitan. Bahkan jeritannya mampu membuat orang-orang yang berlalu lalang di bandara rela membuang waktu tiga detik mereka untuk melihat kearah Gavin karena penasaran apa yang terjadi.

" Kamu itu ya, dasar, anak durhaka." kesal Sean sambil terus menjewer telinga Gavin.

Melihat hal tersebut, Diana segera menenangkan suaminya. " Udah, jangan dijewer terus. Nanti kalo telinga nya putus gimana." ucapnya.

" Gapapa, nanti tingga di lem lagi." jawab Sean sambil melepas telinga Gavin yang kini memerah.

" Uhhh..sakit. Emang kertas apa, pakek di lem segala." dengus Gavin.

" Kamu ngomong sesuatu?" tanya Sean dengan tatapan tajam.

" Ukh..Nggak kok Yah. Perasaan Ayah aja kali," bohong Gavin sambil meringis menahan sakit.

" Jadi, tadi perkataan Ayah sampai mana?" ucap Sean tak berselang lama kemudian.

" Sampai telinga Gavin mau di lem." ucap Gavin ngambek.

" Bukan. Bukan yang itu." jawab Sean menggeleng kepala pelan.

" Sampai ayah yang nanya ke Gavin kenapa Ayah selalu bawa-bawa nama Aluna." Abi mengingat kan setelah sejak tadi lama terdiam.

Karena jujur saja, terima kasih berkat teriakan kencang Gavin hingga menimbulkan rasa penasaran pada orang-orang yang lewat, wajah Kak Abi merasa panas karena malu. Berbanding terbalik dengan si tokoh utama, Gavin yang berteriak-teriak dengan tak tahu malunya dan seolah lupa bahwa Ia sempat menjadi pusat perhatian.

" Nah iya itu. Kamu tahu nggak alasannya apa?" tanya Sean.

" Nggak. Nggak tahu." jawab Gavin cuek sambil mengusap telinganya yang masih perih.

" Tsk. Itu karena dia adalah titik kelemahan kamu. Mangkanya Ayah selalu bawa-bawa nama Aluna." jawab Sean membuat mata Gavin melotot dan tersedak ludahnya sendiri.

🍉🍉🍉🍉

" Plis, Ayah gue kejem bangettt. Ngerjain anaknya sedemikiannya. Mana ekspresinya serius lagi" batin Gavin menangis tanpa air mata.

Terimakasih telah membaca DKRB

SUDAHKAH ANDA BERHENTI MENJADI SILENT READERS😶😶😶?

follow ig ku ya allifaaa99

See You Next Chapter

Di Kejar Rasa Baper (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang