102.

9.9K 569 32
                                    

Degupan itu seperti. . .
🖤🖤🖤

Helaan nafas berat berulang kali terdengar dari diri Gavin, bahkan sesekali lelaki itu mendecak sebal.

Bagaimana tidak? Bagi Gavin, Aluna itu tipe yang keras kepala.

Tidak mudah di bujuk.

Tidak mudah di iming-imingi.

Dan juga tidak mudah di rayu.

Padahal, Gavin sudah menceritakan bagaimana kelezatan dan kenikmatan es krim yang meleleh dan lumer di mulut pada kedai es krim yang akan di kunjunginya.

Namun, semua itu sia-sia.

Aluna tetap tak mau datang ke sana. Gadis itu lebih memilih berada di taman belakang sekolahan seperti sekarang ini.

Melihat pemandangan langit yang cerah bercampur matahari yang terik. Ditambah angin yang sesekali berhembus membelai permukaan kulit.

'Cerah apanya, ini mah panas. Bikin keringetan,' batin Gavin kesal.

Yah, meskipun begitu, Gavin pada akhirnya 'cuma' bisa duduk terdiam di samping Aluna.

Kalau kalian bertanya keadaan Gavin sekarang ini, yang jelas mulutnya itu sedang gatal untuk terus bertanya kenapa menolak ajakannya ke kedai es krim dan memilih duduk di taman belakang sekolah.

Terlebih lagi, ini jauh dari kata romantis, yang ada malah dramatis karena keringat terus keluar secara drastis.

Akan tetapi, Gavin tidak bisa berkata apa-apa lagi saat Aluna tadi menolak ajakannya dengan mata sembab dan dengan tatapan serius.

Ah, lelaki itu ingin berteriak kencang saat ini. Melampiaskan seluruh kesialan nya saat ini.

Berbeda hal nya dengan Gavin, Aluna malah menikmati hal ini. Menikmati kesunyian bersama alam yang membuat sisa tangisnya tadi berubah menjadi perasaan tenang dan damai.

Sedikit aneh memang, apa yang digambarkan Gavin dan Aluna tentang tempat sekitar mereka saat ini. Karena kalau kalian bayangkan, dua penggambaran itu begitu terbalik.

Akan tetapi, seperti biasa yang ku ceritakan dalam kisah ini, setiap manusia punya penggambaran berbeda dalam melihat suatu hal dalam situasi dan kondisi tertentu. Bukankah begitu?

Dan pada kasus Gavin dan Aluna saat ini, Gavin memandang sekitar secara objektif. Secara fakta apa yang Ia lihat dan rasakan secara fisik. Buktinya adalah sejak tadi tangannya tak henti mengipas-ngipas area leher karena terasa gerah.

Berbanding terbalik dengan Aluna yang memandang secara subjektif. Ia memandang bukan karena keadaan sekitar nya. Meski tak menampik cuacanya memang membuat nya sedikit gerah. Akan tetapi, Ia melihat perasaan nyaman dan tenang yang hatinya rasakan saat disana. Dan itu membuat seulas senyum tercipta di sudut bibirnya.

Pandangan Aluna beralih menatap Gavin yang ada di sampingnya, tampak lelaki itu sedang memasang headset.

' mungkin dia bosan,' pikir Aluna merasa sedikit tak enak.

Namun, pikiran itu berangsur menghilang dengan cepat dan berganti menyalahkan sikap keras kepala Gavin.

' Ah salah sendiri, kan aku sudah nyuruh dia pulang. Tapi dia nya ngeyel,' pikir Aluna memutar bola mata malas seraya bersender pada pohon yang berada tepat di belakang tubuhnya.

Detik demi detik berlalu, hingga tak terasa Aluna dan Gavin sudah berada di belakang sekolah hampir satu jam lamanya.

Waktu terasa berputar begitu cepat meski diisi dengan banyak keterdiaman yang menyelimuti. Namun, jauh dalam lubuk hati mereka yang tak mereka sadari, mereka sangat meminta sedikit lebih lama lagi berada di sana dengan perasaan seperti sekarang ini.

Tanpa mereka sadari, sejak tadi ada seseorang yang sedang berdiri mengamati pergerakan Aluna dan Gavin di taman belakang sekolah.

Seseorang yang pandangannya tak pernah sedikit pun lepas dari arah dimana dua insan itu berada.

" Ah, benar-benar menyebalkan," Gumamnya seraya tangannya bergerak lincah di atas ponsel.

Dan selang beberapa detik, ponsel Gavin bergetar, menandakan ada sebuah pesan masuk.

Dengan cepat Gavin membuka pesan tersebut, membacanya secara sembunyi, Ia tak ingin terlihat oleh Aluna. Karena pesan tersebut dari orang kurang kerjaan yang sering meneror nya.

Hei, bukankah udara nya cukup panas dan membuatmu berkeringat. Jadi kau menikmatinya ya? Sungguh romantis

Penerot Halu Kurang Perhatian

Dalam hati Gavin mendecih kala membaca hal itu, dan tentu saja dirinya pun seketika mendidih karena mungkin juga di pengaruhi faktor cuaca yang sedang terik-teriknya.

Namun, suara seseorang yang sangat Ia kenali membuat Gavin terdiam seketika. Lelaki itu bagai mendapat kesejukan yang tiada tara.

" Hei, mungkin kamu nggak ngedenger ini karena kamu pakai headset, tapi itu hal yang bagus vin, karena aku---uh---malu mengatakannya," Ucap Aluna melirik Gavin yang terfokus pada ponsel dengan headset yang menyambung ke indera pendengarannya. " Aku cuma mau bilang maaf dan terima kasih, maaf aku nggak nerima ajakanmu ke kedai es krim, dan juga terima kasih mau bersabar dan tidak mengeluh,"

Setelah mengatakan hal itu, Aluna segera memalingkan wajahnya dari Gavin dan memukul kepalanya pelan.

'Ah bodoh kau Aluna, malu sumpah,' batin Aluna merasakan kala pipinya terbakar.

Sesaat kemudian setelah Gavin kembali dari fokus pada degupannya, segurat senyuman manis terukir pada wajahnya kala Ia menundukkan kepala.

" Maaf juga Na, karena saya sebetulnya mendengar apa yang kamu katakan," Ucap Gavin yang membuat Aluna syok seketika. " Saya pakek headset sih, tapi lagunya nggak saya putar,"

Aluna mendengar hal itu langsung berdiri, meninggalkan taman belakang sekolah dengan langkah kaki cepat. Sungguh, dia merasa malu saat ini.

Melihat Aluna yang seperti itu, Gavin pun juga bangkit berdiri, berniat menyusul gadis tersebut. Namun sebelum itu, Ia merasa perlu membalas pesan yang tadi masuk ke ponselnya.

Ya, gue menikmatinya. Dan gue baru sadar, ini memang tempat yang romantis ternyata.

Tepat setelah pesan itu terkirim, Gavin berlari menyusul Aluna yang berjalan cepat.

" Sayang! Jangan ngambek gitu dong! Nggak ada yang salah kok. Kamu bilang gitu itu wajar, jadi jangan malu! Hey! Na! Tungguin saya Na!" Teriak Gavin.

" Diem Gav! Nggak usah teriak-teriak ish." Kesal Aluna mempercepat langkahnya.

🖤🖤🖤

888 Words

See You Next Chapter

25 Februari 2018

Di Kejar Rasa Baper (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang