168🎸

3.5K 292 42
                                    

Kalau Gavin ngelamun, pasti . . .
🎶🎶🎶

Gavin berjalan tegap menuju kantornya. Banyak dari karyawan maupun karyawati menyapa lelaki tersebut saat ia lewat. Entah itu sekedar dalam usaha menjilati Gavin, iya, dalam arti agar mereka bisa naik pangkat. Ataupun mereka benar-benar menghormati Gavin sebagai CEO baru yang menggantikan posisi Ayahnya, Gavin sama sekali tak peduli.

Asalkan satu, mereka setia kepada perusahaan dan bekerja dengan baik. Itu sudah cukup membuat Gavin tutup mata atas tindakan karyawannya yang terkadang berlebihan dalam menyapa dan menatapnya.

Pikiran Gavin saat ini hanya terkonsentrasi atas ucapan Tio dan Naufal kemarin.

Benarkah perasaannya pad Risa itu semata-mata palsu? Entahlah, Gavin sama sekali tak tahu. Dan tak bisa membuktikan apa-apa mengenai hal tersebut.

Namun, satu hal yang jelas saat ini adalah. Sejak Gavin bertemu dengan Aluna, dan menghapus nomor Gavin dari daftar blokir, keduanya mulai saling bertukar pesan. Yah, meski itu hanya percakapan basa-basi saja dan jeda antara percakapan satu dengan yang lain cukup lama.

" Mungkin dia takut dimarahin bosnya," batin Gavin berpikir positif karena jarak antara pesan yang ia kirimkan ke Aluna selalu beberapa jam setelahnya baru di balas setelah sekian lama centang satu.

Dan pada saat itu pula, Gavin menghapus nama Risa pada chat menjadi tiga teratas. Dan Aluna yang menggantikan posisi tersebut.

Sejujurnya, Gavin juga tidak ingin melakukan hal tersebut. Jika bukan karena Gavin ditampar fakta bahwa aplikasi tersebut membatasi menandai hanya tiga grup/kontak agar bisa disematkan di atas sebagai prioritas, Gavin pasti tidak menghapus milik Risa yang notabene nya adalah sekertarisnya.

Tentu saja, Risa merupakan salah satu yang biasanya Gavin sematkan dalam prioritas chatnya selain dua kontak yang lain adalah grup para pemegang saham dan grup chat anggota rumah. Karena bagaimana pun, Risa pastinya akan menginformasikan hal-hal jadwalnya keesokan hari dan apa yang Gavin butuhkan.

" Tunggu," batin Gavin berhenti sesaat saat menyadari terdapat sesuatu yang salah dalam memikirkan hal ini.

Alasan mengapa Aluna menggeser posisi tiga teratas prioritas dalam chat adalah agar saat Aluna membalas pesan tiba-tiba, Gavin langsung tahu saat membuka ponselnya.

Dan alasan Risa tergeser tidak lain adalah karena sisi Gavin menganggap bahwa Ia dan Risa bisa bertemu di kantor. Jadi, ia tak perlu menempatkan chat teratas lagi. Dan apabila melaporkan, cukup telepon saja bila penting.

Memikirkan hal ini, diam-diam Gavin menghela napas kasar. Bukankah bagaimana pun, dibandingkan dengan alasan mengapa Aluna kini menempati sematan tiga teratas menggantikan Risa itu sedikit konyol? Pikir Gavin setelah beberapa hari otaknya sudah mulai connect.

Dan perlu dikatakan sejujurnya, bukankah diam-diam dengan melihat Aluna meski sekali saja waktu itu di mall dan hanya bertukar beberapa kata sudah berdampak besar dikehidupan Gavin.

Yah, coba kalian pikirkan, kalau hati  Gavin tidak melekat pada Aluna, bagaimana mungkin dengan alasan konyol seperti itu lelaki tersebut menyematkan nomor Aluna sebagai prioritas?

Bukan Gavin sombong atau sok, tapi, jujur saja, Gavin tuh orang yang bener-bener cukup sibuk saat ini. Dengan setiap hari berpacaran dengan setumpuk berkas. Dan bercumbu dengan kopi setiap saat agar matanya yang sering merasa kantuk karena lelah tetap terjaga, dan banyak nomor ponsel orang penting yang kini tersimpan di kontaknya, bukankah benar-benar aneh bila dengan alasan konyol seperti itu Gavin menyematkan Aluna sebagai prioritas di ponselnya hanya untuk agar dirinya tahu secepatnya bahwa MANTAN nya tersebut membalas.

" En, pak Gavin..." sapa Risa dari belakang Gavin, membuat lamunan lelaki  tersebut seketika buyar.

" Ya?" jawab Gavin sembari membalikkan badannya ke arah Risa.

" Apakah ada masalah?" tanya Risa hati-hati.

Gavin mengerutkan keningnya kala mendengar hal tersebut, " Nggak.Memangnya kenapa?"

Risa menggaruk tengkuknya yang tak gatal, bingung harus menyampaikan bagaimana kepada lelaki dihadapannya saat ini.

Mau ngomong, tapi, takut salah.

Kalau nggak ngomong, ugh rasanya juga salah. Takut ia akan terlambat.

Apalagi, saat ini Gavin itu statusnya adalah BOSNYA RISA. Perlu di cetak tebal, di capslock, dan di garis bawah biar kelihatan serius dan nggak becanda.

" Kenapa diam?" tanya Gavin menaikkan sebelah alisnya bingung.

Ia sungguh tak mengerti, apa yang salah di sini.

Hingga tanpa sadar, ekor mata Gavin menatap beberapa karyawan mereka seperti memerhatikan Gavin dan Risa dengan tatapan yang penuh dengan api gosip yang membara.

Iya, membara, rasanya pengen nyebarin gosip secepatnya ke temen karyawan mereka yang lain. Terus nambahin bahan bakar sedikit. Biar beritanya meledak seketika.

Mengetahui rencana karyawannya, " Heh, kenapa pada nggak kerja dan malah sibuk mikirin gosip! Kalian masih terlalu menganggur?" bentaknya kesal. " Cepat salin dokumen dengan tulisan tangan tiga kali masing-masing dari kalian! Sekalian, anggap saja latihan tangan."

Entah mengapa, saat ini ia tak ingin para karyawannya merasa salah paham dan mengait-ngaitkannya dengan Risa.

" Iya, gue sadar sekarang. Hati gue sejak dulu, masih bersandar dan berdiri di dermaga. Menanti Aluna benar-benar jadi milik gue, jadi gue nggak akan buat semuanya ambigu. Seperti kata dua kampret itu, gue bukan anak SMA lagi," batin Gavin sembari menatap tajam para karyawannya yang saat ini berjingkat kaget karena bentakan Gavin.

Yah bagaimana tidak? Selama ini, meski mereka menghormati Gavin dan diam-diam menyebar rumor Gavin yang mungkin ada affair dengan sekertaris pribadinya--Risa, Gavin sama sekali menutup mata akan hal tersebut. Seolah hal ia sama sekali tak peduli, jadi ia tak pernah menegurnya. Dan tak mengatakan ya ataupun tidak untuk segala rumor yang beredar di kantor.

" Dan kamu, jangan diam saja di sini. Cepat kembali kerja," ucap Gavin kembali menatap Risa yang masih diam tak berbicara, tampak seperti seorang wanita yang dihadapkan makanan enak. Harus diet atau nggak.

" Ekhem. Maaf, tapi, bapak menghalangi pintunya," ucap Risa mengecilkan suara. Membuat ia menyadari arti tindakan Risa.

Dan tanpa rasa malu sama sekali, Gavin hanya memandang sekitar dan menilai keadaan bahwa ia benar-benar berhenti di tengah pintu, menghalangi jalan kala ia tadi sibuk berkelana dalam pikirannya. " Oh," ucapnya lalu berbalik menuju ruangannya. Tanpa memerhatikan raut Risa yang sedikit berubah.


See You Next Chapter
06 Feb 2019

Di Kejar Rasa Baper (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang