41 - sepi

1.7K 273 32
                                    

"Aku belum sempat menanyakan ini. Tapi aku tidak melihat Chan Lee di kantor polisi?"

"Itu," Siwon melepas tatap pada Changmin, yang berjarak cukup jauh, sebelum menjawab, "Kau ingin dia dihukum?"

"Seharusnya memang begitu."

Siwon menghela nafas. "Dia ada. Kau ingin melihatnya?"

Yeonsa tidak paham maksud Siwon. Sedikit enggan tapi pun penasaran. "Aku ingin fokus pada Kyuhyun dulu. Bisakah kau beri tahu aku singkatnya saja?"

"Pria itu bertingkah tidak wajar. Dia hanya tenang saat bersama kekasihnya. Hampir tidak bisa dilepaskan darinya. Dia akan sangat histeris walau sedetik saja kekasihnya tidak dalam jangkau pandangnya."

Netra Yeonsa melebar. Menutup mulut tidak percaya. "Dia gila?"

Siwon menyandarkan kepala. Menerawang. "Sehebat itu seorang perempuan."

Yeonsa menunduk. Mengingat kembali sepupu mendiang suaminya itu. Tuan Kim pernah mengatakan jika Chan Lee sesungguhnya pemuda yang baik. Yeonsa percaya. Dia pun heran pria itu bisa berbuat seperti ini. Namun sekarang dia paham. Segala sesuatu pasti ada alasannya.

"Dia berusaha sekeras itu untuk memperjuangkan cintanya." Gumam Yeonsa.

"Dan sekarang dia bersama cinta yang diperjuangkannya."

"Siwon," panggil Yeonsa. Siwon menoleh. Lalu merasakan jemarinya digenggam. "Bisa mereka bebas dari hukuman? Chan Lee salah satu kesayangan mertuaku. Meski begitu saat dia jatuh cinta, mertuaku tidak bisa merestuinya. Mereka selalu ditentang. Tidak diterima. Aku memahami perasaan itu, sakit yang sama. Chan Lee harus menjalani hidup yang lebih baik. Bersama cinta yang dia yakini."

Siwon membalas genggaman itu. Tersenyum lirih. "Akan kuusahakan. Tapi apa kau yakin? Dia tidak akan kembali melukaimu dan Kyuhyun?"

"Jika aku menyerahkan semua warisan, kami akan baik-baik saja. Chan Lee lebih berhak atas warisan keluarganya. Aku tidak menginginkan itu. Aku hanya butuh Kyuhyun."

Siwon mengangguk puas. Namun kemudian kepalanya meneleng dengan alis hampir menyatu. "Kau hanya butuh Kyuhyun?"

Yeonsa menangkap kecemburuan. Mengulum senyum. "Apalagi memangnya? Hidupku hanya seputar putraku. Dulu, sekarang dan nanti."

"Ah," Siwon mendesah samar. Pelan-pelan menarik jemarinya. Namun Yeonsa menggenggamnya lebih kuat. "Jika, kau tidak keberatan dengan wanita ini, wanita yang mencintai anaknya sebegitu besar, sabar menahan cemburu dan harus berbagi. Bahkan jika bukan yang pertama," Yeonsa meremas jemari Siwon hangat. Memaku sepasang manik tajam namun lembut. Jantungnya berdebar untuk yang kesekian kali. "Jika kau menerima wanita ini dengan semua kekurangannya. Aku ingin berlabuh untuk yang terakhir kalinya, Siwon. Kepadamu."

Wajah Siwon merona hebat. Tenggorokannya mengering tiba-tiba. Dan apa itu suara berisik. Bertalu-talu tanpa saringan. Astaga! Siwon menangkup wajahnya dengan satu tangan. Menunduk dalam-dalam.

"Siwon?" Yeonsa panik melihat reaksi pria itu. Tangan yang digenggamnya pun mendingin dan gemetar. "Siwon, baik-baik saja?" Cemasnya.

Siwon semakin menyembunyikan wajahnya. Tangan kanannya mati rasa sekarang. Namun tubuhnya panas dingin.

"Siwon!" Yeonsa mendekat. Mengusap punggung tegap yang kini membungkuk.

"Aku tidak baik-baik saja, Yeonsa. Kenapa kau mengatakannya tanpa aba-aba? Dan aku yang harusnya lebih romantis. Ya ampun. Jantungku."

Plas!!

Yeonsa melayangkan geplakan sayang di tempat dia mengusap tadi. "Kupikir kau kenapa! Jangan membuatku cemas. Cukup satu orang yang membuatku hampir mati saat ini!"

BondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang