Pantai Malam (1.1)

125 8 0
                                    

It will help u a lil' bit to know anything 'bout Jogja (from my opinion). Hope u enjoy it! 💕

***

Pukul 1 dini hari dan Juni baru saja menyelesaikan ketikan tugas Sastra Anak. Mulai dari esai hingga review jurnal sudah habis dilibasnya sebagaimana 2 gelas kopasus alias kopi panas susu yang sudah tandas di sisi duduknya. Diam-diam ia bersyukur memiliki teman yang mau menemaninya nugas hingga dini hari dan menghiburnya saat ide di kepalanya macet.

Cowok yang duduk tenang-tenang sambil memainkan game di ponselnya itu merasakan gelagat gerak Juni.

“Udah pagi,” ucap Bobby sebagai kode pulang.

“Males balik ah. Nanggung,” jawab Juni sambil meregangkan tubuhnya.

Sesaat udara di antara mereka terasa senyap meski suasana kedai kopi di daerah Selokan Mataram Seturan itu semakin riuh. Juni mulai memapankan badannya untuk tiduran dan menyandarkan kepalanya pada tas yang ia bawa.

“Mau mantai?” celetuk Bobby.

“Hah? Gila aja mantai jam segini!”

“Tadi katanya gamau balik.”

“Ya gak mantai juga masnya. Gak waras ya?”

“Ya, kan emang gila. Hahaha.” “Jadi gimana?”

“Serius? Sekarang banget?”

“Ya, iyalah. Keburu pagi nih, buruan.”

Juni diam. Pikirannya menimang-nimang berbagai kemungkinanan yang akan terjadi. Belum selesai ia berpikir, kata-kata promosi lainnya muncul,”Kujamin kamu pasti jatuh cinta dengan laut malam.”

“Ini yang anak sastra siapa sih.”

“Yaudah ayo ambil matras dulu di kosan.”

“Lah buat apa?”

“Biar ena lah. Hahahah.”

“Anjir!”

Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh kini mereka mencapai ringroad selatan, ya secara kampus mereka letaknya di Sleman alias ujung utaranya Jogja. Hawa dingin yang memang sejak awal mereka rasakan menjadi semakin menusuk. Juni masih tahan pada hawa dingin yang seperti ini. Bobby? Jangan ditanya. Ia kan termasuk penggiat naik gunung bersama dengan Johan, sohibnya. Itu pula alasan mengapa ia memiliki matras dan segudang peralatan hiking di kontrakannya.

Melewati kampus ISI Jogja dan disambut dengan area persawahan membuat Juni mau tak mau sedikit bergidik merasakan angin yang menerpa.

“Dingin?” tanya Bobby.

“Iya.”

Bobby pun menarik tangan Juni yang sebelumnya hanya bertengger di ujung jaketnya. Ia mengeratkan pelukan tangan Juni hingga ke pinggang depannya. Tangannya juga menyempatkan untuk mengusap-usap tangan kecil Juni.

Juni panas sekarang. Bukan panas yang memuakkan tetapi panas yang nyaman. Matanya segera teralih pada objek lain, seperti aliran sungai yang gelap dan mengalir pelan di kanannya.

“Eh ada orang mancing tuh!” celetuk Juni pada sebuah siluet hitam di depan sana yang berdiri tegak membawa kail. Perlahan motor yang mereka kendarai melewati orang tersebut.

“Kamu tau cara mancing paling gampang gak?”

“Hah? Enggak. Emang gimana?”

“Kita puter balik terus lemparin sendal ke orangnya.”

“Mancing keributan kalo itu, kampret!” teriak Juni dibarengi tawa Bobby yang memenuhi jalanan.

“Mau gak nih?! Hahahah.”

“Goblok lu! Hahahah.”

Demikianlah perjalanan mereka tak ada sepi-sepinya sama sekali. Bobby yang terus saja bicara, disusul dengan celetukan-celetukan Juni membuat jalanan malam Jogja tak ada melankolisnya sama sekali. Seperti yang terjadi tadi usai menerobos lampu merah Gramedia Jalan Suroto.

“Cuit cuit! Mbaknya sekseh syekali!” teriak Bobby pada banci yang berjalan santai di trotoar Kotabaru.

“Anjir Bob! Selera lo anjlok amat! Hahahaha.”

“Hlo ini namanya penghargaan pada manusia yang ingin berubah tapi gak kesampean.”

“Serah Bob! Serah! Hahahaha.”

Juni tidak sepenuhnya kaget dengan tingkah Bobby yang kadang tidak diduga sekaligus malu-maluin. Sudah demikian banyak kejadian tolol yang mereka lewati.

tbc
vote and comment 💙

Bobby, Juni dan JogjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang