Hangover Effect (10.2)

17 1 1
                                    

Juni baru bangun dan sadar dari mabuknya. Saat membuka matanya, ia mencoba menganalisis ia berada dimana. Melihat tumpukan pakaian di kakinya, juga tumpukan sepatu di dekat pintu membuat ia sadar kalau ia ada di kamar makhluk astral.
Ingat ya, semabuk-mabuknya Juni, dia nggak akan lupa apa yang udah dia lakuin selama mabuk. Termasuk semalam ia yang bertingkah seperti kucing.

“Shit,” desisnya malu.

Mau ditaruh dimana mukanya nanti kalau ketemu Bobby. Ah udahlah, masa bodo! batin Juni. Yang penting sekarang Juni haus dan mual.

Ia bangun dan mencoba berlari ke toilet. Tak peduli dengan penghuni lain kontrakan ini.

“Makanya, lain kali kalo patah hati gausah minum-minum,” Bobby berucap sambil masuk ke toilet yang pintunya nggak dikunci.

Bobby mengumpulkan helaian rambut Juni yang sudah semakin panjang. Dia pegangin biar nggak kena muntahan. Tangan yang lain dipake buat mijit tengkuk Juni.
Juni sudah berhenti muntah.

“Udah?” tanya Bobby yang dijawab dengan anggukan.

Badan Juni rasanya lemas lagi. Sendi-sendinya terasa melemah, nggak bisa dipake buat nopang badannya. Bobby dengan sabar memapah Juni supaya duduk di ruang tamu kontrakannya. Dia juga menyodorkan teh hangat yang ia dapat dari burjo depan gang kontrakannya.

Juni menyesap sedikit teh manisnya. Badannya terasa remuk dan lemas. Kalau begini, dia gak bisa ngampus dan paling nggak baru nanti sore dia sehat kembali.

“Loh, anak kucingnya bisa minum teh anget sendiri?” ujar Jay yang muncul dari balik pintu kamarnya.

Muka Juni memerah parah. Dia malu keinget semalem bertingkah macem kucing. Sial, ngalamat bakal jadi bahan olok-olok sama anak kontrakan ini mah, batin Juni.

tbc
🌊🌊🌊

Bobby, Juni dan JogjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang