Sakit (3)

9 0 0
                                    

Juni yang sedang ngprint tugas UAS-nya kini berkeringat dingin. tak jarang mulutnya merutuki komputer yang lemot. Ditambah lagi, kesalahan mesin printer yang tak mampu mencetak tugasnya secara keseluruhan. Satu tangannya sibuk mengoperasikan mouse dan sesekali merambah ke keyboard. Sementara tangan lainnya berada di perut, mencengkram perut bagian bawah yang terasa seperti diperas.

Pikirannya kalut dan membayangkan dosen prof nya menanti di kelas dengan lembaran soal UAS di tempat. Bagian belakang kemejanya sepertinya sudah basah sebab keringat dingin yang mengaliri. Setengah mati Juni berusaha menyelesaikan kegiatan print-mengeprint.

Ia sudah membayar. Kini duduk atau berjongkok di pojokan pintu masuk print-print-an. Ia menunduk dan menikmati perut yang terplintir-plintir. Kalau bisa mengandaikan, rasanya seperti kain handuk kering yang diperas. Benar-benar, tak akan ada air yang keluar tapi tetap diperas.

Pikiran Juni melayang pada kelangsungan UAS di tempatnya. Akankah nilainya berakhir dengan K? Padahal Juni hendak mempertahankan IPK-nya.

"Loh? Juni? Ngapain di sini?"

Itu Bobby. Ia berdiri tak jauh dari Juni dengan menenteng plastik hasil print-print-an, dengan Johan sepertinya.

Sadar situasi, melihat Juni yang pucat juga berkeringat dingin, Bobby segera menyodorkan tugasnya pada Johan dan mendekat juga dengan cekatan menarik lengan Juni.

"Ayo balik aja, gue anter balik."

Bobby bersiap mengangkat Juni karena tarikan pada lengan Juni tak membuat Juni berdiri. Juni menggeleng dan berucap, "Gue UAS di tempat, Bob."

"UAS-nya ntar lagi. Sekarang gue anter balik dulu." ucap Bobby final dengan menarik lengan Juni ke lehernya dan membawa Juni ke motor.

Situasi ini membuat banyak orang menatap mereka. Termasuk juga Johan yang memilih diam dan menonton.

"Titip tugas gue ya, Han." pamit Bobby sebelum melajukan motornya ke arah kosan Juni.

Mereka pun berakhir sama seperti waktu itu, Juni yang meringkuk di atas sofa dan Bobby yang berusaha menutupi paniknya.

"Kontak Lisa buat titip tugas di sini, tolong." ucap Juni patah-patah dan segera dilakukan Bobby.

Sembari mengontak Lisa, Bobby bertanya, "Telat makan lagi?"

Juni menggeleng, "Hari pertama."

Otak Bobby berkeliling sebentar. Ia diam dan mencerna dengan baik. "Dapet?"

Juni mengangguk.

"Biasanya minum obat apa?"

Juni mengeleng.

"Udah sarapan?"

Juni menggeleng.

Bobby menghela nafas menyadari kebodohan Juni. Ingin rasanya memukul kepala Juni, tapi tak mungkin.

"Sakit banget?"

Juni mengangguk.

"Tunggu bentar ya?"

Bobby menghilang dari sofa ruang tamu kos Juni dan kembali dengan nafas tersenggal. Ia menyerahkan sebuntel teh hangat.

"Ini buat ngompres."

Tak lama setelah itu, Lisa datang mengambil titipan tugas Juni dan dengan buru-buru pamit karena sudah telat mengikuti ujian.

Juni hanya bisa meringkuk menikmati sakit perutnya. Rasanya seperti handuk kering yang diperas paksa padahal tak ada tetes air sama sekali. Kesadarannya meremang tapi ada yang melonjak ke atas dari perutnya.

Tak pikir panjang, Juni bangun dan membuat Bobby panik.

"Kenapa? Kenapa?"

Juni menutup mulutnya tak kuat dengan satu tangan sebab tangan lainnya memegang perut. Ia berusaha bangun dan berjalanan ke toilet. Bobby memapah Juni hingga toilet dan membantu menyingkirkan anak rambut Juni saat Juni mengeluarkan isi perutnya.

Sepertinya ini akan jadi salah satu hari yang panjang.

Bobby, Juni dan JogjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang