Alkid (11.1)

16 1 8
                                    

"Bob."

"Hm?"

Sore itu, Juni dan Bobby sedang duduk berhadapan di salah satu burjoan wilayah KarMal. Juni, yang sudah kehabisan tenaga karena kuliah fullday, sedang menelungkupkan badannya ke meja. Totebag hitamnya menjadi penyangga kepala, sedang kedua tangannya bersidekap. Di sampingnya, segelas es susu putih tersisa esnya saja yang mulai mencair.

Di hadapannya, Bobby sedang sibuk dengan game di ponselnya. Mata dan tangannya fokus ke ponsel. Mulutnya kadang komat-kamit, antara mengumpat dan memberi arahan.

"Gabut."

"Hm"

"Jalan kuy"

"Kemana?"

"Mana aja yang lewat fly over," jawab Juni dengan bayangan fly over UKDW yang lengang dan sore yang menawan.

"Alkid mau?"

"Gass!"

Bagi warga Jogja maupun pendatang, Alkid atau Alun-alun Kidul menjadi salah satu destinasi untuk melepas penat. Entah untuk sekadar foto-foto, olahraga lari sore atau pagi, berkumpul keluarga, dan tentunya untuk pacaran. Orang bilang, gak ke Jogja kalo nggak mampir ke Alun-alun Kidul.

Tenda kaki lima dan penjual jajanan bertengger rapi di sekelilingnya. Mulai dari jajanan kekinian yang sedang hits hingga jajanan lawasan macam es potong. Di sudut timur-utara, ada juga persewaan egrang juga beberapa permainan tradisional. Dan yang pasti, di tiap sudut ada penjaja sewa sepeda goes dengan berbagai bentuk dan hiasan lampu warna-warni.

Malam minggu menjadi waktu teramai dari Alkid karena pengunjung bertumpah ruah. Tak jarang orang-orang yang datang sekadar mencoba peruntungan untuk menguji apakah mereka bisa melewati sela-sela dua beringin supaya keinginannya terkabul atau tidak.

Bobby dan Juni tancap gas menuju Alkid, tentunya dengan Ovan. Namun sayangnya, bayangan Juni soal fly over harus pupus. Karena Jogja pukul 3 sore adalah Jogja yang menyebalkan dengan puluhan kendaraan yang mengantre untuk melewati lampu merah.

Bukan sekali dua kali, kakinya hampir terserempet kendaraan lain karena gaya motoran Bobby yang setengah ugal-ugalan. Sepanjang jalan Juni hanya menahan bete dan menekuk bibirnya. Sampai di alkid, suasana terlalu ramai membuat Juni setengah pening. Hampir saja ia mengumpat jika matanya nggak dengan cepat menangkap bulatan matahari yang jingga keemasan.

Kini mereka sudah duduk di salah satu sisi trotoar yang mengelilingi Alkid. Mereka menghadap ke selatan sekaligus memandangi dua pohon beringin kembar. Juni anteng menatapi hijau daun pohon beringin berpadu dengan langit biru dan awan putih yang mulai menjingga.

Oh ya, tambah lagi gelembung-gelembung sabun yang terbang terbawa angin. Hasil dari permainan anak-anak juga penjual mainan di situ.

Gelembung yang berkilat-kilat terkena cahaya senja. Cantik.

"Jangan ngelamun. Bahaya kalo kesambet di sini."

"Lo ganggu imajinasi gue aja si."

"Ya kan mana tau kalo yang nunggu sini suka ama lo."

"Siapa yang nunggu?"

"Kang parkir."

"HaHaHa... lucu. Ayo lagi," ejek Juni dengan suara tawa datar.

Bobby anteng, ikut memandangi sekitar.

"Bob, lain kali, kalo gabut ke sini aja ya?" ucap Juni dengan senyum tipis dan mata yang mengarah ke gelembung-gelembung yang beterbangan dan pecah begitu saja.

Semenjak itu, Alkid menjadi tempat tujuan Bobby dan Juni kala gabut menyerang. Sekadar duduk-duduk di pinggir trotoar, memandangi bocah-bocah cilik yang bermain parasut atau gelembung, juga orang-orang yang berlalu-lalang.

Ya, demikian hobi Juni, ngeliatin orang-orang dan menikmati suasana sekitar. Sampai kapan? Sampai bosen dan minta pulang, atau minimal laper dan minta makan :)

tbc
🌊🌊🌊

Bobby, Juni dan JogjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang