Mabuk (9.2)

16 1 2
                                    

“Bob! Hape lo bunyi itu! Brisik banget anjing!” teriak Johan dari kamar sebelah.

Bobby tak dengar. Ia sibuk dengan game di komputernya. Telinganya budeg jika sudah disumpel dengan headphone dan dihadapkan dengan game di komputernya.

“Heh! Bob! Hape lo itu berisik anjing malem-malem!” teriak Johan sesaat setelah ia membuka pintu kamar Bobby yang tidak terkunci.

“Lo itu yang berisik treak-treak anying!” sungut balik Bobby.

Johan menarik napas dan bersiap untuk mengomeli Bobby lebih panjang lagi.

“Heh udah! Udah malem juga, masih aja berisik lo berdua,” lerai Jay.

Bobby yang dari awal sudah tau jika ia yang salah pun hanya cengar-cengir menatap air muka Johan yang bersiap menerkamnya di depan pintu kamarnya itu. Mau-tak-mau Bobby segera mengambil ponselnya dari kasur dan mengecek sumber keributan itu.
5 missed call Juni pake lope
Panggilan suara masuk lagi dan Bobby segera mengangkatnya.

“Halo?”

“Bang, Juni mabok.” terdengar suara Lisa di ujung sana.

“Dimana?”

“Prawirotaman, gang deket pasar belok kiri.”

“Ok. Tunggu bentar.”

Bobby segera mengambil jaketnya dan kunci motor.

“Kemana oy?” tanya Jay yang duduk ruang tamu bersama berlembar-lembar kertas folio.

“Jemput anak kucing”

Sampai di lokasi, Juni sudah bersandar pada Lisa. Sementara Lisa berusaha mati-matian mempertahankan temannya itu dari tawaran om-om di seberang.

“Tuh Om, kalo mau ama temen saya, minta ijinnya sama yang punya.” ucap Lisa saat melihat Bobby memasuki area café.

“Daritadi? Kok gak ngajak-ngajak?” tanya Bobby saat mendekat. Matanya memincing saat melihat 3 botol kosong di atas meja.

“Dia yang gamau kasi tau siapa-siapa.”

“Jun? Jun?” panggil Bobby sambil menepuk-nepuk bahu Juni.

“Hmm, apa?” jawab Juni setengah sadar.

“Ayo pulang!” ucap Bobby sambil menarik tangan Juni.

“Hmm iya.” Juni bangun, jalannya sempoyongan. Dengan dipapah Bobby, Juni berhasil sampai parkiran dengan aman, tanpa terantuk apapun.

“Mau kemana?” tanya Juni.

“Pulang lah, emang mau kemana lagi?”

“Jangan pulang, nanti dimarahin Ibuk.” jawab Juni sambil mengerucutkan bibirnya lucu.

Bobby terkikik geli dan membalas, “Biarin. Biar lo dimarahin abis-abisan trus dipukul pake rotan.”

“Gamauuu huhuhuhu”

“Udah ayo. Pegangan!” ucapan Bobby disambut dengan pelukan erat tangan Juni yang melingkari pinggangnya.

Di tengah jalan, Bobby menyempatkan mampir ke minimart karena Juni yang terus-terusan merengek minta susu beruang.

“Nih susu beruangnya!”

Uluran Bobby tidak disambut Juni. Juni malah menutupi mulutnya. Sebentar kemudian gejolak dari perutnya tak bisa ditahan.

“Eh! Eh! Eh! Bentar-bentar! Duhh!"

Bobby dengan sigap memapah Juni ke arah tong sampah. Juni memuntahkan isi perutnya. Bobby sibuk memegangi rambut Juni agar tidak terkena muntahan, tangan lainnya menepuk-nepuk punggung Juni. Mulutnya dengan rewel berucap,”Makanya kalo gak bisa minum, gausah minum.”

“Hmm”

“Udah?”

Juni mengangguk sebagai jawabannya. Lalu nampak senyum manis Juni di antara wajah memerahnya. ‘Manis’, batin Bobby.

Mereka melanjutkan perjalanan pulang. Sesampainya di depan gerbang kosan Juni, Juni tak mau turun. Ia tetap nangkring di atas motor dan memeluk Bobby erat-erat.

“Udah sampe ini. Gamau turun?”

“Gaaa… Nanti dimarah Ibuk.”

“Gaada Ibuk. Ini sampe di kosan lo, Jun.”

“Enggaaa. Gamauuu. Gamauu.”

“Ya terus gimana Juni?”

“Gamau huhuhuhu”

Perdebatan terus berlangsung hingga Bobby jengah dan menyerah. Juni sampai menangis saking tidak maunya. Bobby mengalah dan membawa Juni ke kontrakannya. Hadeh bakalan dinyinyirin bocah-bocah ini mah, batinnya.

Sampai di kontrakan, Juni tidak menolak. Ia yang sudah lelah pun mengikuti kemana saja arah Bobby memapahnya. Bobby memapah Juni ke kamarnya dan membiarkan Juni bertemu dengan kasur. Bobby yang sudah cukup lelah pun menjatuhkan diri dan membaringkan dirinya di sebelah Juni.

Baru sebentar saja, Bobby segera sadar jika ia harus mengungsi ke kamar lain. Ia segera bersiap untuk bangun dari duduknya.

“Lucu ya manusia?” ucap Juni yang matanya kini terbuka dan menatap langit-langit kamar Bobby.

“Hn? Kenapa?”

“Mereka terlalu sibuk sama kehidupannya antarsesama manusia sampe lupa sama habitat hidupnya. Padahal mereka hidup, bernafas, makan, berpijak, bahkan kesibukan sosialnya terjadi di bumi.”

Bobby hanya diam memandangi Juni yang terus berucap.

“Bob, lo pernah mikir nggak kalo akhir dari semuanya bakalan kayak apa?”

Bobby bersiap menyahut, tapi kalah cepat dengan Juni.

“Tapi lo kan nggak pernah mikir Bob. Ehehehehe”

Rasanya jengkel, dan hampir saja Bobby membekap muka Juni dengan guling. Niatnya urung segera saat Juni menariknya untuk turut berbaring di sisi kasur yang kosong.

“Temenin,” ucap Juni pelan.
Tangannya merengkuh Bobby dan menjadikannya sebagai guling. Sementara wajahnya diusak-usakkan ke dada Bobby.

“Aku kucing. Miuuww~”

Demikian ucapan terakhir Juni sebelum benar-benar terlelap dalam pelukan Bobby.

Kalau boleh jujur, Juni versi mabuk benar-benar menggemaskan dan menyenangkan karena semua yang diucapkan adalah kejujuran. Namun Juni yang mabuk juga benar-benar menyusahkan Bobby karena harus menahan beragam gejolak dalam dirinya.

tbc
🌊🌊🌊

Bobby, Juni dan JogjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang