Nanjak dan Sunrise

4 0 0
                                    

Dalam waktu 1 jam, Bobby dan Juni (plus Ovan) sudah melewati perbatasan Jogja-Jateng. Udara dingin dinihari itu mereka tembus dengan kecepatan Ovan 100 km/jam. Mereka melewati tiap sudut jalanan yang lengang dengan lampu oranye berderet.

Juni kagum. Juni belum pernah sekalipun berkunjung ke Magelang, ini kali pertamanya. Sejak awal, ia tak pernah merasa curiga jika perbincangannya dengan Bobby sore tadi -maksudnya sore kemarin- akan membawa ia ke pengalaman baru yang tak diduga-duga.

Bobby yang dengan tenang bertanya jam kuliah Juni esok hari dan dijawab Juni jika ia kuliah siang pukul 11. Juni yang tak acuh dan berharap tidurnya bisa terbalas sesuai dengan hutang tidurnya yang makin menumpuk, kini malah dihadapkan dengan kegilaan Bobby.

"Kalo ambil weekend, pasti rame. Di atas bakal macem camp pengungsian. Abis itu lo kapok naik gunung." jelas Bobby saat mereka melewati flyover Jombor tadi.

"Ya tapi ga sekarang juga Bob," elak Juni karena ragu akan keputusannya naik ke atas Ovan dan membiarkan pemilik gilanya membawa Juni ke keputusan yang salah.

"Udah. Percaya sama gue. Lo pasti kuat." ucap Bobby meyakinkan Juni. Tangannya terulur menarik tangan Juni yang bertengger di pinggangnya. Menariknya hingga melingkari pinggangnya dan berharap Juni tak kedinginan.

Setelah banyak jalanan sepi dan lampu redup mereka lewati, juga setelah sarapan yang kepagian (banget), dan juga tanjakan dan tikungan mereka lewati, mereka sampai di basecamp Sawit. Basecamp yang lebih mirip deretan rumah-rumah penduduk dengan beberapa deret toilet juga sebuah loket menyambut pandangan mata Juni.

Awalnya Juni merasa canggung. Lingkungan baru yang tak diketahui bagaimana tata kramanya selalu membuat Juni canggung.

"Mau naik Mas Mbak?"

"Iya Pak. Rame nggak Pak?" jawab Bobby pada tukang loket.

"Gak terlalu Mas."

Sementara Bobby mendaftar dan membayar di loket, Juni memilih duduk di salah satu emperan rumah penduduk yang jadi basecamp. Ia meluruskan kakinya dan membiarkan punggungnya bersandar pada salah satu tiang teras.

"Dari mana Mbak?" tanya seorang pendaki laki-laki bersama rombongannya.

"Dari Jogja Mas."

"Loh, jauh-jauh Mbak?"

Juni tersenyum menanggapi.

"Berdua aja?"

"Iya. Dadakan ini kok."

"Kalo sama tahu bulat apanya Mbak?"

Juni tertawa, ia hampir tertawa sekeras-kerasnya jika tak ingat jika ini pukul 3 dinihari. Rekan serombongan mereka juga tertawa.

Bobbyselesai dengan urusan pendaftaran dan lainnya, segera menghampiri Juni danbergabung dengan rombongan tersebut. Berbincang sejenak dan memutuskan untuknaik dahulu.

tbc

Bobby, Juni dan JogjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang