biar lena aku
bermimpikan bahagia.Nafasnya turun dan naik. Dia memicit dahinya lalu berpaling ke kiri, sekali gus lari daripada memandang situasi yang sangat teruk di hadapannya ini. Tangisan adik perempuannya, dan tengkingan papa bergema pada ruangan tamu usai sahaja mereka selesai makan malam. Semuanya gara gara Nur Qistina, yang sengaja membuka mulut mengenai keputusan peperiksaan yang agak memberangsangkan baru baru ini.
Dan seperti biasa, antara kakak dan si adik pasti akan dibandingkan dan menjadi isu pada setiap hari. Di mata mereka, si kakak bagai seorang permata yang sangat bernilai manakala si adik hanyalah kaca yang tidak bernilai. Kaca yang sesuka hati dihempas dan dipecahkan tanpa memikirkan cara untuk mencantumkan kembali. Along yang duduk tenang di sofa bersama mama dipandang hambar.
" ENOUGH HUMAIRA! Cant you take your sister as your role model? Tak boleh ke sekali ini kau buat apa apa perkara yang boleh membanggakan kami?! " Jeritan yang lantang sangat bergema. Si adik yang jatuh ke lantai tadi secara perlahan bangun dengan berpaut pada kaki sofa itu.
" Berhenti menangis! Itu bukan apa yang aku nak! " Umpama ugutan, air mata yang baru sahaja mengalir itu dikesat laju. Namun air mata mengkhianati tuannya sendiri. Walau berulang kali dia mengesatnya, namun makin lebat jua air mata yang keluar itu. " Oh god. " Tengku Arman menutup matanya sebentar.
" I SAID ENOUGH! Berhenti menangis di depan aku sekarang ini atau aku akan buat lebih terus daripada tadi! " Dan jerkahan kuat beserta pasu bunga di tepinya yang ditepis membuatkan bahu Humaira terhenjut. Humaira tergamam. Angah yang duduk tadi kini terbangun secara tiba tiba.
" Cukup papa.. " Matanya turun dan naik melihat kaki dan tangan si adik yang berbirat merah gara gara dipukul dengan tali pinggang kulit yang beribu harganya. " Cant you see what have you done to her? "
" Angah.. " Panggilan daripada along, membuatkan dia berpaling. " Jangan masuk campur. Ini bukan urusan engkau. " Suaranya keras dan dingin. Angah sedikit tergamam. He said what? Jangan masuk campur dalam hal ini dan biarkan sahaja si adik ini ditengking dan dijerkah di hadapan semua orang di sini?
" For sure, engkau sama sama macam papa. Hanyakan pentingkan maruah dan reputasi, tanpa memikirkan soal hati dan perasaan setiap manusia yang ada di sekeliling mereka. " Angah tertawa mengejek. Secara perlahan dia memegang telapak tangan Humaira lalu menarik gadis itu dekat dengannya.
Nafas dihela.
" Walau macam manapun keadaan Humaira--she still your daughter, papa. " Matanya naik menatap wajah seluruh ahli keluargannya ini. Namun kata kata dari papa, membuatkan dia mengecilkan matanya.
" Dia bukan anak aku, selepas kematian Adam. Bukan. Dari dulu lagi aku tak pernah anggap budak austime nie sebagai anak aku. And now what? Engkau nak aku layan budak tak guna ini sedangkan dia langsung tak memberikan apa apa manfaat kepada aku? " Aryan tergamam. Sanggup lelaki tua ini menuturkan kata kata sebegini? Along yang tak tahan dengan situasi yang semakin tengang ini mula membawa diri ke atas.
" Look at her. " Jarinya ditudingkan ke arah Nur Qistina. Anak perempuan pertamanya. " Captain of cheerleader, pemegang terbaik dalam bidang sukan and akademik, and soon will be a best speaker to our country. Dia naikkan nama papa dan sekali pun dia tak pernah nak malukan aku, jatuhkan air muka aku. "
YOU ARE READING
0.1 | M I K A S Y A
Teen FictionMikasya | Kau, Mr Beku Aku. " Wajah ini, aku tak akan biarkan ia mampu untuk tarik perhatian King. " pisau lipat yang saiznya kecil dikeluarkan dari poketnya. " Tolong! Sakit! " jeritnya dengan penuh kuat. Namun jeritan itu menjadi sia sia tatkala...