Chapter 40 - Kawanan Serigala (part 2)

3.9K 254 21
                                    

Munding masih tetap memperhatikan kawanan serigala itu dengan rasa penasaran yang makin bertambah. Dia sadar kalau ada semacam aturan yang dipakai dalam kawanan itu. Mereka tertib dan teratur. Ada sesuatu yang membuat mereka menuruni lembah dengan urutan tertentu. Ada seekor serigala yang memegang kendali dalam kawanan mereka.

Selain sang pemimpin, ada beberapa serigala juga yang terlihat lebih kuat dan ganas dari serigala lain dalam kawanan, tapi mereka masih tetap mengikuti perintah pimpinan kawanan.

Ketika kawanan serigala itu sampai di lembah tempat Munding berdiri, dua ekor serigala yang terlihat paling lemah dalam kawanan dan berada di depan terlihat kebingungan dan tidak tahu harus menuju kemana, tiba-tiba terdengar suara lolongan dari belakang kawanan yang berasal dari sang serigala yang berjalan sendirian dan berada paling belakang.

Kedua serigala yang ada di depan barisan terlihat ketakutan dan segera berjalan kembali tapi salah satunya mengambil arah yang berbeda dari lainnya. Tiba-tiba seekor serigala yang berada di belakang mereka melompat dan menerkam serigala tersebut.

Serigala lemah yang menjadi korban terkaman serigala yang ada di belakangnya terlihat ketakutan dan memasukkan ekornya diantara kedua kaki belakangnya. Dengan cepat, dia segera merebahkan tubuhnya diatas punggung sebagai isyarat kalau dia mengakui dominasi serigala yang baru saja menyerangnya.

Serigala itu lalu kembali ke dalam kawanan dan mereka semua kembali berjalan dalam satu garis lurus menyusuri salju tebal di lembah ini.

Angin masih berdesau-desau dengan keras dan membawa butiran salju melayang kesana kemari.

Munding terpana ketika menyaksikan semua itu. Kini dia sadar apa yang membuat kawanan itu bisa sangat teratur.

Hierarchy.

Ada hierarchy yang jelas dalam kawanan serigala. Ada Alpha sang pemimpin kawanan, ada Beta, para serigala yang menjadi prajurit dalam kawanan dan satu tingkat dibawah sang Alpha dan ada serigala biasa dalam kawanan.

Tapi selain ketiga itu, ada juga para serigala Omega yang menjadi korban bully-an anggota kawanan dan siap untuk dikorbankan setiap saat. Mereka juga menjadi sasaran anggota kawanan yang lain untuk meredakan konflik yang mungkin terjadi, seperti dua ekor serigala yang berada di depan barisan kawanan serigala itu.

Itu artinya, sekalipun pada dasarnya mereka semua adalah serigala, tapi ada hierarchy untuk para serigala dalam kawanan. Tidak setiap serigala adalah pemimpin dalam kawanannya. Mereka juga ada yang menjadi prajurit, ada serigala biasa dan mereka bahkan punya serigala yang menjadi kambing hitam dalam kawanan.

Jadi, tidak semua serigala bisa dan mampu mengikuti keinginannya sendiri. Tidak semua serigala akan selalu mengikuti nalurinya. Tidak semua serigala akan menjadi Alpha. Akan ada serigala yang menjadi Beta, Omega atau sekedar serigala biasa dalam setiap kawanan.

Akan ada serigala yang hanya bisa mengikuti perintah sang Alpha. Dia tetap seekor serigala, tapi dia harus mengabaikan nalurinya dan mengikuti keinginan pimpinan kawanannya.

Dan begitu juga dengan serigala petarung seperti Munding dan Afza. Munding kini sadar kalau proses inisiasi Afza dan mungkin anggota tim Merah Putih yang lain membuat mereka menjadi serigala petarung yang mungkin hanya akan menjadi Beta bukan Alpha. Ada kesalahan mendasar yang dimiliki oleh pihak militer dengan pemahaman mereka tentang konsep serigala petarung yang mereka lakukan.

Tapi Munding juga mulai curiga, apakah jangan-jangan semua ini disengaja oleh pucuk pimpinan mereka sendiri? Mereka merasa ketakutan untuk menciptakan serigala petarung yang akan menjadi Alpha karena mereka tidak akan semudah itu dikendalikan dan mungkin tidak akan mengindahkan lagi komando militer dari pimpinannya?

Hingga akhirnya, mereka memutuskan untuk menciptakan konsep pelatihan serigala petarung yang sedari awal hanya ditujukan untuk mencetak para serigala prajurit saja? Bukan para pemimpin kawanan?

Munding masih larut dalam pikirannya ketika sang Serigala Alpha berjalan pelan menuruni lembah dan akhirnya berdiri di depan Munding. Sang Alpha tiba-tiba menatap tajam ke arah Munding dan seolah-olah mengetahui kalau Munding ada disana dan berdiri di tempatnya berada.

Munding tercekat. Dia tidak mengalami hal ini sebelumnya. Sang Alpha masih menatap tajam ke arah Munding seolah-olah dia tahu kalau Munding ada disana. Munding tahu kalau sang Alpha hanya memgandalkan nalurinya yang peka untuk menyadari keberadaan sosok 'dirinya' di tempat ini.

Serigala Alpha lalu menggeram pelan dan terlihat seolah-olah menundukkan kepalanya ke arah Munding sebagai tanda memberi hormat. Rasa hormat bukan karena mengakui dirinya berada di bawah Munding, tapi lebih kearah respect kepada sesama Alpha yang memiliki status sama. Munding mengetahuinya begitu saja dengan nalurinya.

Munding tersenyum dan menganggukkan kepalanya sebagai balasan.

Sang Alpha lalu memutar badannya dan berjalan mengikuti kawanannya menyusuri lembah bersalju ini. Tak lama kemudian dia menolehkan kepalanya ke arah Munding dan melolong keras ke angkasa setelah itu.

Munding tiba-tiba merasakan dirinya seperti melayang dengan cepat dari tempat itu dan ketika dia membuka kembali matanya dia sudah kembali berada di puncak bukit dalam keadaan bersila di depan Afza.

Wajah Munding terlihat tenang dan tidak kebingungan seperti tadi. Afza dapat melihat dengan jelas perubahan raut muka Munding sejak awal tadi dan ketika dia melihat wajah tenang Munding, ada sesuatu yang tiba-tiba muncul dalam dadanya.

Afza merasa sedang berada di depan seseorang yang dia sama sekali tidak keberatan untuk mengikuti semua perintahnya. Seorang laki-laki yang dia bersedia memasrahkan semuanya dan mengikutinya. Seperti seekor serigala Beta terhadap sang Alpha.

Afza tak pernah merasa seperti ini sebelumnya terhadap seorang laki-laki dan ketika dia menyadari perasaannya sendiri, semburat merah muncul di wajahnya dan Afza pun dengan reflek menundukkan wajahnya.

Munding merasa aneh dengan perubahan sikap Afza yang terlihat berbeda dengan tadi.

"Kamu kenapa?" tanya Munding keheranan.

"Kamu tu yang kenapa," bantah Afza dengan cepat sambil mengangkat wajahnya untuk sesaat lalu dengan cepat memalingkan wajahnya.

"Ish," decak Munding sambil menggelengkan kepalanya.

"Aku sekarang bisa menebak kenapa intent kalian terlihat polos dan tanpa determinasi," kata Munding.

"Ya?" tanya Afza.

"Pertama, kalian terlalu sering melakukan sparing dan tak pernah melakukan duel sesungguhnya. Kedua, kalian memang prajurit. Tanpa seorang pemimpin, kemampuan kalian tak akan bisa keluar dengan sepenuhnya," jawab Munding.

Afza terlihat memikirkan perkataan Munding sambil menundukkan kepalanya. Tapi dia sama sekali tak bisa berkonsentrasi sama sekali, semua isi pikirannya kini dipenuhi oleh bayangan laki-laki yang kini masih duduk di depannya.

"Terserah. Aku akan memikirkannya nanti," jawab Afza yang membuat Munding mengrenyitkan dahi.

Tapi Munding tak begitu ambil pusing dengan sikap Afza yang sedikit aneh. Pagi ini, Munding mendapatkan pengalaman yang sangat berharga bagi dirinya sendiri dan membuatnya jauh lebih memahami perjalanan panjangnya sebagai seorang serigala petarung. Dan dia harus berterima kasih kepada Afza untuk itu.

"Terima kasih," kata Munding ke arah Afza sambil beranjak berdiri.

"Untuk apa?" jawab Afza kebingungan.

"Untuk semua yang kamu lakukan. Kamu membuatku sadar sisi lain dari serigala petarung yang selama ini tidak aku pahami," jawab Munding.

"Humph. Kalau begitu, kamu hutang padaku. Aku akan menagihnya nanti," jawab Afza sambil berdiri mengikuti Munding meskipun dia tidak begitu mengerti maksud laki-laki itu.

Kedua orang itu lalu berjalan turun ke markas dengan menyusuri jalan setapak diantara pepohonan yang ada di bukit itu.

=====

Author note:

Chapter ke 2 dari 2.

munding:MerahPutih (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang