Chapter 2 - Warung Remang-Remang

5.5K 263 33
                                    

Kehidupan terus berjalan.

Pada awalnya, hanya Munding sekeluarga dan anak-anak yang sering sholat di mushola, lambat laun beberapa tetangga Munding juga mulai rajin ke sana.

Sebagian dari mereka bernasib sama dengan Munding dulu. Nggak ngerti bacaan sholat, nggak bisa baca Al Quran dan bahkan nggak bisa wudhu. Munding dan Nurul mengajari mereka pelan-pelan. Tentu saja tidak memakai metode sabetan rotan seperti waktu Pak Yai mengajari Munding kecil.

Mushola di samping rumah Munding semakin rame. Mereka tidak hanya datang saat waktu sholat atau saat menjemput anaknya mengaji, terkadang mereka juga akan duduk bercengkerama dan ngobrol ngalur ngidul selepas Isya.

Nurul yang akan selalu kebagian jatah membuatkan kopi dan makanan cemilan untuk mereka.

"Mas," panggil Nurul dari dalam rumah.

"Tunggu, aku ambilin kopi dulu ya?" kata Munding.

"Siap Ustadz," jawab mereka yang asyik duduk dan ngobrol di teras mushola.

Tak lama kemudian, Munding sudah kembali dengan satu teko kopi dan sepiring tempe goreng.

"Makasih Tadz," kata salah seorang bapak-bapak tetangga Munding sambil menyambar tempe di piring, padahal belum juga turun dari tangan Munding ke lantai.

"Aduuhhh," kata si Bapak sambil menjatuhkan tempe itu kelantai.

"Masih panas tempenya," kata Munding sambil tersenyum.

"Ustadz ni apaan sih? Dah dipegang baru ngomong," sungut si Bapak yang langsung disambut gelak tawa yang lain.

Seperti itulah candaan mereka sehari-hari.

=====

"Mas," panggil Nurul pelan.

Munding dan Nurul berpelukan di ruang keluarga. Munding masih asyik menonton channel favoritnya di televisi, Nat Geo.

"Hmmm?" jawab Munding.

"Nurul mau tanya," bisik Nurul pelan.

"Apa?" jawab Munding yang masih asyik melihat ke televisi.

"Kewajiban suami kepada istri tu apa?" bisik Nurul kali ini makin dekat ke telinga Munding dan membuat bulu kuduk Munding merinding.

Munding mengernyitkan dahi, masih belum ngeh dengan kemauan kekasihnya.

"Suami wajib ngasih nafkah lahir dan batin ke istrinya. Ngapain sih Dek Nurul nanya gituan?" jawab Munding.

Nurul makin mendekat dan kali ini Munding bisa merasakan hembusan nafas istrinya di telinga.

"Nurul pengen dinafkahin, Mas," bisik Nurul sambil mencium daun telinga Munding dan membuat suaminya kegelian.

Munding tersenyum dan langsung mencium istrinya, "ngomong kek dari tadi, pake muter-muter segala," kata Munding setelah itu.

"Mas Munding tu yang nggak peka," sungut Nurul.

Munding tertawa kecil dan mengangkat tubuh istrinya ke atas pangkuannya. Enteng kalau buat Munding mah.

Nurul menjerit kaget, "Mas Munding," protes Nurul sambil merapikan bajunya yang acak-acakan.

"Katanya minta dinafkahin?" kata Munding, kemudian tangannya mengeluarkan jurus silat untuk menyerang Nurul.

Setelah itu, hanya suara desahan Nurul yang sedang bergerak naik turun di atas pangkuan Munding dan dinafkahi suaminya terdengar dari ruang keluarga rumah mereka.

=====

"Kurang ajar, makin lama kok makin sepi aja tempat ini," gerutu seorang pria berbadan besar dan tattoo memenuhi lengannya.

munding:MerahPutih (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang