Chapter 110 - Kembali

3.6K 238 32
                                    

Nurul merasakan tarikan yang luar biasa dan membawanya melayang jauh dari dunia yang dipenuhi kegelapan dan selama ini telah menjebak suaminya. Dia tak tahu sudah melayang berapa lama, tapi Nurul hanya bisa pasrah akan takdirnya.

Booommmmmmmmm.

Sebuah suara ledakan tiba-tiba terdengar keras sekali ketika Nurul merasakan dirinya menabrak sesuatu yang membuat tubuhnya terasa dibanting ke atas lantai yang keras. Setelah itu, Nurul merasakan seluruh tubuhnya terasa berat dan kesakitan.

Nurul mencoba membuka matanya tapi dia tidak bisa.

Tapi, tiba-tiba terdengar sebuah suara yang dia kenal di telinganya, suara Tante Aisah.

“Nurul, selamat datang kembali. Beristirahatlah dulu, kondisimu masih sangat lemah.”

“Nurul.. Alhamdulillah, kamu masih bisa diselamatkan Dek..”

“Ndukkkk...”

Nurul mendengar berbagai teriakan di sekelilingnya tapi tubuhnya terasa lemah sekali. Dan tiba-tiba saja dia merasa sangat lelah dan ingin tertidur. Semuanya menjadi gelap beberapa detik kemudian.

“Uhuukkkkkk.”

Aisah langsung muntah darah ketika dia selesai mengucapkan kalimatnya ke telinga Nurul barusan. Apa yang dia lakukan sebenarnya sangat berbahaya. Seorang petarung manifestasi seperti dirinya sangat paham mengenai kesadaran diri, dan Aisah tahu kesadaran diri Nurul sedang ‘mengembara’.

Aisah menggunakan intent miliknya dan mencoba memanipulasi intent Nurul. Intent seorang manusia biasa yang lemah seperti Nurul tentu dapat dengan mudah dimanipulasi oleh Aisah. Intent Nurul menuntunnya ke lokasi dimana kesadaran diri Nurul berada.

Tanpa berpikir panjang, Aisah langsung ‘memaksa’ Nurul untuk kembali ke tubuhnya.

Yang Aisah tidak ketahui adalah Nurul sedang berada di dalam tubuh Munding. Lebih tepatnya sedang berada di dalam cangkang Naluri yang memenjarakan kesadaran diri Munding. Dan ketika Aisah memaksa untuk membawa Nurul keluar dari dunia kegelapan itu, Aisah baru menyadari kalau tak akan semudah itu untuk membawa Nurul kembali pulang.

Disinilah Aisah sekarang, terduduk di lantai rumah sakit ruang operasi di samping ranjang Nurul sambil memegangi dadanya yang terasa sesak dan sakit.

“Aisah, kamu tak apa-apa?” tanya Pak Yai dan Leman berbarengan.

“Aku sedikit kelelahan saja Mas,” jawab Aisah, kalian tahu lah dia jawab pertanyaan siapa.

Aisah menutupi luka dalam yang dideritanya. Benturan antara intent Aisah yang menyelimuti dan melindungi Nurul tadi saat berbenturan dengan naluri Munding yang membentuk cangkang pertahanan diri sangatlah fatal.

Aisah masih bergidik ngeri saat membayangkan clash yang dialaminya tadi.

“Dimana Aisah terjebak tadi?” tanya Aisah dalam hati.

Cynthia membantu gurunya bangun lalu memapahnya ke kursi yang ada di samping ranjang Nurul. Sedangkan Amel dan Bu Nyai tak dapat menyembunyikan kegembiraannya dan masih memeluk Nurul.

“Cynthia, bawa Perawat tadi dan semua alat suntik yang dia gunakan. Kita akan interogasi dia sebentar lagi. Biarkan aku istirahat dulu,” kata Aisah dengan nada lembut dan tak sesadis tadi.

“Baik Guru,” jawab Cynthia dengan cepat.

Sang Perawat hanya menundukkan kepalanya dengan wajah ketakutan. Dia tak akan bisa terlepas dari masalah ini. Dia tahu benar kalau hukum tak bisa menyentuh orang-orang yang sedang berada di depannya sekarang.

“Sini,” kata Cynthia sambil menyeret si Perawat ke sebuah kamar kosong yang berjarak beberapa ruang dari kamar operasi Nurul.

Tak lama kemudian, seorang dokter membawa peralatan yang dipakai oleh si Perawat ke ruangan itu dan meletakkannya ke atas meja. Cynthia memberinya isyarat agar pergi meninggalkan ruangan ini.

“Bang, Nurul sekarang sedang dalam masa pemulihan. Abang temani saja Mbak Rabiah dan Nurul di sini, biar urusan ini kami berdua yang urus,” kata Leman kearah Pak Yai.

Pak Yai terdiam dan berpikir sebentar, lalu dia menganggukkan kepalanya dan mendekati ranjang Nurul. Tempat istrinya dan Amel masih tersenyum gembira sambil memeluk putrinya.

Aisah berdiri lalu dia berjalan mengikuti Leman yang sudah duluan keluar menuju ke ruangan tempat si Perawat bersama Cynthia. Kini saatnya mereka tahu apa penyebab semua insiden yang hampir saja merenggut nyawa keponakan mereka ini.

Cynthia duduk diatas meja dan si Perawat dengan gemetar ketakutan duduk di kursi yang ada di depannya. Di atas meja terdapat peralatan medis yang digunakan si Perawat untuk membius Nurul sebelum proses operasi tadi. Cynthia tak memegangnya dan hanya menatap tajam ke arah si Perawat.

“Kamu tahu keluarga siapa yang barusan saja kamu coba bunuh?” tanya Cynthia pelan.

Si Perawat menggelengkan kepalanya dengan cepat, berharap kalau ketidaktahuannya akan mengurangi hukuman dan siksaan yang akan dia terima.

“Keluarga seseorang yang bahkan kakekku sendiri, Paulus Hong, tak berani mengusik mereka!!” teriak Cynthia sambil melotot ke arah si Perawat.

Si Perawat makin ketakutan mendengar kata-kata Cynthia. Bagaimana mungkin seorang Paulus Hong takut kepada keluarga sederhana dengan nama Munding atau Nurul? Itu nama kampungan yang dapat dengan mudah ditemui di pinggir jalan, gumam si Perawat dalam hatinya, tak percaya.

“Kamu sarapan apa pagi ini? Nyalimu besar sekali? Hati Singa? Empedu Harimau? Atau otak Monyet?” tanya Cynthia sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Membuat sesuatu yang ada disana terlihat makin besar.

Saat itulah Leman masuk bersama Aisah ke dalam ruangan.

Cynthia berdiri, menunggu Gurunya dan Leman ke meja ini. Cynthia duduk di seberang meja si Perawat dan sama sekali tak melihat ke arah si Perawat. Leman berdiri saja di belakang Aisah dan Cynthia. Dari dulu yang menjadi Shadow dan informan kan Aisah, Leman tak pernah melakukan interogasi. Paling mentok dia bagian eksekusi.

“Kamu dibayar berapa untuk membius keponakanku sampai tewas?” tanya Aisah tanpa menoleh ke arah si Perawat.

“250 juta...” jawab si Perawat dengan tubuh bergetar.

Dia tahu kalau wanita yang ada di depannya adalah Guru dari Cynthia Hong yang konon katanya, Paulus Hong juga masih harus memberikan rasa hormatnya ke wanita ini. Tentu saja dia takut sekali saat ditanyai barusan.

“Di bayar di muka atau di belakang?”

“Separuh di muka separuh di belakang,” jawab si Perawat cepat.

“Jadi nyawa keponakanku hanya seharga 250 juta ya?” gumam Aisah entah keapda siapa.

Si Perawat terdiam dan menundukkan kepalanya.

“Kamu bertemu langsung dengan orang yang memakai baju badut itu?” tanya Aisah datar dan terdengar sambil lalu.

“Aku bertemu dengannya cuma sekali. Dia yang ...” Si Perawat tiba-tiba terdiam.

“Kapan aku mengatakan kalau yang menyuruhku adalah orang berbaju badut?” teriak si Perawat dalam hati.

“Aisah, maksudmu si Clown?” tanya Leman.

Aisah hanya menganggukkan kepalanya, “Aku tak tahu apa yang dia pikirkan dengan melakukan ini. Tapi aku bisa dengan mudah mengenali serum buatannya,” gumam Aisah.

=====

Author note:

Chapter ke 2 dari 2.

1 chapter lagi segera meluncur.

munding:MerahPutih (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang