Sebuah Catatan - Aplikasi

3.3K 154 20
                                    

Saya lagi cengoh nungguin nyonya ngantri di dokter gigi meriksain si kecil yang ancur giginya gegara suka yang manis-manis, jadinya iseng nulis ginian.

Dalam catatan ini kita akan bahas aplikasi konsep serigala petarung dalam dunia nyata. Bukan jawaban akan pertanyaan apakah serigala petarung beneran ada? Tapi, apakah mungkin orang biasa menjadi serigala petarung sesungguhnya?

Kalian bisa jawab sendiri setelah membaca ulasan nggak mutu di bawah.

Sesuai konsepnya, seorang serigala petarung adalah seorang manusia yang setelah melatih kemampuan dirinya hingga akhirnya mempunyai kesadaran penuh bahwa dia sudah berada di luar 'sistem'.

Dia merasa bahwa dirinya tak lagi spesies yang sama dengan orang lain di sekelilingnya. Dia merasa bahwa dia dapat dengan mudah menghabisi nyawa orang lain dengan kemampuan yang dia miliki.

Bagaimana jika,

Ada seorang pebeladiri yang benar-benar mendedikasikan diri sepenuhnya untuk mengembangkan kemampuannya untuk tujuan itu?

Bagaimana jika ada seseorang yang benar-benar meninggalkan semuanya, sekolah, pekerjaan, keluarga dan semua ikatan lainnya dan berlatih di hutan dan gunung seorang diri dan menantang batas kemampuan dirinya sebagai manusia biasa?

Ini pernah menjadi kenyataan dan dilakukan oleh manusia.

Yang paling terkenal tentu saja Mas Oyama, pendiri Kyokushin yang konon mampu mematahkan tanduk kerbau dengan tangan kosong. Dengan kemampuannya, sanggupkah kita seandainya harus melawan dia dalam pertarungan hidup mati?

Jadi, secara kemampuan, manusia memiliki potensi tak terbatas yang mungkin digali menuju ke arah sana.

Sekarang, kita bahas konsep 'naluri predator'.

Bagi kita yang hidup dalam society yang setiap saat selalu diatur oleh norma salah dan benar, menghabisi nyawa orang adalah sesuatu yang tabu. Tapi tahukah kalian bahwa sejak dulu, demi survival, membunuh orang adalah kewajaran dan bahkan kewajiban.

Kita dimangsa atau memangsa.

Ketika dihadapkan pilihan yang mengancam jiwanya, seseorang pasti akan melakukan apapun untuk mempertahankan dirinya.

Untuk pembaca yang setidaknya pernah mengikuti survival training. Dalam tahapan akhir pasti akan menerima sebuah pemaparan konsep yang sangat tidak mengenakkan dan benar-benar membuat kita bertanya tentang konsep kemanusiaan.

Pada suatu titik, dimana kita dihadapkan dalam kondisi survival yang sangat kritis. Kita dianjurkan untuk 'mengorbankan' rekan sendiri yang terlemah untuk menjadi 'penyokong' bagi rekan-rekannya yang lain.

Baik itu sea survival, ataupun survival tipe lain. Pelajaran terakhir pasti akan selalu memasukkan itu. Kita dianjurkan untuk 'memangsa'  rekan kita demi keberlangsungan rekan-rekannya yang lain.

Pernah kalian melihat film 'Life of Pi'?

Itu adalah sebuah film survival yang sangat dalam maknanya. Sebuah cerita tentang seorang pemuda yang 'terpaksa' harus membunuh dan memangsa semua orang dalam perahu sekoci dan hanya dia sendiri yang bertahan hingga akhir.

Tetapi, orang-orang yang lain diibaratkan sebagai berbagai jenis binatang yang berhasil naik ke atas sekoci bersama dirinya. Aslinya? Bukan binatang melainkan orang yang berhasil menyelamatkan diri dalam perahu dan harus saling membunuh demi survival.

Dan sang Harimau? Dia adalah si Pi sendiri yang mengibaratkan dirinya sebagai pemangsa dengan kasta tertinggi yang berhasil selamat sampai akhir.

Mungkin muncul pertanyaan lain, bisakah kita menggunakan faktor luar untuk mencapai kondisi itu seperti yang terjadi dengan Clown.

Mungkin saja, sebagai contoh, ketika kita memegang pistol sedangkan semua musuh kita hanya bertangan kosong. Pasti kita merasa kalau mereka bukanlah siapa-siapa. Kita bisa menghabisi mereka dengan sekali tarik pelatuk saja. Bisa saja itu membuat dia membangunkan naluri alaminya menjadi seorang pemangsa.

Teringat betapa arogannya Kang Parto beberapa tahun lalu saat membubarkan kerumunan wartawan dengan tembakan pistol ke udara yang menuai banyak komen negatif kala itu.

Tapi, kalau kita sendirian di tengah malam, dihadang orang di tengah jalan, akankah pistol itu mengacung ke atas?

Bahkan untuk saya pribadi, ada masanya ketika saya harus selalu menyimpan pisau lipat dalam saku selama 24 jam kemanapun saya pergi. Karena saya merasa terancam, dan saya butuh itu demi mendapatkan kondisi psikologis 'merasa sedikit aman'. Banyak rekan lain yang saya ketahui dengan pasti melakukan hal yang sama.

Salah satu kawan yang mungkin dalam kategori yang lebih ekstrim, selalu membawa senjata api berijin kemana-mana. Tapi itu tak berlangsung lama, karena menurut dia, dia justru merasa berubah menjadi lebih mudah emosi.

Padahal saya tahu pasti kalau dia tak dibekali dengan kemampuan yang cukup untuk menggunakan senjata itu.

Lama kelamaan mungkin dia jadi 'predator' yang sesungguhnya.

Dan bagaimana jika, di luar sana, ada sekelompok orang yang memang dilatih untuk tujuan itu?

Diajari, dididik, didoktrinasi, selama bertahun-tahun, secara terus menerus dan sistematis, dengan sistem yang sudah diciptakan secara khusus untuk tujuan itu, bagai sebuah pedang yang siap dihunus saat dibutuhkan demi kepentingan kelompoknya.

Satu-satunya konsep yang memang terlalu hiperbola adalah 'mode tarung', ini susah direalisasikan. Sekalipun mungkin saja terjadi.

Buktinya, saat saya remaja dulu dan gemar bermain tenis meja, saya pernah bertanya kepada kawan saya yang paling jago.

"Memang bola ping pong secepat itu kelihatan?"

Dan dia menjawab dengan anggukkan kepala, padahal saya sendiri nggak lihat sama sekali bolanya, hanya menebak dari arah bola datang dan memperkirakan pantulannya saja.

Dari situ saya sadar, kemampuan mata orang berbeda satu dengan yang lain, seseorang mampu menangkap gerakan benda yang lebih cepat dan bergerak secara reflek untuk mengikutinya berkat latihan dan mungkin bakat alam.

Akhir kata, silahkan jawab sendiri, mungkinkah kita menjadi serigala petarung?

Semoga saja para serigala petarung itu hanya tetap berada dalam khayalan saya saja.

munding:MerahPutih (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang