Chapter 35 - Ular

3.9K 245 42
                                    

“Munding, kamu dari mana saja?” tanya Afza yang berdiri di depan pintu kamarnya.

Munding menolehkan kepalanya ke arah Afza dan terlihat bingung. Haruskah dia memberitahu apa yang barusan dia alami di bukit belakang markas mereka ini?

Tapi, di saat Munding sedang bingung untuk memberikan jawabannya kepada gadis manis yang menjadi rekan satu timnya dan berasal dari Angkatan yang sama, sebuah suara mengagetkan Afza.

“Munding baru saja sparing dengan kami. Kamu tenang saja, kami tidak bermaksud jahat kok,” kata Anggie yang berjalan bersama-sama dengan Arya dan menyusuri koridor lantai dua markas yang menjadi kamar-kamar akomodasi para anggota Tim Merah Putih.

Afza melirik sedikit penasaran ke arah Munding lalu dia melihat ke arah pasangan petarung dari Angkatan Laut itu. Tak lama kemudian, Afza menarik napas dalam dan berjalan menuju ke kamarnya.

Munding menatap Anggie dengan pandangan mata berterimakasih karena sudah diselamatkan dari kondisi canggung yang baru saja dialaminya lalu dia masuk ke kamarnya sendiri.

Hari ini melelahkan dan Munding ingin segera membenamkan tubuhnya ke alam mimpi.

=====

Keesokan paginya, Munding bangun pagi sekali sesuai jam biologisnya. Tapi dia sedikit merasa aneh karena tidak mendengar suara adzan subuh di sekitarnya. Munding melirik jam di dinding kamarnya dan yakin kalau sekarang seharusnya waktunya subuh.

Munding membuang sedikit tanya tadi yang muncul di kepalanya lalu berjalan keluar dari kamar menuju ke kamar mandi. Setelah dia selesai melaksanakan kewajibannnya, Munding berjalan turun ke lantai satu yang terlihat lengang dan keluar menuju ke bukit di belakang markas yang semalam menjadi tempatnya mencari keringat bersama Arya dan Anggie.

Udara pagi yang masih segar dengan leluasa memasukki paru-paru Munding yang berlari kecil sekedar untuk menghangatkan tubuh.

Munding juga melakukan sedikit gerakan pemanasan sembari berlari kecil di atas jalan setapak yang berada di antara pepohonan yang tidak terlalu lebat. Tanpa sepengetahuan Munding, seorang gadis memperhatikan gerak-geriknya dari kejauhan. Si Gadis berlari kecil di jalan setapak yang agak jauh dari Munding, tapi posisinya berada di sebelah atas bukit. Membuatnya leluasa melihat Munding dari tempatnya berada.

Dengan sedikit rasa penasaran, si Gadis lalu berlari turun ke tempat Munding sedang melakukan gerakan pemanasan ringan.

“Untuk ukuran murni orang sipil, kamu termasuk rajin dan disiplin,” kata si Gadis yang sekarang sudah berdiri tak jauh dari Munding.

Munding menolehkan kepalanya dan melihat seorang gadis menggunakan pakaian training sedang berlari kecil dari arah atas bukit. Mia, anggota Tim dari Brimob.

Mia tersenyum ke arah Munding sambil berjalan. Mia adalah gadis yang cantik dan manis. Kalau lah dia tidak cantik, Rony tidak akan tergila-gila kepadanya selama bertahun-tahun. Di antara para prajurit wanita yang tergabung di dalam tim Merah Putih, Mia bisa dianggap yang tercantik. Meskipun klaim tersebut tidak bisa dikatakan mutlak karena masih ada pesaing yang kuat untuk meraih gelar tercantik yaitu Afza. Mereka berdua menjadi bunga yang indah bagi Tim Merah Putih.

Mia sepenuhnya menyadari pesona yang dimilikinya. Dia sudah menolak Rony berkali-kali tapi lelaki idola dengan segala kelebihannya itu tetap saja tanpa menyerah mengejarnya.

“Maksudnya?” tanya Munding dengan sedikit keheranan.

“Kamu bisa bangun sepagi ini, lalu dengan rajin berolahraga. Coba perhatikan, sebagian besar anggota tim yang lain masih terlelap tidur. Selama beberapa minggu aku bergabung disini, cuma ada beberapa orang yang sering aku jumpai saat berlari pagi. Afza, Sunarya, dan Anggie. Sedangkan anggota tim yang lain hanya sekali dua saja,” jawab Mia yang sekarang sudah berdiri di sebelah Munding.

Mereka berdua lalu berjalan pelan menyusuri jalan setapak yang menaikki bukit sambil melakukan peregangan ringan.

“Aku baru datang kemarin pagi. Kamu juga baru melihatku sekali. Kamu mengambil kesimpulan terlalu cepat,” jawab Munding.

“Tidak, aku tahu kalau kamu terbiasa melakukan ini,” jawab Mia dengan pasti.

Munding hanya menarik napas panjang lalu kembali asyik dengan kesibukannya sendiri tanpa terlihat berniat membuka obrolan dengan Mia.

Mia terlihat sedikit bingung. Pujian yang dia berikan tadi sebenarnya dia gunakan untuk memancing percakapan saja agar suasana menjadi cair dengan rekan barunya ini. Mia menduga setelah mereka bercakap-cakap sebentar, Munding yang akan mengambil inisiatif untuk melanjutkan percakapan mereka dengan topik yang dia pilih.

Selama ini selalu begitu setiap Mia sedang berusaha untuk mendekati seorang laki-laki. Mia sudah terbiasa memberikan pujian sederhana sekedar untuk membuka pecakapan dan si laki-laki lalu dengan bersemangat akan membuka obrolan sepanjang waktu. Mia hanya cukup menganggukkan kepala dan mengiyakan saja sambil mencari informasi yang dia inginkan dari targetnya.

Laki-laki mana yang tidak ingin berlama-lama dengan wanita secantik Mia? Seperti burung merak jantan yang akan mengembangkan ekornya untuk menarik sang betina, Mia berharap Munding juga akan melakukan hal yang sama. Strategi yang selalu sukses Mia gunakan untuk mendapatkan apa yang dia inginkan selama ini dari lawan jenisnya.

Mia adalah salah satu petarung yang terkuat dalam tim Merah Putih, dia masuk kategori D+. Tapi itu tidak membuatnya tenang dan percaya diri saat menghadapi rekan barunya ini. Apalagi saat Munding juga telah menunjukkan kalau dia juga berada di kelas yang sama dengan dirinya sendiri.

Saat Mia melihat Munding sedang berlari pagi tadi, dengan cepat dia memutuskan untuk mencari tahu tentang rekan barunya ini. Informasi adalah senjata yang paling ampuh. Itulah prinsip yang dipegang teguh oleh Mia selama ini. Dia mengembangkan berbagai metode interogasi dan pengumpulan informasi yang sangat efektif selama bertahun-tahun.

Mia juga sangat pandai dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Dengan lihai, dia bisa menggunakan kemampuannya itu, apalagi jika berhadapan dengan lawan jenisnya. Tapi, baru kali ini, Mia mendapatkan reaksi yang sedemikian berbeda dari Munding. Cowok itu terlihat dingin dan acuh, dia sama sekali tidak tertarik untuk bercakap-cakap dengannya.

“Jadi, bagaimana caranya kamu bisa menjadi kandidat dari Angkatan Darat bersama Afza?” tanya Mia setelah dia menunggu sekian lama dan akhirnya menyerah juga.

Munding melirik ke arah Mia dan enggan untuk menjawab pertanyaan gadis itu. Untuk sesaat tadi, saat Munding melirik Mia dan mata mereka beradu, terasa ada geletar-geletar rasa dalam dada Munding. (Oke, abaikan paragraf ini, bercanda)

Munding melirik ke arah Mia dan enggan untuk menjawab pertanyaan gadis itu. Untuk sesaat tadi, saat Munding melirik Mia dan mata mereka beradu, Munding merasa sedang bertatapan mata dengan seekor ular berbisa yang sedang mengamati mangsanya. Tatapan mata yang membuat bulu kuduk Munding berdiri.

“Kamu sebaiknya tanya ke Afza soal itu,” jawab Munding tegas.

Mulut Mia ternganga. Ini reaksi kedua dari Munding yang membuat muka Mia serasa ditonjok. Mia menarik napas panjang dan berusaha menenangkan emosinya yang sempat meluap tadi.

=====

Author note:

I'm back.

Ruangan kantor saya kini kembali lagi sejak negara api menyerang, wkwkwkwk.

Maksudnya sejak kedatangan tamu hampir dua bulan lalu. Mereka bertiga dah balik ke negara masing-masing. Hopefully, bisa kembali ke schedule awal dengan 2 chapter per hari.

Amin.

Btw, ini chapter ke 1 dari 2 untuk hari ini. Next chapter segera meluncur.

munding:MerahPutih (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang