Chapter 1 - Sehari-hari

6K 287 53
                                    

"Mas, istirahat dulu," teriak Nurul ke arah seorang laki-laki yang sedang menyiangi rumput di pematang sawah.

Munding tersenyum melihat istrinya yang membawakan rantang berisi makan siangnya ke sawah. Dia menegakkan badan dan menghirup udara segar pedesaan yang telah menemaninya selama beberapa tahun ini.

Munding kemudian membawa cangkul dan sabit yang tadi dia pakai untuk bekerja dan menyusuri pematang sawah ke gubuk tempat Nurul menunggu sambil tersenyum ceria.

Munding duduk di bale-bale bambu yang ada di gubuk itu setelah meletakkan alat-alatnya di samping gubuk. Dia mendekat ke arah istrinya dan berusaha mencium aroma masakan dari rantang makanan yang ada di depan mereka.

"Dek Nurul masak apa?" tanya Munding.

"Kesukaan Mas. Urap, tempe mendoan, ikan asin sama telur rebus," jawab Nurul mesra sambil menuangkan teh hangat dari termos kecil yang dia bawa.

Munding langsung tersenyum cerah. Memang sederhana. Memang nggak mewah. Tapi inilah kehidupan yang dia impikan. Munding rela melakukan apa saja demi hidup sederhana yang dia jalani bersama istrinya sekarang.

Munding makan siang ditemani senyuman istrinya dan hembusan angin semilir dari sawah miliknya. Sawah yang dulu menjadi tempat langganan Munding menemani Bapaknya setiap pulang sekolah.

Ya.

Munding dan Nurul kini tinggal di Sukorejo. Mereka memang memilih tinggal disini setelah resmi menikah dan mendaftarkan pernikahan mereka ke KUA. Awalnya Munding ragu, karena dia punya kenangan buruk disini, tapi Pak Yai menasihatinya untuk melupakan masa lalu. Toh sekarang Munding punya Nurul yang menemaninya.

Munding menuruti Pak Yai. Dia dan Nurul kini tinggal di Sukorejo, tapi Munding tidak seperti Bapaknya. Dia membuat sebuah rumah sederhana yang nyaman untuk mereka berdua. Tentu dengan perabot modern yang memang bisa membuat mereka nyaman dan meringankan pekerjaan rumah tangga istrinya.

Munding meminum teh hangat dan menyenderkan punggungnya ke tiang gubuk dari bambu yang ada di belakangnya.

"Enak Mas?" tanya Nurul.

"Nggak," jawab Munding.

"Serius Mas?" tanya Nurul.

"Ya nggak lah," jawab Munding sambil tertawa, "sekalipun beneran nggak enak, aku tetep bakalan bilang enak," lanjut Munding dalam hati.

"Jail bener deh Mas ini," kata Nurul sambil beringsut mendekati suaminya.

"Peluk ya Mas?" bisik Nurul.

"Mas keringetan Dek," tolak Munding.

"Nurul dah biasa sama keringat Mas dari dulu," cibir Nurul sambil tetap maksa nyender ke dada suaminya.

Munding menyerah. Mereka berdua berpelukan di gubuk tengah sawah mereka sambil tersenyum dan menikmati semilir angin siang itu. Berdua.

=====

"Ustazah Nurul, Bambang nakal," teriak seorang gadis kecil sambil berlarian di teras mushola.

"Bambang, nggak boleh nakal," teriak Nurul sambil mendelik ke arah anak yang bernama Bambang.

Dua orang gadis berjilbab terlihat sibuk mengatur anak-anak kecil yang sedang berlarian dan bermain di mushola yang ada di samping rumah Munding.

Mereka adalah Nurul dan Asma.

Selain membuat rumah sederhananya, Munding dan Nurul juga membangun mushola di samping rumah mereka. Sukorejo adalah desa abangan, salah satu tujuan Pak Yai menyuruh Munding untuk kembali dan menetap disini adalah karena Pak Yai ingin mengubah Sukorejo menjadi lebih baik.

munding:MerahPutih (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang