Chapter 81 - Revelation part 2

3.5K 241 54
                                    

“Setelah negeri ini merdeka, mereka harus membentuk pasukan militernya. KNIL berteriak paling lantang karena merasa paling berjasa telah memperjuangkan kemerdekaan. Mereka tak ingat kalau mereka ikut berjuang hanya selama 3,5 tahun saat Jepang menduduki kita. Saat Belanda masih disini? Mereka menindas rakyatnya sendiri.”

“Laskar Islam terpecah menjadi dua. Yang bersedia bergabung dengan militer karena mereka percaya bahwa perubahan harus dilakukan dari dalam. Dan faksi lainnya yang sama sekali tak mempercayai sistem dan tidak ingin bergabung dengan militer.”

“Sejak itu, di dalam kubu militer terbagi menjadi dua ideologi, nasionalis dan agamis. Sampai detik ini saat kita berbicara.”

“Para anggota Laskar Islam yang tak ingin bergabung dengan militer kemudian kembali ke basis pesantren mereka masing-masing dan kembali menekuni kitab dan berdakwah kepada masyarakat. Tapi mereka tak pernah lupa, bahwa dari tangan mereka lah, ada andil dalam perjuangan kemerdekaan negeri ini. Karena itu, warisan bela diri dan pengetahuan militer mereka masih terus dipraktekkan hingga kini.”

“Mereka lah yang sekarang disebut dengan militan. Munding, kamu masuk dalam garis ini.”

Munding, Afza, dan Arya terdiam dan tertegun ketika mendengarkan kata-kata Nia yang lebih mirip sebuah dongeng dan cerita rakyat daripada sebuah fakta sejarah. Tapi mereka tetap tak bersuara dan ingin terus mendengarkan informasi baru yang selama ini tak pernah mereka ketahui.

“Sejak saat itu, militer dan militan tak pernah saling bersinggungan, karena apapun ceritanya mereka berdua pernah mengangkat senjata bersama-sama demi kemerdekaan negeri ini.”

“Di saat pembangunan negeri berjalan, munculah satu faksi baru yang awalnya adalah rakyat biasa yang dilatih untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Mereka tak setangguh para militer dan militan yang memang didoktrin untuk bela negara sampai titik darah penghabisan.”

“Mereka adalah kepolisian.”

“Awalnya, faksi baru ini berdiri di bawah militer dan berada di bawah garis komando mereka. Lambat laun, karena kondisi negeri yang damai dan peran militer tak terasa bagi negeri, peran kepolisian makin meningkat. Seiring itu, rantai komando berubah. Kini militer yang harus melapor ke pejabat setingkat menteri sedangkan kepolisian mendapatkan komando langsung dari Presiden.”

“Dan militer tetap diam.”

“Sampai akhirnya, peristiwa yang mengubah negeri ini terjadi di tahun 1998. Penggulingan kekuasaan dengan kedok reformasi diikuti oleh kerusuhan besar-besaran di berbagai belahan negeri.”

“Saat kerusuhan yang terjadi di Sulawesi, kepolisian memihak sedangkan militer memilih netral. Dan karena sikap netral mereka, bukan satu dua prajurit yang desersi kala itu.”

“Tetapi peristiwa itulah yang kembali membuka mata semua pihak tentang adanya satu faksi yang selama ini bagaikan macan tidur tapi sangat berbahaya. Militan.”

“Ancaman mereka nyata dan ternyata mereka masih ada. Kemampuan tempur para militan itu bahkan jauh diatas kemampuan militer dan kepolisian.”

“Dan yang menjadi legenda tentu saja, Izrail dan saudara-saudaranya. Bapak sekaligus gurumu, Munding.”

Munding diam dan tidak bereaksi.

“Kamu mungkin sudah tahu, Mas Yasin adalah junior Bapakmu. Dia kenal sosok Izrail dan adik-adiknya secara langsung, yang laki-laki bernama Sulaiman dan satu lagi perempuan bernama Aisah. Mereka bertiga adalah momok paling menakutkan bagi para musuh-musuhnya.”

“Mas Yasin selalu menggunakan mereka bertiga sebagai idola dan panutan. Dia bahkan tahu saat Sulaiman membentuk organisasi yang bernama Chaos, tapi dia terlalu sungkan untuk bergabung, hingga akhirnya dia ingin menciptakan kawanan dia sendiri dengan meniru Chaos yang dibentuk oleh Sulaiman sebagai contohnya.”

“Tapi kamu tahu kelanjutan ceritanya kan? Kamu menggagalkan usaha Mas Yasin dan memaksa dia untuk bergabung bersama organisasi Chaos yang dibentuk Sulaiman ini. Meskipun setelah berbulan-bulan dia bergabung, tak pernah sekalipun dia melihat sosok Sulaiman.”

Nia lalu menarik napas panjang dan terdiam. Mungkin dia sudah mengakhiri ceritanya.

Munding terlihat berpikir sebentar, masih ada sesuatu yang mengganjal dalam dirinya. Kalau Pak Broto tahu tentang Leman, Yasin juga tahu tentang Leman, sangat tidak mungkin kan kalau kepolisian tidak tahu? Kalau mereka tahu, kenapa tidak langsung menangkap Leman tetapi harus membentuk tim gabungan Merah Putih ini?

“Chaos, Merah Putih dan Kepolisian, apa hubungannya?” tanya Munding pendek.

Nia tertawa kecil saat mendengar pertanyaan Munding, “Kenapa kamu menanyakan hal sepele seperti ini? Bukankah dari awal aku sudah bilang kalau kalian semua ini cuma pion dalam sebuah permainan catur?”

Munding diam dan tak menjawab.

“Kalian pasti sudah menebak kalau petinggi kepolisian sudah tahu siapa pemimpin Chaos dan itu benar. Mereka sudah tahu.”

“Bahkan, ada satu rahasia yang mungkin kalian tak tahu. Tadi aku mengatakan kalau saat konflik, kepolisian memihak dan itu benar. Awalnya Sulaiman adalah serigala petarung yang dididik oleh kepolisian. Dia menjadi ujung tombak dan mata pedang untuk operasi yang akan mereka lakukan, tapi siapa yang menyangka kalau Sulaiman justru membelot dan berpindah pihak setelah bertemu dengan Izrail?” lanjut Nia sambil tertawa kecil.

“Karena keberpihakan mereka jugalah yang membuat militan menjadi antipati dan kontra. Sejak itu mereka menganggap kepolisian sebagai musuh. Jauh berbeda dengan anggapan militan terhadap militer.”

“Dan kepolisian pun juga melihat para militan dengan kacamata yang sama.”

“Chaos adalah bentukan Sulaiman yang merupakan seorang militan dan jebolan konflik Sulawesi. Tentu saja dia menargetkan kepolisian sebagai sasarannya. Dari sekian banyak target yang selama ini dibantai oleh Chaos. 60% adalah jaringan kepolisian dalam berbagai hal, yang tentunya illegal dan sisanya adalah pelaku kejahatan normal yang terkadang berhasil lolos dari jeratan hukum.”

“Secara kasat mata, mereka bisa saja anggota DPR, perwira polisi, politikus dan sebagainya, tapi dibalik layar, mereka adalah bagian dari jaringan raksasa menyerupai jaring laba-laba.”

Kini mereka bertiga mengerti apa yang sebenarnya terjadi antara kepolisian dan Chaos. Tinggal satu pertanyaan yang masih mengganjal tapi sebenarnya paling penting dalam kepala mereka bertiga.

“Apa tujuan Merah Putih?”

“Tim kalian ini, apapun namanya, hanyalah pion. Di depan petarung manifestasi seperti Sulaiman, sepuluh orang seperti kalian ini tak layak untuk mengisi sela-sela giginya. Hanya petarung manifestasi lainnya dari faksi Pemerintah yang bisa menangkapnya.”

“Tapi kalian tak boleh lupa kalau Sulaiman tak sendirian, ada faksi militan di belakangnya yang selalu siap turun gunung dan membantu jika dia kesulitan. Karena itu kepolisian ditempatkan dalam posisi yang sulit. Di satu pihak, mereka mengalami luka parah karena sepak terjang Chaos. Di lain pihak mereka tak ingin faksi militan mempunyai alasan untuk ikut dalam pertarungan.”

“Satu-satunya jalan? Buat tim gabungan berisi kroco seperti kalian lalu biarkan mengejar anak buah Chaos. Sekalipun mereka tahu kalau semua itu hanyalah permainan belaka, karena tak mungkin kalian bisa menangkap Sulaiman.”

“Dengan harapan, salah satu diantara kalian mungkin menjadi korban dan memaksa militer untuk bergabung dengan kepolisian dan melawan Sulaiman yang didukung oleh militan.”

“Tapi semuanya hancur berantakan saat Munding bergabung dengan tim ini. Munding adalah militan dan dia adalah murid sekaligus menantu Izrail, tak akan mungkin Sulaiman menyentuhnya. Jadi, semua ini hanyalah sandiwara iseng yang hanya menjadi guyonan saja.”

“Yang aku heran, kenapa tak ada satupun pihak kepolisian yang berusaha untuk menyingkirkan Munding dari tim ini agar rencana mereka bisa berjalan?” tanya Nia.

“Mereka sudah mencobanya,” jawab Munding pendek dan pelan.

=====

Author note:

Chapter ke 2 dari 2.

Disclaimer:
Semua tulisan dalam cerita ini adalah fiksi dan khayalan author semata. Tolong jangan dicampur adukkan dengan realita.

munding:MerahPutih (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang