Chapter 86 - Sang Pemancing part 1

3.2K 205 15
                                    

Clown bergerak maju untuk meringkus Yasin yang sekarang terkapar tak berdaya di atas lantai semen yang menjadi teras musala tempat dia melaksanakan sholat dzuhur tadi. Nia dengan cepat mengeluarkan sepucuk pistol dan mengarahkannya kepada Clown.

“Aku akan menembakmu!” kata Nia.

“Gadis bodoh!” bentak Clown dan dengan cepat tubuhnya menghilang.

Sesaat kemudian, Clown sudah berdiri di sebelah Nia dan memukul tangan Nia yang memegang pistol. Tapi Nia juga seorang serigala petarung, ditambah lagi, Clown bukanlah seorang petarung asli, dia adalah seorang ilmuwan.

Selama sepersekian detik ketika Clown mengayunkan tangannya, Nia melayangkan tendangan ke samping ke arah perut Clown. Clown melihat serangan Nia, tapi dia sama sekali tak punya ide ataupun cara untuk menangkisnya.

Bletakkkkk.

Ughhhhhhhh.

Clown berhasil memukul pistol di tangan Nia dan membuat benda itu terjatuh. Di saat yang sama, tendangan Nia juga bersarang di perut Clown dan membuat dia tersungkur ke belakang.

Nia sedikit kaget, “dia petarung inisiasi kan? Kenapa lemah sekali? Dan lagi, gerakannya terlihat ceroboh, meskipun kekuatan ototnya luar biasa. Tendanganku dengan kekuatan penuh tak melukainya sama sekali,” batin Nia dalam hati.

Clown terbatuk-batuk dan berdiri tegak lagi dengan cepat.

“Sialan!! Lihat saja nanti kalau kau jatuh ke tanganku. Aku akan membuatmu merasakan kalau mati adalah pilihan yang lebih baik dibandingkan hidup dan berada dalam siksaanku,” teriak Clown dan disaat yang sama dia memasukkan tangannya ke dalam saku bajunya.

Nia tahu apa yang akan dilakukan si Badut itu. Dia akan menggunakan trik yang sama untuk melumpuhkan Yasin. Dengan benda kecil yang mengeluarkan asap berwarna biru.

Di tempat lain, semua anggota tim Merah Putih memperhatikan pertarungan kedua pihak itu dengan seksama. Sesaat lalu sebelum pertarungan dimulai, Arya sudah memberikan instruksinya. Tunggu hingga kedua belah pihak musuhnya mengalami cidera maksimal sebelum bertindak. Dengan begitu, musuh mereka tentu akan lebih mudah untuk dibekuk.

Dan ketika Arya melihat si Badut sudah merogoh kantongnya dan mengambil pil berwarna warni dari kantongnya, dengan cepat Arya memberikan instruksi kepada Timnya untuk siaga.

“Pertarungan mereka segera berakhir. Bersiap untuk menyerang. Kemungkinan terburuk, korbankan salah satu rekan kita untuk memblokir serangan kimia dari si Badut untuk memberi kesempatan bagi rekan yang lain untuk membekuk dia,” perintah Arya.

“Siap!!” terdengar jawaban serentak dari Ardian dan Ridwan.

“Munding, kamu juga mendekat dan bersiap untuk memberikan back up jika diperlukan,” lanjut Arya.

“Iya,” jawab Munding sambil berjalan menyeberangi jalan raya yang ramai itu dan menuju ke arah musala di seberangnya.

Di saat yang sama Clown lalu melemparkan pil itu kearah Nia. Nia dengan cepat menghindarinya dengan tujuan agar benda itu tidak meletus dan mengeluarkan asap seperti tadi.

“Naif!” kata Clown setelah melihat aksi Nia.

Buzzzzzzzz.

Pil yang sedang melayang dan berhasil dihindari Nia itu, tiba-tiba saja mengeluarkan asap saat berada di dekat Nia. Dengan wajah kebingungan, Nia melihat kearah Clown sebelum akhirnya dia pingsan tak sadarkan diri. Berbeda dengan Yasin yang sampai saat ini masih sadar meskipun tak dapat menggerakkan anggota tubuhnya, Nia langsung pingsan saat terkena efek dari senjata kimia dari Clown.

Ketika melihat kedua targetnya tumbang, Clown tertawa pelan. Tapi tawanya kali ini tak sinis, sadis, melecehkan ataupun mesum seperti tawanya yang tadi. Suara tawa Clown adalah tawa yang tenang setelah mengetahui kalau semuanya berjalan sesuai rencananya.

Yasin sedikit kaget ketika melihat perubahan dari nada Clown dan hanya bisa melihat mata di balik topeng itu melihat dirinya dengan tatapan sedih.

“Yasin, kita ini, kamu, aku, dan Nia, hanyalah umpan. Kita tak lebih hanyalah seperti cacing yang dipasang di kail untuk memanggil dan menipu ikan yang diburu oleh sang pemancing. Kita bertiga ini, bagaikan seekor udang yang ditancapkan ke kail dalam keadaan hidup-hidup. Dipaksa untuk berenang kesana kemari, untuk menipu ikan yang ingin ditangkap oleh para pemancing itu. Tak lebih. Kamu dan aku, sama,” bisik Clown dengan nada sedih ke telinga Yasin yang terkapar di tanah dengan logatnya yang kentara kalau dia bukan dari negeri ini.

Yasin melihat Clown dengan tatapan bertanya dan meminta penjelasan. Dan Clown hanya menyunggingkan senyuman pahit di balik topengnya.

“Serang!!” teriak Arya melalui alat komunikasi mereka kepada anggota timnya itu.

Boooommmmm Boooommmmmm

Dua buah suara menggelegar terdengar ketika Ardian dan Ridwan secara hampir bersamaan memasuki mode tarung dan menyerang ke arah Clown dengan kecepatan penuh.

Yasin bisa merasakan tekanan dua buah intent yang lebih kuat dari miliknya sendiri itu dan terlihat sedikit kaget, sedangkan Clown, dia masih duduk di dekat Yasin, seolah-olah ingin membekuk musuhnya, padahal sedari tadi, dia hanya duduk berjongkok seolah menunggu sesuatu.

Clown juga bisa merasakan tekanan intent itu. Dua orang serigala petarung tahap inisiasi yang tingkatannya diatas dirinya maupun Yasin, tapi dia seolah sama sekali tidak takut dan tetap berjongkok di tempatnya.

Clown justru berbisik pelan ke telinga Yasin, “lihat, ikan-ikan itu terpancing oleh kita. Tak lama lagi, mereka hanya menjadi lauk makan siang bagi para pemancing. Dan kita? Kita hanya umpan. Dari dulu, dapat ikan ataupun tidak. Umpan pasti nasibnya yang paling mengenaskan dan sudah pasti akan tewas duluan.”

=====

Beberapa saat sebelumnya, di saat Yasin dan Nia sedang bertarung melawan Clown dan sedang diawasi oleh Tim Merah Putih di bawah pimpinan Arya, tak seorang pun dari mereka menyadari kalau sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam diparkir tak jauh dari mereka dan mengawasi semuanya.

“Saat melihat mereka bertarung seperti itu, aku kangen menjadi serigala petarung inisiasi lagi, Titis-San,” kata seorang laki-laki dengan Bahasa Indonesia yang terpatah-patah dan logat Jepang yang kental.

“Mereka hanya anak-anak kecil yang belum tahu apa-apa dan mereka hanya punya satu kegunaan saat ini. Menjadi pemicu untuk timbulnya perang seperti saat reformasi dulu,” balas Titis kepada Hikari yang duduk di sebelahnya sambil tersenyum sinis.

“Tapi Titis-San, diantara mereka berlima, dua adalah polisi bukan?” tanya Hikari.

“Terkadang pengorbanan itu perlu demi sebuah tujuan mulia,” jawab Titis dengan nada yang bijak.

“Mulia? Hmmm,” jawab Hikari, “Aku tak tahu apa pengertian mulia di negeri kalian. Tapi satu hal yang pasti. Di saat semua ini berakhir, aku inginkan bagianku sesuai kesepakatan kita,” kata Hikari.

“Tenang! Aku orang yang bisa dipercaya,” jawab Titis.

“Aku harap begitu,” jawab Hikari.

“Ohhhhhh,” tiba-tiba Hikari berteriak ketika melihat dua orang laki-laki tiba-tiba menyerang Clown dari sebelah kiri musala.

“Waktuku untuk bekerja Titis-San,” kata Hikari sambil membuka pintu mobil dan berjalan keluar menuju ke ikan-ikan yang berhasil mereka pancing dengan sebuah katana di tangan.

=====

Author note:

Chapter ke 1 dari 2.

munding:MerahPutih (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang