Chapter 62 - Aisah (part 2)

3.6K 244 54
                                    

Tahun 1998.

Beberapa buah bayangan terlihat bergerak cepat di antara pepohonan, seorang laki-laki yang terlihat berusia tiga puluh tahunan berlari di depan memimpin rombongan.

“Keji sekali mereka. Kenapa mereka menyerang orang biasa? Apa mereka tak punya harga diri sebagai serigala petarung?” gerutu Aisah sambil bergerak bersama rombongan yang lain.

Ini adalah rezimen Zulfiqar yang dikomandani oleh Izrail alias Ahmad Hambali. Sebuah rezimen serigala petarung militan seperti ini biasanya terdiri tak lebih dari 10 orang serigala petarung. Mereka biasanya dipimpin oleh seorang serigala petarung berpengalaman yang sudah terlebih dahulu malang melintang sebagai serigala petarung.

“Aisah,” tegur Izrail ke arah gadis itu.

Aisah hanya menundukkan kepalanya dengan muka memerah. Aisah kini berusia 21 tahun. Dia tumbuh menjadi gadis yang cantik, tangguh, dan kuat. Dia menjadi salah seorang petarung terkuat dari angkatannya dan menjadi serigala petarung wanita yang mencapai tahap inisiasi dengan usia termuda dalam sejarah kawanan mereka.

Sama seperti Ahmad Hambali yang berhasil melakukan awakening di usia belasan, Aisah juga berhasil melakukannya. Bahkan lebih cepat jika mempertimbangkan masa belajar dan berlatih Aisah yang beberapa tahun lebih lambat jika dibandingkan Ahmad Hambali. Karena itu, Aisah menjadi idola untuk angkatan mereka, posisinya sama seperti Ahmad Hambali untuk angkatan yang lebih tua dulu.

Mungkin karena semua pencapaian yang dia miliki, Aisah menjadi seorang petarung yang keras kepala dan terkadang tidak bisa menerima perintah dengan baik. Hingga akhirnya, Izrail meminta gadis itu dimasukkan ke dalam rezimen yang dipimpinnya.

Tak seperti dugaan semua orang, Aisah si petarung wanita yang terkenal keras kepala itu, sama sekali tak berkutik sejak bergabung ke dalam pasukan yang dipimpin oleh Izrail. Izrail hanya butuh satu kata untuk membuat gadis itu menundukkan kepalanya dan mengikuti semua kata-katanya. Sesuatu yang tak akan pernah dimengerti alasannya oleh para pejuang dari kawanan mereka.

Mereka berdua menghabiskan waktu hampir sepanjang waktu, lebih tepatnya bersama-sama dengan rezimen mereka. Sampai akhirnya, konflik itu selesai dan mereka kembali pulang.

Saat itulah, musibah menimpa Ahmad Hambali, dia kembali dan mendapati rumahnya tanpa isi. Dengan penuh kesedihan, Ahmad kembali ke pondok dan menjumpai gurunya untuk meminta wejangan. Dan saat itu Ahmad juga bertemu kembali dengan Aisah.

Tapi jodoh memang ditangan Gusti Allah.

Sayid meminta Ahmad untuk berhenti dari Rezimen dan menyerahkannya kepada Aisah lalu menyuruh Ahmad membantu mengajar di pondok mereka. Setelah satu tahun, Ahmad berhasil meredakan semua kesedihan yang dia alami dan siap untuk memulai hidup barunya. Saat itu, Sayid menyodorkan nama Rabiah sebagai calon istri Ahmad.

Semua itu terjadi tanpa sepengetahuan Aisah yang masih aktif melatih dan memimpin rezimen Zulfiqar yang sudah dia anggap seperti keluarganya sendiri, karena dia selalu menganggap rezimen ini adalah peninggalan dari Izrail, pujaan hatinya.

Hingga akhirnya, Aisah mendengar kabar tentang pernikahan kedua Ahmad dan alasan dia kembali mengajar ke pondok pesantren mereka selama setahun belakangan ini. Betapa terkejut dan kagetnya Aisah saat dia tahu ternyata sosok pujaan hatinya telah mengalami kejadian seperti itu.

Dan tentu saja yang paling membuatnya kecewa adalah kenapa bukan dia yang menjadi istri kedua Ahmad?

Aisah tanpa berpikir panjang kembali ke pondok mereka dan menanyakan kebenaran hal itu kepada Sayid. Dan ketika semua itu benar, Aisah menangis dan menceritakan semuanya kepada Sayid. Kejadian saat dia kecil dulu, kenapa dia ikut latihan silat, kenapa dia berlatih keras untuk menjadi serigala petarung, dan banyak hal lainnya yang selama ini hanya dia pendam sendiri.

Semua itu hanya demi seorang laki-laki. Laki-laki yang kini terlepas lagi dari tangan Aisah untuk kedua kalinya. Yang pertama dulu, Aisah masih bisa menerimanya karena dia merasa kalau dirinya masih terlalu kecil dan dia juga tahu kalau Ahmad belum menganggapnya sebagai seorang wanita waktu itu.

Tapi kini? Apakah Aisah masih tak layak untuk Ahmad? Bukankah Rabiah yang menjadi istri Ahmad sekarang, justru 2 tahun lebih muda dibandingkan Aisah sendiri?

Tanpa berpikir panjang, Aisah lalu berpamitan kepada Sayid, dan dia menghilang. Menghilang selama 10 tahun dan kini tak ada lagi wanita yang bernama Aisah, yang ada adalah sosok misterius yang menyebut dirinya Shadow.

Tapi, sekeras apapun seseorang mencoba mengubur perasaannya, dia tetaplah manusia. Apalagi seorang wanita. Shadow berubah menjadi Aisah lagi malam ini dan menangis sendirian di atas ranjangnya. Dia mencoba mengingat kembali semua kenangan yang dia miliki selama hidupnya. Dan dia sadar kalau hidupnya dimulai saat dia berumur 9 tahun malam itu.

Malam paling mengerikan sekaligus malam paling indah yang tak terlupakan bagi Aisah.

=====

Sesosok tubuh terbaring di atas sebuah ranjang. Beberapa orang terlihat mengelilinginya dan sibuk merawat luka yang ada di tubuh sosok tersebut. Sesekali terdengar suara erangan dari tubuh yang terbaring itu.

“Pelan-pelan dong!! Sakit!” teriak Mia kepada para perawat yang sedang membersihkan luka di dada dan tangannya.

Di ranjang sebelah Mia, tergeletak seorang gadis yang sedang menerima perawatan juga. Tapi berbeda dengan Mia, dia hanya mengrenyitkan dahi dan menelan semua sumpah serapahnya saat merasakan rasa sakit di bagian tubuhnya yang terluka dan sedang dibersihkan oleh para perawat itu.

Di sebelahnya, Rony dan Dewi terlihat berdiri dan selalu memperhatikan gerak-gerik gadis itu, Nia. Tentu saja mereka tetap harus memberikan ekstra penjagaan untuk Nia, karena dia adalah buronan kunci yang mempunyai informasi yang dibutuhkan tentang organisasi Chaos. Tim Merah Putih tak akan sebodoh itu membiarkan sumber informasi yang sudah berada di tangan lepas kembali karena keteledoran mereka.

Di ruangan sebelah tempat Mia dan Nia dirawat, sesosok tubuh laki-laki yang sedang terbaring di atas ranjang terlihat seperti dalam keadaan tidur dengan napas yang teratur. Ada tiga orang yang berdiri mengelilinginya saat ini, seorang laki-laki tua, seorang laki-laki muda dan seorang gadis. Mereka adalah Jaelani, Arya dan Afza.

“Kejadian ini menunjukkan betapa tidak efektifnya para serigala petarung hasil didikan militan. Mereka tidak berdisiplin, tidak bisa mengikuti perintah, labil, dan membahayakan rekan timnya sendiri!” kata Jaelani dengan nada ketus dan terlihat sangat membenci Munding.

Arya hanya terdiam sedangkan Afza terlihat ingin membantah kata-kata orang yang ditunjuk sebagai Penanggung Jawab tim mereka itu, tapi tak sepatah katapun terucap dari bibirnya yang mungil. Dia sudah terlalu lama dididik untuk mengikuti perintah atasan. Butuh keberanian yang lebih baginya untuk bersikap kritis kepada orang yang dianggapnya sebagai atasan.

“Afza! Coba hubungi Jenderal Broto. Aku ingin berbicara dengan beliau tentang keterlibatan Munding dalam operasi Merah Putih ini. Aku tak bisa membiarkan sebuah variabel tak terduga seperti Munding berada dalam timku. Munding seperti sebuah Bom yang ada di tas punggung kita dan siap meledak setiap waktu, tanpa kita ketahui kapan dia akan meledak,” kata Jaelani tegas kearah Afza.

Arya terlihat sedikit mengrenyitkan dahi tapi dia memilih diam, sedangkan Afza hanya tertunduk sebentar lalu menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, “Siap Pak!”

=====

Author note:

Chapter ke 1 dari 1.

Saya tulis sambil ngadem di kantor di sela-sela kesibukan shutdown siang tadi.

munding:MerahPutih (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang