Chapter 116 - Dusk

3.8K 232 426
                                    

Selama beberapa hari terakhir, Munding melupakan masalah balas dendamnya dan juga melupakan identitasnya sebagai serigala petarung. Munding kini sedang menikmati status yang baru dia sandang, sebagai seorang Ayah.

Munding sedang menggendong Alit di tangannya dan dengan pelan-pelan menggoyang-goyangkan tangannya agar si kecil tertidur. Sesekali Munding akan menundukkan kepala dan mencium pipi putranya itu dengan pelan dan membuat si kecil kembali menggeliat kaget.

"Mau nidurin kok diciumin terus!" tegur sebuah suara dari belakang Munding.

Munding hanya tersenyum dan membalikkan tubuhnya, dia melihat seraut wajah manis yang telah menemaninya selama ini. Wajah yang dulu dilihatnya pertama kali saat dia sedang merintih dan meringkuk kesakitan di tengah lapangan desa sehabis dikeroyok oleh kelompok si Joko Sentono.

Wajah yang memasang muka mengejek saat Munding merintih kesakitan ketika dipanggul Pak Yai pulang. Wajah yang juga tertawa terbahak-bahak saat Munding diguyur air dingin untuk membersihkan tubuhnya. Wajah manis yang setelah itu akan selalu menemani hari-hari Munding, selalu tersenyum, dan memberikan semangat kepada dirinya.

Wajah manis yang menghapus semua kesedihan Munding di masa kecilnya dan memberikan arti baru terhadap kata 'keluarga' bagi Munding.

Wajah istrinya sendiri, Nurul.

Nurul mendekat, lalu mengangkat tangannya, meminta Alit dari gendongan Munding. Munding sedikit enggan memberikan jagoan kecilnya. Dia masih belum puas memandangi dan menciumi si kecil. Hal yang mungkin tak pernah membuatnya bosan.

Tapi Munding tetap memberikan Alit kepada Nurul dan Nurul dengan sigap menggendong bayi kecilnya. Munding melihat ke arah istrinya dan hanya bisa menarik napas panjang.

Dunia berputar sesuai takdirNya.

Nurul yang sempat divonis oleh tim medis telah meninggal dunia sesaat setelah operasi persalinannya dilakukan, berhasil diselamatkan oleh Aisah. Setelah itu, Nurul sempat terbaring tak sadarkan diri selama beberapa hari dan ketika Nurul terbangun, ada sesuatu yang terjadi pada dirinya.

Nurul masih bisa merasakan kakinya tapi saat dia mencoba menggerakkan kaki itu, dia tak bisa melakukannya. Tim medis sudah mencoba untuk mengetahui apa yang terjadi dengan kaki Nurul, tapi mereka belum menemukan alasannya sampai saat ini.

Tapi, apapun itu, Munding dan Nurul sama-sama bersyukur, karena mereka punya Alit sekarang. Bayangan Nurul yang harus membesarkan anaknya seorang diri karena suaminya masih koma tak terjadi. Bayangan Munding yang merasa tak akan pernah bertemu lagi dengan istrinya setelah terbangun dari koma juga tak terjadi.

Mereka berdua tahu, inilah yang terbaik bagi mereka berdua. Apa yang dialami Nurul dengan kakinya adalah sebuah harga yang murah dibandingkan bayangan dalam kepala mereka berdua sebelumnya.

"Jangan lama-lama gendongnya, Dek Nurul kan habis operasi," bisik Munding pelan.

Mungkin si kecil tahu secara naluriah kalau dia berada dalam pelukan Ibunya. Bukannya tertidur dia justru terbangun dan mulai menggapai-gapai ke atas. Munding tertawa melihat tingkah si kecil.

Nurul juga tersenyum malu ke arah suaminya. Sampai saat ini, dia masih belum terbiasa untuk memberikan asupan ASI ke si kecil.

=====

"Kurang satu personel lagi," kata Geoffrey, dia memang ditunjuk oleh headquarter untuk memimpin misi kali ini.

Misi dengan codename 'Dusk'.

Mungkin keempat personel ini tak tahu kenapa misi kali ini diberi nama 'dusk', tapi maksudnya sangat jelas bagi petarung eselon tertinggi dari organisasi ini. Tujuan dari misi ini adalah menghabisi 'Cahaya' sehingga senja akan datang dan malam akan mengambil alih.

"Si Jalang itu selalu saja tak pernah on time," protes Vidyut.

"Sabar," kata Bae Jun Seo yang asyik menikmati teh hangat tanpa gulanya di depan balkoni kamar hotel mereka.

Geoffrey menghembuskan asap rokoknya ke arah luar. Dia ada di balkoni bersama Bae yang sedang menikmati tehnya. Sedangkan Vidyut terlihat sedang melakukan gerakan aneh yang menyerupai yoga tapi juga sangat berbeda di dalam kamar.

"Vidyut!" tegur Geoffrey.

Vidyut hanya mengangkat bahu lalu meneruskan latihan yoganya yang aneh.

Tok tok tok tok.

Tak lama kemudian terdengar suara ketukan di pintu kamar mereka.

Tanpa menunggu jawaban dari dalam kamar, seseorang masuk ke dalam tanpa permisi. Seorang pria yang mengenakan kostum badut kini berdiri di dalam kamar hotel ini.

"Clown?" tanya Geoffrey.

"Iya," Clown menganggukkan kepalanya dan sedikit membungkukkan badan.

"Real atau Clone?" tanya Bae to the point dengan wajah dingin, sosok kakek yang baik hati dan menyayangi cucunya tak lagi terlihat di wajah Bae sekarang.

"Bae-Nim, kumohon..." jawab Clown sambil membungkuk lebih dalam lagi.

Geoffrey dan Vidyut saling berpandangan mata dan mereka paham kalau mungkin Bae dan si Clown ini saling mengenal. Bae lalu mengibaskan tangannya dan memutar badan, tanda kalau dia tak akan mencari masalah dengan Clown. Bae lalu memutar badannya dan melihat kearah pemandangan di luar balkoni itu kembali, masih ditemani teh hangat tanpa gulanya.

"Clown, kau yang akan menjadi kontak kami di Indonesia kan?" tanya Geoffrey.

"Betul," jawab Clown, "semua yang kalian butuhkan bisa request melalui aku," lanjutnya.

"Clown, kudengar kau sebenarnya seorang scientist yang meneliti tentang proses evolusi manusia?" tanya Vidyut tiba-tiba.

"Iya," jawab Clown pendek.

Vidyut tiba-tiba mendekat dan berbisik ke telinga Clown, "kau punya serum yang bisa membuat seorang petarung manifestasi lumpuh tidak? Atau lebih baik lagi jika dia hanya lumpuh tapi panca inderanya tetap aktif?" tanya si Keling.

Clown terlihat kaget dengan pertanyaan si Keling.

"Aku... Aku punya, tapi serum itu belum pernah aku uji. Tak mungkin kan aku menjadikan petarung manifestasi untuk menjadi kelinci percobaanku?" jawab Clown dengan nada sedikit tergagap.

Tiga pasang mata serentak langsung menatap Clown dengan tajam. Kalau memang benar apa yang dia klaim, serum yang dikatakan oleh si Clown tadi bisa menjadi senjata yang sangat ampuh dalam sebuah pertarungan. Terlepas dari masalah susah atau tidaknya untuk membuat musuh mereka terkena serum itu.

"Seberapa yakin kamu dengan keefektifannya?" tanya Vidyut.

"70-80% aku yakin efektif sesuai dengan prediksiku," jawab Clown.

"Berapa banyak yang kamu punya?" tanya Vidyut, "aku akan membayarnya. Kamu tenang saja," lanjutnya sambil menepuk pundak Clown.

"Aku cuma punya 6 serum saja karena itu masih dalam masa penelitian," jawab Clown.

"Aku ambil semua!!" kata Vidyut.

"Vidyut, kamu pikir kami cuma angin lalu saja?" kata Geoffrey.

"Betul, masing-masing dua dan kita bayar dengan harga yang sama kepada si Badut," imbuh Bae, "Kau setuju kan Clown?"

Bagaimana mungkin Clown menolak? Dari tiga orang petarung manifestasi yang ada di depannya sekarang, yang paling ditakutinya adalah kakek tua yang dipanggilnya Bae-Nim, Clown adalah warga negara Korea Selatan, tentu dia mengenal sepak terjang si Kakek tua ini, lebih dari orang lain.

=====

Author note:

Chapter ke 1 dari 1.

Mmmmm.

Maaf cuma satu chapter aja hari ini. Kalian tahu lah, hari ini kan hari pertama anak masuk sekolah. Sedar pagi dah sibuk banget. Belum lagi jalanan macet.

Tambah lagi hari Senin, kerjaan di kantor juga menumpuk.

Semuanya membuat saya cuma sempat nulis 1 chapter aja.

*art of 'ngeles', wkwkwkwkwk

munding:MerahPutih (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang