Chapter 61 - Aisah (part 1)

3.9K 245 28
                                    

Shadow memiliki nama asli Aisah. Pendek, cantik, mulia dan islami. Tapi, Shadow sudah puluhan tahun menanggalkan nama itu. Dia tak lagi menggunakan nama itu untuk memperkenalkan diri. Dia juga tak pernah lagi dipanggil dengan nama itu.

Shadow mengenal Yasin saat laki-laki itu dulu mencoba masuk ke organisasi Chaos. Tapi dia berpura-pura tidak tahu dan menyuruh Hikari untuk menguji kemampuan Yasin. Sebuah uji coba yang Shadow sendiri tahu kalau itu sebenarnya tidak perlu dilakukan.

Karena Yasin adalah senior Shadow.

Begitu juga dengan Ahmad Hambali, sang Izrail. Dia juga senior Shadow, bahkan lebih, setidaknya bagi Aisah.

Aisah yang belum menggunakan nama Shadow seperti sekarang ini.

Saat itu tahun 1986. Aisah kecil berumur 9 tahun waktu itu. Seorang gadis kecil yang manis, lugu, dan sedang mencoba untuk menemukan jatidirinya, tetapi karena adat dan budaya, dia terpaksa harus menerima keputusan orang tuanya untuk menjodohkan dirinya dengan seorang laki-laki.

Aisah terlahir dari keluarga yang sedikit berada. Bapaknya adalah seorang Kepala Desa. Dan pada masa itu, jabatan Kepala Desa sangat disegani oleh warga sedesa. Aisah tumbuh mejadi seorang gadis kecil yang selalu diperhatikan dan dipenuhi kebutuhannya.

Hingga akhirnya, saat itu tiba. Bapaknya menjodohkan Aisah dengan seorang laki-laki juragan tembakau dari kota. Saat itu, Aisah mempunyai dua orang saudara laki-laki dan Aisah menjadi satu-satunya anak gadis dalam keluarga mereka. Posisi wanita dalam keluarga mereka juga sangat lemah. Mereka dianggap sebagai ‘konco wingking’ belaka. Betapa Aisah selalu sedih saat melihat Ibunya acapkali dihardik oleh Bapaknya sendiri.

Aisah sendiri juga tak tahu, kenapa dirinya yang terlahir dari keluarga yang masih kental dengan adat Kejawen-nya bisa mempunyai nama islami? Kenapa dia tak seperti dua saudara laki-lakinya yang memiliki nama seperti tokoh-tokoh para ksatria dalam dunia pewayangan, Bima dan Arjuna.

Tapi, manusia bisa berencana, Gusti Allah yang menentukan.

Keluarga calon suami Aisah sudah datang untuk melakukan prosesi pernikahan tiga hari sebelum hari pernikahan. Seperti adat yang lazimnya berlaku, acara akan dilakukan di rumah mempelai wanita.

Sehari setelah rombongan besan itu menginap, terjadilah malapetaka yang menimpa keluarga Aisah. Calon menantu dan besan yang mereka harapkan akan semakin membuat keluarga mereka hidup berkecukupan ternyata adalah kawanan perampok berkedok keluarga pedagang tembakau.

Malam itu, tanpa ampun mereka menghabisi keluarga Aisah dan menjarah apa yang ada di rumah keluarga Aisah. Aisah kecil yang masih berusia 9 tahun, hanya bisa terpaku saat melihat Bapaknya dibantai, hanya bisa terdiam saat melihat kedua saudara laki-lakinya dihabisi.

Para perampok keji itu, dengan sengaja menyisakan para wanita yang ada di rumah ini dan menghabisi para lelakinya. Tak perlu dijelaskan apa tujuan mereka. Aisah kecil melihat sendiri seperti apa perwujudan neraka di dunia saat itu.

Aisah kecil hanya menangis terisak-isak di sudut rumahnya saat semua kebiadaban itu terjadi, hingga akhirnya ‘calon suami’ Aisah menyadari keberadaannya dan mulai menaruh minat kepada tubuh gadis kecil yang belum tumbuh sempurna itu.

Saat itulah, Aisah bertemu dengan malaikatnya.

Di saat Aisah sudah pasrah dan seperti orang yang kehilangan kewarasannya, sesosok tubuh dengan pakaian serba putih memasuki pintu rumahnya dan Aisah pun melihatnya.

Sosok putih itu berteriak kencang dengan nada penuh amarah yang menggelegak setelah melihat semua bekas kebiadaban yang baru saja terjadi di rumah ini. Aisah bisa merasakan tubuh sosok putih itu seolah-olah membesar dan seperti menyentuh atap rumahnya. Dia menyerupai sosok malaikat yang sering diceritakan oleh guru agama Aisah di sekolahnya.

Aisah yang tadinya sudah pasrah, kembali memupuk asa dalam dadanya.

“Aku tidak dilupakan oleh Gusti Pangeran. Dia mengirim malaikat-Nya untukku,” kata hati Aisah kecil waktu itu.

Setelah itu, Aisah melihat tarian terindah dalam hidupnya. Bayangan putih yang meliuk-liuk ke sana kemari diantara sosok hitam yang menyeramkan tanpa merasa takut sama sekali meskipun dia seorang diri. Dia melompat, menunduk, dan berputar tanpa ragu.

Setiap kali tangan dan kakinya terayun, ada warna ketiga yang muncul diantara sosok putih dan sosok hitam yang mengelilinginya itu. Warna merah. Merah yang indah.

Dan tanpa Aisah kecil sadari, semua sosok hitam menyeramkan yang tadi bergentayangan dimana-mana. Sosok-sosok hitam yang membuat Ibu dan wanita-wanita lainnya meraung-raung kesakitan, kini mereka semua terkapar tanpa nyawa di lantai rumahnya dengan genangan warna merah yang kini Aisah baru sadari kalau itu adalah darah.

Sosok putih itu kini berdiri di tengah ruangan dan melihat ke arah Aisah kecil. Dan Aisah dapat melihat dengan jelas wajah sosok itu. Wajah seorang remaja berusia 19-20 tahun, seumuran dengan kakak tertua Aisah, wajah yang tak akan pernah Aisah lupakan seumur hidupnya. Wajah seorang pemuda yang kelak dia tahu dimiliki oleh seorang pria bernama Ahmad Hambali.

Aisah kecil tak sadarkan diri setelah itu.

Ketika dia kembali tersadar, Aisah berada di sebuah tempat yang asing. Di tempat ini dia melihat banyak anak-anak gadis seusianya sedang sibuk berlalu lalang kesana kemari. Dengan kebingungan dia bertanya kepada anak gadis yang berada di dekatnya, kemudian dia diantar menuju ke ruang pengasuh.

Barulah setelah itu, Aisah kecil tahu kalau dirinya sudah berada di sebuah pondok pesantren yang dia sendiri tak tahu berada dimana.

Tahun 1988, ketika Aisah sudah berusia 11 tahun dan berhasil beradaptasi dengan kehidupan barunya di tempat ini, dia melihat lagi malaikatnya yang wajahnya tak pernah lepas dari ingatan Aisah selama dua tahun ini.

Sesosok pemuda gagah yang berdiri di depan barisan santri putra dan sedang memperagakan kepiawaiannya bermain silat karena ada tamu entah dari mana yang datang berkunjung ke pondok ini.

Pondok putri dan putra terpisah dan memang hanya saat acara seperti ini mereka bisa berkumpul di satu tempat. Karena itu, setelah dua tahun, barulah Aisah bisa bertemu lagi dengan pemuda itu.

Saat Aisah melihat ke sekelilingnya, dia menyadari kalau bukan hanya dirinya seorang yang terpesona oleh sosok pemuda itu. Sahabat-sahabat Aisah juga terlihat menaruh hati pada pemuda itu. Pemuda yang sekarang sedang membungkukkan badan setelah melakukan pertunjukkannya.

Ketika mereka kembali ke asrama putri, sahabat-sahabat Aisah tak henti-hentinya membahas tentang pemuda itu. Pemuda yang bernama Ahmad Hambali dan menjadi idola para santri putri. Aisah hanya bisa memendam semua rasa yang dia miliki. Karena dia tahu, pujaan hatinya bahkan mungkin tak tahu nama gadis kecil yang ditolongnya malam itu dua tahun lalu.

Tapi, Aisah tak peduli. Dia tetap menyimpan rasa itu untuk Ahmad Hambali. Pemuda yang berusia sepuluh tahun lebih tua darinya dan sekarang sedang menjadi idola di pondok mereka. Ahmad Hambali sang jawara. Entah kenapa, Aisah memutuskan untuk ikut beladiri pencak silat keesokan harinya.

Keputusan yang mengantarnya menuju sebuah pintu yang tak pernah dia sangka-sangka.

Dunia gelap para serigala petarung.

=====

Author note:

Chapter ke 2 dari 2.

munding:MerahPutih (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang