Chapter 36 - Intent

4K 237 70
                                    

Setelah beberapa saat, Mia akhirnya bisa berhasil menenangkan dirinya. Dia tersenyum manis ke arah Munding, “mungkin kalau hal itu menjadi rahasia kalian, tapi kamu nggak keberatan kan kalau aku menanyakan hal pribadi?”

“Hal pribadi seperti apa?” tanya Munding.

“Mungkin seperti masalah keluarga, asal, tempat kelahiran dan hal-hal remeh seperti itu,” jawab Mia sambil memberikan senyuman termanisnya.

“Kamu nggak usah repot-repot. Silakan minta biodataku ke Afza. Dia pasti punya,” jawab Munding.

Buakkkkkk.

Muka Mia serasa ditonjok lagi untuk ketiga kalinya. Kali ini, Mia harus mengakui kalau pesona dan trik yang dia miliki tak akan mempan untuk lelaki aneh yang sekarang ada di sampingnya ini.

“Oke. Aku duluan ya?” pamit Munding ke arah Mia dan tanpa menunggu jawaban gadis itu, Munding langsung berlari naik ke arah atas bukit tanpa menoleh sekalipun.

Setelah Munding berhasil melepaskan diri dari Mia dan tidak melihat lagi bayangan gadis itu, Munding menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan. Akhirnya dia bisa berhasil keluar dari jebakan ular betina itu. Saat berada di sebelah gadis itu, Munding merasa kalau dia seperti sedang ditatap oleh seekor ular yang sedang memperhatikan dan mencoba mengenali mangsanya. Munding sama sekali tidak tertarik untuk berlama-lama dengan gadis itu.

Kalau Munding ditanya, apakah Mia cantik? Munding mungkin tanpa ragu menjawab kalau Mia adalah gadis yang cantik, kecantikannya mungkin sedikit melebihi istrinya sendiri, meskipun mungkin tak secantik si anak Jenderal, Amel. Apalagi setelah si Amel sekarang memilih memakai hijab.

Tapi, Nurul memberikan aura yang berbeda. Dia membuat Munding merasa nyaman. Satu-satunya rasa yang dia dapatkan dari semua wanita yang pernah dia temui. Bahkan Amel sekalipun tidak bisa memberikan rasa nyaman seperti Nurul.

“Gara-gara ular betina tadi, aku malah kepikiran Dek Nurul,” keluh Munding pelan sambil terus berlari kecil ke atas bukit.

Tak lama kemudian, Munding sampai ke tempat yang dia tuju. Di atas bukit kecil ini, hanya ada sebuah tanah lapang yang ukurannya tak lebih dari lapangan bola voli yang hanya ditumbuhi rerumputan pendek. Sama sekali tidak ada pepohonan di sana.

Munding berjalan menuju ke tempat itu dan berdiri tepat ditengah-tengah tanah lapang itu dan menarik napas dalam sambil membuka tangannya lebar-lebar.

“Nggak usah lebay gitu!” tegur suara seorang wanita dari arah samping Munding.

Munding melirik ke arah gadis itu dan tersenyum, “sejak kapan kamu ada disana?”

“Baru saja, tapi aku masih sempat melihat ekspresi mukamu yang sok menikmati keindahan alam itu. Padahal aslinya kamu cuma mau cari cewek aja kan?” sungut Afza.

“Maksudnya?” tanya Munding bingung.

“Halah, ngeles! Tadi aku melihat kamu asyik ngobrol sama si Mia waktu jalan ke sini,” kata Afza, “semua laki-laki emang gitu, kalau di rumah aja sok alim. Giliran jauh dikit, langsung kegatelan,” lanjutnya.

Munding cuma tertawa kecil. Dia tak peduli dengan kata-kata Afza. Toh tak ada untungnya bagi Munding untuk meluruskan kesalahpahaman ini.

“Munding, dari dulu pertama kali bertemu di rumah Jenderal Broto, aku sangat ingin sekali sparing denganmu,” kata Afza pelan, “tapi mentorku selalu melarangnya dan aku mendengarkan dia,” lanjut gadis itu.

“Tapi, sekarang, cuma ada kita, mentorku juga tidak berada disini. Dan kamu pasti tahu bagaimana rasanya ketika seseorang serigala petarung melihat lawan yang sebanding berdiri di depannya,” lanjut Afza dengan tatapan dan postur tubuh yang makin agresif, seolah-olah dia terhipnotis oleh kata-katanya sendiri.

Munding menarik napas dalam.

“Aku sudah bilang kemarin, aku tidak terbiasa menahan diri saat bertarung karena aku tak pernah dilatih untuk sparing dengan rekanku sendiri. Aku bertarung dengan bertaruh nyawa,” jawab Munding, “siapkah kamu?” tanya Munding sambil menatap tajam ke arah Afza.

Afza merasakan bulu kuduknya berdiri saat ditatap Munding. Gadis manis itu tahu kalau Munding serius dengan kata-katanya. Itu artinya, pertarungan ini bukan hanya sparing, tapi akan menjadi duel hidup mati.

Afza diam tanpa menjawab dan memasang kuda-kudanya sebagai jawaban. Munding menarik napas dalam saat melihat jawaban Afza. Terkadang, apa yang harus terjadi tak kan bisa dihindari. Munding melihat kilatan semangat bertarung dan pantang menyerah dari tatapan mata Afza.

Untuk sesaat Munding rasa hormat muncul dalam dirinya untuk gadis pemberani di depannya itu. Afza adalah gadis yang pertama kali membuat Munding untuk menganggapnya sebagai seorang petarung sesungguhnya.

Shhhhhhhhhh..

Munding memasang kuda-kudanya dan memfokuskan seluruh konsentrasinya untuk melawan Afza sepenuh hati. Seiring dengan itu, semua intent serigala petarung yang terkumpul dalam dirinya memancar keluar dari tubuhnya dan menyebar ke segala arah seiring dengan desisan nafas yang berasal dari perutnya saat memasang kuda-kudanya.

Ughhhhhhhhhh.

Afza merasakan tekanan luar biasa yang berasal dari tubuh Munding dan membuatnya merintih pelan. Dia mengumpulkan semangat bertarungnya dan berteriak kencang untuk mencoba menetralisir intent Munding.

Haaaaaaaa.

Tekanan dari intent Munding yang dirasakan oleh Afza berangsur-angsur menghilang setelah dia membalasnya dengan mengeluarkan intent yang dimilikinya sendiri.

Intent serigala petarung adalah sesuatu yang sederhana. Semua serigala petarung memilikinya, bahkan untuk serigala petarung tahap awakening sekalipun. Intent ini sebenarnya adalah aura yang dipancarkan oleh seorang serigala petarung. Sesuatu yang sebenarnya juga dimiliki oleh semua orang. Orang biasa sekalipun.

Kita semua pasti pernah merasakan apa yang dinamakan dengan intent.

Contohnya, ketika kita tiba-tiba dipanggil atasan kita, saat kita masuk ke dalam ruangan, meskipun atasan kita sama sekali belum mengeluarkan sepatah kata pun, kita tahu kalau dia akan memarahi kita. Mungkin kita menggambarkannya dengan kata-kata ‘Feelingku kok nggak enak sih?’ atau ‘Keknya Bos lagi dapet nih’ atau mungkin seribu satu ungkapan lain, padahal si Bos masih tetap sama seperti biasanya, atmosfer juga masih tetap tak berubah. Tapi ada ‘intent’ yang keluar darinya, amarah yang ingin dia luapkan mungkin karena kesalahan kita.

Atau ketika kita tiba-tiba merasakan kalau pasangan kita sedang bersedih, marah, bahagia, bingung dan emosi lainnya padahal dia sama sekali tak mengucapkannya atau malah justru menutupinya. Tapi, intent semacam ini tentunya adalah sesuatu yang lemah dan mungkin tak berpengaruh ke orang lain.

Sekarang, kita tingkatkan sedikit, pernahkah anda melakukan sparing? Dengan seorang kawan atau rekan dekat? Apakah anda merasa terancam atau merasa berada dalam bahaya? Sekalipun, si kawan kita melakukan serangan super maut dan berteriak sekencang-kencangnya, kita tetap akan merasa rileks dan santai, karena kita tahu dia tidak serius dengan serangannya. Tidak ada niat sama sekali untuk mencelakai kita saat sparing.

Kita tingkatkan lagi, pernahkah anda melakukan sparing dengan rival atau orang yang anda anggap musuh dan juga sebaliknya? Kita tak akan se-santai saat sparing dengan kawan kita sendiri. Karena kita tahu, lawan kita punya intent untuk mencelakai kita bila diberi kesempatan.

Dan sekarang, coba bayangkan ketika kita sedang berhadapan dengan seorang pembunuh berdarah dingin dan dia berniat dengan segenap hati untuk membunuh kita. Apalagi ketika kita membayangkan sedang berhadapan dengan seekor harimau di tengah hutan belantara. Dan secara naluriah kita tahu kalau di depan sang Harimau, kita tak lebih dari seekor rusa yang siap untuk dimangsa.

Semua yang terpancar dari tubuh mereka adalah intent, yang membuat kita merasa takut, tegang dan segala bentuk emosi lain tanpa kita sadari kenapa itu bisa terjadi. Semua orang memilikinya, tapi para serigala petarung menguasai intent mereka dan dapat menggunakannya dengan leluasa.

=====

Author note:

Chapter ke 2 dari 2.

Kenapa chapter ini membahas lagi soal 'intent' yang mungkin konsepnya sudah disinggung bahkan sejak buku pertama?

Karena ini 'build up' untuk menuju ke tahap selanjutnya, yaitu 'manifestasi'. Sabar ya gaess.

munding:MerahPutih (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang