Chapter 80 - Revelation part 1

3.5K 216 11
                                    

Bagi Nia, hidup ini cuma berarti satu hal, Yasin. Dan kali ini Yasin sudah tiada, jadi hidup ini bagi Nia sudah tak ada lagi artinya. Afza memegang tubuh Nia yang meronta-ronta dengan kuat dan berniat untuk menyerang Munding.

“Nia, aku akan memberitahumu tentang Yasin, tapi kita buat kesepakatan terlebih dahulu. Kamu harus menceritakan semua yang kamu tahu tentang Chaos kepada kami,” kata Munding.

Nia terlihat sedikit lebih tenang setelah mendengar kata-kata Munding, secercah harapan kembali timbul dalam hatinya. Berharap agar Yasin masih tetap hidup dan tidak menemui ajal di tangan Izrail.

Setelah terdiam dan berpikir selama beberapa saat, Nia mengangkat kepalanya dan menatap tajam ke arah Munding, “Sebelum kita membuat kesepakatan, beritahu aku satu hal! Dia masih hidup atau sudah mati?” tanya Nia dengan nada datar dan tajam.

Munding tersenyum, “Nia, itu adalah hal yang terpenting bagimu, setelah tahu hal itu, untuk apa lagi kau membagi informasi yang kamu miliki kepada kami?” tanya Munding.

“Beri aku setidaknya kepastian terlebih dahulu!! Kalau ternyata dia sudah mati, biarlah semua rahasia yang aku tahu kubawa ke kubur bersamaku,” teriak Nia yang tiba-tiba histeris lagi.

Munding menarik napas dalam, setelah berpikir selama beberapa saat, Munding lalu bergumam pelan, “dari empat orang yang menyerang Bapakku, Yasin bukan termasuk dari dua orang yang mengalami luka parah dan cacat permanen.”

Deg.

Nia langsung memejamkan matanya ketika mendengar kata-kata Munding. Bagaimana tidak? Dari keempat orang tim Chaos, 1 meninggal, 2 luka parah, dan 1 tanpa cidera. Seharusnya peluang yang Nia miliki untuk keselamatan Yasin adalah 3 berbanding 1. Setelah mendengar kata-kata Munding barusan, peluangnya bukan membesar tapi justru mengecil.

Hanya ada dua pilihan sekarang, Yasin tewas atau dia bebas.

Nia terlihat berpikir lama lalu dia mengeluarkan senyuman pahit di bibirnya, “kalau lah Mas Yasin ada disini, dia pasti hanya akan tersenyum dan berkata bahwa ini semua adalah takdir dariNya, manusia berusaha tetapi Tuhan yang menentukan.”

Munding, Afza, dan Arya terdiam mendengarkan ocehan Nia yang baru saja mereka dengar. Mereka tahu kalau Nia sedang berpikir dan memutuskan apa yang akan dia lakukan.

Beberapa menit setelah ruangan ini dicekam keheningan, suara hembusan napas panjang terdengar dari mulut Nia dan dia pun merebahkan punggungnya di kursi yang sedari tadi dia pakai dan duduki.

“Kalian semua, tim kecil kalian ini, cuma salah satu pion dari sebuah papan catur raksasa yang telah dimainkan sejak puluhan tahun lalu,” gumam Nia pelan, masih tetap memejamkan matanya.

“Aku memang bukan anggota Chaos karena aku masih serigala petarung tahap awakening. Tapi, jauh sebelum Mas Yasin memutuskan untuk bergabung bersama Chaos, dia sudah memberitahuku banyak hal dan banyak rahasia yang membuatnya bergabung bersama organisasi itu.”

“Munding, menurutmu, dulu kami punya pilihan untuk pergi dan hidup menyendiri berdua setelah insiden waktu itu?”

“Itu hanyalah pemikiran naif seorang pria yang sama sekali belum melihat dunia.”

“Tak ada tempat yang aman di negeri kita ini. Dimanapun tempatnya. Apalagi bagi serigala petarung seperti kita.”

“Karena dari dulu, sampai detik ini, pertarungan tak pernah berhenti. Hanya gaungnya saja kadang tak terdengar,” suara Nia yang pelan dan jelas terdengar menggema dalam ruangan tahanan ini.

Munding melirik sekilas ke arah Arya dan memberikan isyarat untuk merekam pengakuan Nia yang sedang mereka lakukan ini. Arya menganggukkan kepalanya sebagai konfirmasi bahwa semuanya sudah terekam dari tadi dengan kamera.

“Chaos, Kepolisian, Tim kecil kalian, Militer, Militan, Pemerintah? Siapa mereka? Apa hubungan mereka? Kenapa semua ini membingungkan dan seolah tanpa alur dan terlihat tak saling berkaitan?” tanya Nia ke arah mereka bertiga setelah membuka matanya tadi.

“Apakah kalian selama ini berpikir begitu?” gumam Nia lagi.

“Munding, Mas Yasin mengetahui semuanya jauh sebelum insiden waktu kita bertarung dulu. Pada saat itu, dia ingin membuat ‘Chaos’ miliknya sendiri. Tapi semuanya berhasil kamu gagalkan. Setelah itu, dia memutuskan untuk bergabung dengan Chaos yang sekarang karena kegagalannya itu. Pada dasarnya, mereka semua mempunyai tujuan yang sama.”

Munding terlihat berpikir tapi masih belum menemukan titik terang yang dia cari.

“Munding, apakah kamu bingung?” tanya Nia sambil tertawa kecil.

“Baiklah, biar aku beritahu kepada kalian semua, bahwa apa yang selama ini kalian bela, tak lebih dari seonggok sampah yang menggerogoti rakyatnya sendiri,” bentak Nia kearah Afza dan Arya.

Afza dan Arya sedikit kaget saat mendengar ucapan Nia. Sesaat tadi, dia memaki-maki Munding, lalu tiba-tiba saja mereka berdua menjadi sasaran, bagaimana mungkin mereka tidak kebingungan.

“Jauh sebelum negeri kita merdeka, tahukah kalian apa tujuan para penjajah datang ke negeri ini. Gold, Glory, Gospel. Lupakan tentang Gold dan Glory, tapi Gospel? Mereka ingin menyebarkan keyakinan mereka ke negeri ini. Tentunya, kerajaan-kerajaan dan pusat penyebaran Islam tak bisa membiarkan hal itu terjadi. Jadi sedari awal, bahkan sebelum ada konsep merdeka dan sebuah negeri bernama Indonesia, perlawanan itu sudah ada.”

“Perlawanan yang sengit dan dengan tumbal nyawa. Bahkan sebelum kata Indonesia dikenal oleh bangsa ini. Dari Pasai di Aceh, Mataram di Jawa, Ternate-Tidore di Maluku, semuanya mengangkat senjata.”

“Tapi para penjajah mencari kelemahan kita dan mereka menemukannya. Adu domba.”

“Kyai diadu dengan Priyayi, Teuku diadu dengan Tengku, Agama diadu dengan Budaya, Putihan diadu dengan Abangan.”

“Menurut kalian, apakah dulu Jawa itu kental dengan Kejawen-nya? Keluarga Kerajaan Mataram Jogja mengadopsi syariat Islam dan mewajibkan wanita keraton menggunakan jilbab pada awal masa-masa Sultan 1 dan ke 2. Sampai akhirnya, mereka bangkit dan melakukan perlawanan frontal dibawah pimpinan sang Pangeran sekaligus santri militan, Pangeran Diponegoro.”

“Pemenang mempunyai kuasa untuk menulis ulang sejarah."

"Sejak ditangkapnya sang Pangeran dengan cara licik. Islam dicap radikal dan penyebab kekerasan. Dengan campur tangan penjajah, mereka menghapus pengaruh Islam dari dalam keraton."

"Jadi, konsep Islam dicap radikal bukan barang baru di negeri ini. Penjajah sudah menggunakannya puluhan tahun lalu.”

“Ketika masa perjuangan kemerdekaan, basis-basis pesantren dan keagamaan menurunkan pasukan mereka dan membentuk Laskar Islam. Selain pasukan ini, banyak juga terdapat pasukan dari elemen lain, yang terbesar tentu saja bekas militer bentukan Belanda yang dulunya bernama KNIL.”

“Saat kita merdeka di tahun 1945, Indonesia di bawah pemerintahan Jepang. Tentu saja para tentara bekas KNIL itu tak lagi mempunyai kuasa. Mereka merapatkan barisan dengan Laskar Islam dan ikut memperjuangkan kemerdekaan.”

“Hingga akhirnya, negeri ini memproklamasikan kemerdekaannya tahun 17 Agustus 1945."

=====

Author note:

Chapter ke 1 dari 2.

Bagi readers yang mungkin bingung dengan alur cerita dan hubungan berbagai pihak di seri Munding:MerahPutih ini, semoga setelah hari ini menjadi jelas dengan background yang dipakai dalam cerita.

Next chapter langsung diup sekarang.

Disclaimer:
Semua tulisan dalam cerita ini adalah fiksi dan khayalan author semata. Tolong jangan dicampur adukkan dengan realita.

munding:MerahPutih (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang