Chapter 97 - Netral

3.6K 248 34
                                    

Titis sebenarnya sedang berpikir keras. Dia sama sekali tak menyangka kalau pimpinan Chaos dan dua Jenderal Tua dari militer akan muncul secara bersamaan di tempat ini. Kali ini, dia harus bisa memberikan penjelasan yang baik atau justru pihaknya akan menerima serangan gabungan dari berbagai pihak.

“Hikari adalah anggota Chaos. Aku tidak menyuruhnya untuk melakukan itu. Kalian seharusnya menanyakan itu kepada Leman!” bantah Titis.

Hikari melirik ke arah Titis.

Nasution dan Dirman saling berpandangan lalu seperti dikomando mereka melihat ke arah Leman dengan tatapan meminta pertanggungjawaban.

Leman mengangkat kedua bahunya, “Aku tak menyuruh siapapun untuk menyerang prajurit kalian. Lagipula, mana mungkin aku menyuruh Hikari untuk menghabisi nyawa keponakanku sendiri,” kata Leman santai.

Dirman dan Nasution langsung mengalihkan pandangannya kepada Titis.

Titis yang merasakan bola panas kembali berada di tangannya dengan cepat menendang bola itu ke arah Hikari, “Kalian tanyakan sendiri ke Hikari, aku sama sekali tak tahu menahu soal ini.”

Hikari yang sedari tadi masih melihat ke arah Titis sedikit terkejut. Dia sudah agak lama tinggal di Indonesia, tentu saja Bahasa Indonesianya lumayan lancar dan dia tidak mengalami kesulitan untuk mengikuti percakapan orang-orang ini.

Hikari tahu kalau dia sekarang berada di ujung tanduk dan memegang bola panas yang baru saja dioper oleh Titis kepada dirinya. Dan bola panas itu yang menjadi sasaran rudal Dirman dan Nasution, dua monster manifestasi dari militer yang menjadi tameng negeri ini sejak dulu.

“Aku bukan pembohong. Aku punya semangat bushido. Aku melakukan apa yang sudah disepakati sesuai dengan perjanjian,” jawab Hikari dengan tak mengalihkan pandangannya dari Titis.

Jawaban yang bukan sebuah bantahan tapi juga tak terkesan sebuah konfirmasi. Tapi itu sudah cukup untuk membuat Dirman dan Nasution melihat kembali ke arah Titis.

Leman hanya melihat ke arah Titis dengan tatapan senang. Senang karena melihat mahluk satu itu sedang kebakaran jenggot dan berusaha untuk mencari celah agar bisa menyelamatkan diri.

“Oke. Ini tak ada habisnya. Kami juga hanya bercanda. Aku tahu semuanya sedari awal. Apakah kalian lupa konsepku?” kata Dirman pelan sambil melambaikan tangan.

“Konsepku memang tak begitu berguna dalam pertarungan. Aku tak punya serangan yang hebat seperti si Monyet atau si Jepang, aku juga tak punya defense yang istimewa seperti si Kura-kura. Tapi naluriku yang paling kuat,” lanjut Dirman.

“Kenapa namaku tak kau sebut?” protes Nasution.

“Apa istimewanya serangan tepuk lalatmu itu?” cibir Dirman.

“Hei!! Memangnya apa juga istimewanya konsepmu? Kau cuma manusia biasa ber-insting tajam,” balas Nasution.

Leman tersenyum kecut. Konsep Dirman tak akan sesederhana itu. Leman bahkan curiga kalau konsep Dirman mirip dengan yang disebut clairvoyance meskipun dia belum pernah membuktikannya sendiri.

Contoh termudah, Leman datang kesini untuk menyelamatkan Munding karena pelacak yang dipasang oleh Shadow ke tubuh anggota Chaos. Sedangkan Dirman dan Nasution? Cara apa yang mereka pakai untuk bisa datang kesini tak diundang dan tak diantar seperti pasangan Jaelangkung?

“Titis. Hentikan semua ini! Usahamu sia-sia selama kami berdua masih hidup. Kami berutang nyawa kepada para militan saat perang kemerdekaan dan mereka pun sama. Tak ada gunanya menggunakan trik omong kosong untuk mengadu domba kami. Camkan itu!!” kata Dirman.

“Kalian boleh jumawa di saat damai seperti ini. Kalian yang memegang kendali dalam semua lini. Tapi di saat hidup dan mati kedaulatan negara dipertaruhkan, kami lah yang akan mengusung panji perang, bukan kalian,” lanjut orang tua yang badannya lebih pendek dari rekannya tapi sekarang terlihat jauh lebih berwibawa.

“Leman, sudah cukupkah Chaos-mu membalas dendam? Kamu masih saja berkutat dengan dendam lamamu di Sulawesi dulu. Dendam adalah sebuah beban. Keputusan untuk melepaskan atau memikulnya ada di tanganmu. Kamu ingin melanjutkan lagi dengan sepak terjangmu atau berhenti disini, kamu yang putuskan,” kata Dirman sambil melihat ke arah Leman.

“Titis, aku lupa satu hal. Jangan libatkan bocah-bocah yang masih hijau itu lagi dalam konflikmu dengan Chaos. Kali ini, kami kehilangan beberapa bibit berpotensi milik kami. Kami anggap itu sebagai harga yang pantas untuk membayar netralitas kami. Tapi jika kamu masih mengulanginya lagi, kami tak akan lagi bersikap netral,” ancam Dirman.

“Jepang, ingat satu hal! Kalau sampai bocah yang kau tusuk tadi lewat. Humph! Aku akan mengejarmu sampai ke negerimu,” imbuh Nasution sambil mengacungkan jari telunjuknya ke arah Hikari.

Leman, Titis, dan Hikari jelas bingung setelah mendengar kata-kata Nasution. Jangan-jangan kedua orang Jenderal Tua yang umurnya tinggal beberapa hari lagi itu datang kesini gara-gara Munding?

“Tak usah pasang muka kebingungan seperti itu. Dia calon suami keponakanku,” kata Nasution sambil melangkah pergi bersama Dirman menuju ke mobil tentara yang masih menunggu mereka.

Semua orang kaget mendengar kata-kata Nasution.

“Titis, bocah yang kau siksa barusan. Lepaskan dia. Anggap aku meminta tolong kepadamu,” kata Dirman sesaat sebelum menghilang ke dalam mobilnya.

Titis dan Hikari berdiri terdiam di tempatnya. Rencana mereka gagal total dengan kehadiran dua Jenderal Tua dari militer itu. Bukan, rencana Titis yang gagal total. Hikari punya agenda sendiri. Dia ingin mengambil alih Chaos. Karena itulah dia menantang duel Leman, sekalipun konsepnya tak berarti di mata Leman.

Leman yang masih bertelanjang dada dan mengenakan celana pendek saja berdiri di depan Hikari dan Titis. Mereka bertiga adalah generasi kedua petarung manifestasi yang berada satu tingkat di bawah Dirman dan Nasution dari segi usia dan senioritas.

“Masih ingin melanjutkan duel kita?” tantang Leman kepada Hikari.

“Cukup. Aku akan berlatih lagi sebelum menantangmu duel lagi,” jawab Hikari.

“Kamu akan kecewa, mungkin saat kamu kembali nanti, bukan aku yang akan berdiri disini menghadapimu. Tapi Munding, keponakanku,” kata Leman sambil membalikkan badannya dan melangkah pergi.

Hikari menyalakan rokoknya dan menarik napas panjang. Pertemuan dan pertarungan hari ini memang mengguncang jalan hidupnya. Jalan hidup penyendiri yang dia tekuni dan percayai selama ini. Tapi dia yakin kalau ini akan membuatnya semakin kuat nanti.

Titis terdiam di tempatnya. Semua trik adu domba yang dia gunakan dan tiru dari penjajah jaman dulu mentah dan tanpa hasil.

Dia tak tahu apa yang akan dilakukan Leman dan Chaos setelah ini kepada pihaknya. Tapi satu yang pasti setelah hari ini. Militer sudah mengambil keputusan dan mereka memutuskan untuk netral dalam konflik panjang antara Chaos dan Kepolisian.

Titis harus berpikir ulang untuk melakukan tindakan kontra-teroris untuk menghadapi Chaos. Ya, di mata Titis, Chaos adalah organisasi teroris yang meresahkan masyarakat dan patut dibasmi karena menyebabkan teror dan pembunuhan kepada masyarakat tak berdosa.

Sama seperti apa yang selama ini kalian percayai dengan stigma yang mereka sematkan kepada kelompok teroris yang sering muncul di televisi dan dieksekusi tanpa dihakimi.

=====

Author note:

Dua chapter hari ini. Langsung update sehabis iklan yang lewat berikut ini. Wkwkwkwk.

munding:MerahPutih (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang