Chapter 89 - (blank) part 2

3.3K 236 38
                                    

Arya dan Mia kehilangan semangat dan langsung terduduk lemas setelah melihat Hikari mengeksekusi Ridwan. Ini semua bukan mimpi dan juga bukan sandiwara. Ini nyata. Ridwan membuktikan sendiri dengan nyawanya.

Mereka kini hanya bisa pasrah dan menunggu keajaiban terjadi. Setelah melihat betapa mudahnya Hikari menghabisi nyawa Ridwan, mereka berdua tahu kalau perlawanan mereka juga tak akan berarti di mata si Samurai itu.

“Hmmmm,” tiba-tiba terdengar sebuah suara di dekat mereka.

Arya dan Mia sedikit kaget, tapi tak lama kemudian, Mia tersenyum dan menarik napas lega karena dia mengenal sosok itu. Sosok yang menjadi idola bagi dirinya dan juga semua prajurit elite dari kepolisian. Sosok itulah yang kini menjadi orang terkuat di lembaga mereka dan satu-satunya orang yang memiliki kemampuan sebagai serigala petarung tahap manifestasi.

Dengan cepat, Mia bangkit berdiri dan memberikan hormatnya kepada sang Jenderal yang bernama Titis Lastiadi itu. Saat itu, Mia percaya kalau keajaiban itu benar-benar ada.

Titis hanya menganggukkan kepalanya ke arah Mia sebagai isyarat agar gadis itu menurunkan lagi hormatnya. Mia menuruti isyarat Titis dengan sumringah. Dengan adanya sang Jenderal disini, tak ada lagi kekuatiran dalam hati Mia.

Karena hanya petarung manifestasi yang bisa melawan petarung manifestasi lain. Dan Titis juga berada pada fase itu.

“Samurai? Lihat saja nanti kalau sudah berhadapan dengan Jenderal Titis!!” teriak Mia dalam hati.

Arya masih terduduk lemas di tempatnya sekalipun dia melihat Titis datang dan berinteraksi dengan Mia. Justru setelah melihat Titis, Arya makin lemas dan terlihat pasrah akan nasibnya.

“Prajurit, siapa namamu dan apa kesatuanmu?” tanya Titis ke arah Arya yang masih duduk bersila di tanah dan pasrah akan nasibnya.

“Cuihhh!! Kamu tak layak untuk tahu nama dan kesatuanku,” balas Arya ke arah Titis.

Mia kaget melihat reaksi Arya dan segera mendekati laki-laki itu, “Arya!! Ini Jenderal Titis dari Kepolisian. Dia petarung manifestasi, sama seperti Samurai tadi. Dia akan menolong kita!” kata Mia dengan penuh semangat dan berusaha meyakinkan Arya.

“Menolong?” jawab Arya sambil tertawa sinis.

“Aku pasti akan mati hari ini juga. Sekalian saja aku berbuat semauku,” gumam Arya pelan dan hanya bisa didengar dirinya sendiri.

“Mia, kamu terlalu polos. Semuanya tak seperti yang terlihat. Dia tak sesuci yang kamu kira,” bantah Arya.

“Kamu!!!!” Mia meradang sambil menunjuk ke arah muka Arya.

“Kamu mengejarku tapi aku tak memberimu harapan, dan sekarang ini yang kau lakukan? Men-judge semua orang dari lembagaku sebagai orang busuk dan penuh tipu daya???” teriak Mia ke arah Arya.

“Kita menghadapi krisis hidup dan mati, tapi yang kamu pikirkan justru masalah ‘aku mengejarmu’. Sial!! Kenapa aku bisa mati dengan gadis bodoh seperti dia disampingku?” keluh Arya.

“Hidup dan mati? Kamu tak melihat ada Jenderal disini? Samurai itu tak akan berani kembali kemari. Kita selamat. Apa yang kau risaukan lagi dengan soal keselamatan?” tanya Mia kebingungan.

Terdengar suara helaan napas dari belakang Mia dan tiba-tiba saja gadis itu merasakan rasa sakit luar biasa di dadanya. Mia menundukkan kepala dan melihat ke arah rasa sakit itu berasal. Sebuah pedang katana menyerupai pedang yang dipakai Samurai tadi ternyata telah menembus dadanya dan berasal dari punggung.

Mia yang masih kebingungan memutar kepalanya dan melirik kearah oknum yang menusuknya dari belakang dan dia sangat kaget saat melihat Jenderal Titis memegang katana itu dengan satu tangannya.

“Jenderal??” raut muka kebingungan terlihat jelas di wajah Mia sampai saat dia menghembuskan napas terakhirnya di tangan Titis.

Tubuh Mia tersungkur ke tanah setelah Titis mencabut katana itu.

Sebenarnya Titis tak suka menggunakan senjata tajam. Senjata favorit Titis sendiri adalah senjata api, tapi kali ini dia terpaksa menghabisi korbannya dengan senjata tajam, khususnya katana, agar sesuai dengan plot sandiwara yang dia susun.

“Prajurit, kau cerdas sekali!” puji Titis ke arah Arya yang masih terduduk di tanah.

Titis lalu menggunakan ujung katananya yang bersimbah darah untuk menunjuk ke muka Arya, tak ayal, sebuah luka tusukan kecil yang mengeluarkan darah akan muncul setiap kali Titis melakukan itu.

Dengan sebuah gerakan cepat, Titis memutar pedang katana di tangannya.

Cressssssss.

Telinga kanan Arya melayang ke udara dan terpisah dari pemiliknya selama ini. Darah segar mengucur dari bekas potongan itu, tapi Arya tak sedikitpun mengeluh atau merintih. Dia bahkan tak mengedipkan matanya sekalipun.

“Sialan!! Kalian ini!! Militer dan Militan, sama-sama selalu bertahan dengan arogansi kalian!!” teriak Titis dengan suara keras membahana.

Arya tetap terdiam dan tak bergeming di tempatnya.

“Ini sudah bukan era kalian lagi! Ini adalah masa damai tanpa konflik dan perang. Yang ada hanya konflik kepentingan saja. Semuanya sekarang bisa diatur dengan nominal uang! Kalian itu adalah mahluk purba yang seharusnya sudah punah,” geram Titis ke arah Arya.

Titis lalu terlihat mengatur nafasnya dan emosinya sedikit mereda.

“Kasih tahu aku, saat pertama melihatku, apakah kau tahu siapa aku?” tanya Titis.

Arya masih terdiam. Sebenarnya sedari tadi, dia sedang memutar otak untuk menemukan bagaimana caranya agar dia bisa selamat dari tangan Titis. Dan setelah terdiam dan berpikir selama beberapa saat tadi, satu-satunya cara adalah berpura-pura mengetahui rahasia tentang semua operasi tim Merah Putih berbekal informasi dari Nia.

“Jawab!!” bentak Titis sambil meletakkan pedangnya di leher Arya, dekat sekali hingga menyebabkan luka gores baru disana.

“Aku tahu,” jawab Arya pelan.

“Humph!! Aku sudah menduganya. Kalau tidak, maka seharusnya reaksimu seperti gadis bodoh ini!” kata Titis sambil menunjuk jasad Mia dengan katana di tangannya.

“Kami militer, kami tidak dididik untuk jadi orang bodoh semi militer seperti kalian,” jawab Arya.

“Keparat!!”

Crassssssss

Sebuah luka gores kini terlihat di muka Arya, melintang dari arah kiri bawah ke kanan atas, hampir sepanjang mukanya. Darah pelan-pelan merembes keluar dari luka itu dan memaksa Arya untuk menyekanya dengan menggunakan punggung tangan.

“Kasih tahu aku alasannya atau aku akan menghabisimu saat ini juga!” ancam Titis.

“Klasik,” gumam Arya dalam hati, “kalau aku kasih tahu, justru aku akan dibunuhnya. Kunci dari nyawaku adalah menahan informasi ini selama mungkin dan menunggu keajaiban datang,” lanjutnya.

Arya terdiam dan tak menjawab pertanyaan Titis, suasana menjadi sedikit canggung, karena tentu saja Titis tak akan benar-benar menghabisi Arya, tidak sebelum dia mendapatkan informasi tentang apa yang diketahui oleh bocah ini.

"Jawab!!" bentak Titis sambil sedikit menekan pedang di tangannya ke leher Arya.

Luka yang tadinya cuma goresan kini bertambah makin dalam.

=====

Author note:

Chapter ke 2 dari 2.

Ada sebuah legenda, sebuah katana, karena ketajamannya, setelah digunakan untuk memotong lobak dan lobak itu disatukan lagi, dia akan kembali utuh seperti sedia kala.

Dan pada jaman dahulu, untuk membuktikan ketajaman sebuah katana, tak jarang mereka mengetesnya dengan menggunakan katana itu untuk memenggal leher seorang tahanan.

munding:MerahPutih (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang