Chapter 3 - Rumit

5K 265 36
                                    

Aditya sedang duduk dan menikmati sebatang rokok ditemani kopi. Dia masih teringat kata-kata Puji malam kemarin.

Munding.

Sebuah nama yang keluar dari mulut Puji dan dianggap oleh gadis itu sebagai salah satu penyebab sepinya usaha warung remang-remang milik Aditya.

Meskipun Aditya terlihat seperti seorang yang kasar dan suka menyelesaikan masalah dengan kekerasan, tapi sesungguhnya dia punya otak yang cerdas. Kalaulah dia hanya preman biasa yang mengandalkan ototnya saja, tentu dia tak akan mempunyai ide untuk berwirausaha.

Menurut Puji, Munding adalah seorang pemuda yang seumuran dengan gadis itu, mereka satu kelas saat SD tapi berpisah karena Munding pindah sekolah saat kelas 6 SD. Mereka bertemu kembali saat insiden di lapangan desa dan Puji juga menceritakan perkelahian, lebih tepatnya, pembantaian Munding kepada gerombolan Joko Sentono.

Aditya menyadari satu hal, Munding bukan orang sembarangan.

Tapi, kini bocah itu kembali ke kampung ini, mendirikan mushola dan mengajari anak-anak mengaji. Kedua hal itu bisa ditolerir oleh Aditya, tapi sesuatu yang mengganggunya muncul saat Puji memberitahu Aditya kalau sekarang banyak warga yang nongkrong dan menghabiskan waktu mereka di mushola setiap malamnya. Dan sebagian besar dari orang-orang itu adalah pelanggan Aditya.

Meskipun cuma satu orang, Aditya merasa kehilangan karena mereka adalah pelanggannya, sumber penghasilannya. Tapi ini, beberapa orang yang sekarang gemar nongkrong di mushola adalah pelanggan Aditya. Dia tidak bisa membiarkan hal ini begitu saja.

=====

"Ndan, aku ada masalah," kata Aditya siang itu di kantor Polsek Sukolilo.

"Ngomong," jawab Suprapto sambil tetap asyik memainkan hpnya.

"Ada seorang bocah menganggu usahaku, aku mau memberi pelajaran," jawab Aditya.

"Hajar saja. Biasanya kan juga gitu," jawab Suprapto ringan, dia juga masih tak memberikan tanggapan serius dan masih asyik dengan hpnya.

"Aku takut bocah itu punya backing. Dia dulu pernah menghajar anak kepala desa yang lama," kata Aditya pelan.

"Ha?" Suprapto meletakkan hpnya dan melihat ke arah Aditya.

"Menghajar anak Karto?" tanya Suprapto.

Aditya menganggukkan kepalanya, "kata bocahku, dia yang bikin anaknya Karto kehilangan kelelakiannya," kata Aditya.

"Munding?" jawab Suprapto cepat.

"Komandan kenal sama bocah itu?" jawab Aditya dengan muka cerah.

"Goblok!!!!" maki Suprapto tiba-tiba.

"Aditya, dengar kata-kataku! Jangan, jangan, jangan pernah sekalipun berurusan sama bocah itu, istrinya, keluarganya, atau semua orang yang dekat dengannya. Kamu ngerti!!!" bentak Suprapto.

Aditya kaget. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Suprapto justru akan memberikan peringatan sekeras itu.

"Saat Munding masih belum bisa ngelap ingusnya, dia sudah menghajar Saud dan anak buahnya seorang diri," kata Suprapto.

"Setelah itu, dia balas dendam kepada pembunuh Bapaknya. Kau tahu berapa orang yang dihabisinya malam itu?" lanjut Suprapto.

"Dihabisi?" tanya Aditya setengah tak percaya.

"Ya. Dihabisi, dibunuh, dibantai, terserah kau mau menyebutnya apa. Dia menghabisi Karto, 4 orang anak buahnya, ibu, dan kakak kandungnya sendiri. 7 orang dia bunuh sendiri dengan kedua tangannya. Berapa nyawa yang pernah kau habisi ha?" bentak Suprapto.

munding:MerahPutih (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang