Chapter 105 - Krisis

3.7K 284 189
                                    

This bonus chapter dedicated to jijeer.

Semoga bisa menjadi anak yang sholehah dan membanggakan kedua orang tua.

Semoga Allah SWT melancarkan semua urusannya, mengabulkan cita-citanya dan memberikan calon imam terbaiknya di masa depan.

Amin.

=====

“Ughhhhhhh,” Nurul memegangi perutnya yang terasa sakit sekali.

Bu Nyai dengan sabar mengelus-elus kepala anaknya dan menenangkan dia. Ini memang sudah mendekati waktunya bagi masa-masa yang diprediksi oleh dokter untuk kelahiran bayi Nurul. Cynthia dan Amel menemani mereka berdua, sedangkan Pak Yai sedang bernostalgia bersama adik-adik angkatnya.

“Bu Cynthia, seperti yang kami pernah sampaikan kepada pasien. Kondisi fisiknya tidak memungkinkan untuk melahirkan secara normal, jadi harus dilakukan operasi bedah untuk proses kelahirannya. Jadi kami harus mempersiapkan dulu fasilitasnya,” jawab seorang Dokter senior saat ditanya oleh Cynthia kenapa Nurul tak segera ditangani.

“Sabar ya Dek,” bisik Amel sambil menenangkan Nurul yang terbaring di atas ranjangnya.

Tak sampai sepuluh menit kemudian, sang Dokter memberi tahu kalau fasilitas operasi sudah siap. Nurul sebenarnya dijadwalkan untuk operasi dua hari lagi, tapi entah kenapa dia merasakan gejala bukaan lebih dini. Karena itu, pihak rumah sakit sedikit sibuk untuk mempersiapkan fasilitas operasi secara dadakan.

“Mbak Amel tungguin Mas Munding aja disini. Biar Ibu sama Mbak Cynthia yang nemenin Nurul,” kata Nurul dengan muka menahan sakit nyeri di bagian perutnya.

“Tapi...”

“Nggak pa-pa Mbak, sebentar lagi Mbak Amel bakalan punya keponakan,” jawab Nurul sambil memaksakan diri untuk tersenyum.

Amel terdiam di tempatnya sambil melihat Nurul di bawa ke ruang operasi ditemani oleh Cynthia dan Bu Nyai.

“Munding, bangun!! Anakmu segera lahir! Kamu tak ingin mengucapkan adzan di telinganya?” bisik Amel lirih di telinga Munding.

Dan sama seperti ratusan atau bahkan ribuan kali usaha yang sama sebelumnya, tak ada reaksi sedikitpun dari Munding. Amel menitikkan air mata tanpa dia sadari. Baru kini Amel sadar kalau cinta itu bisa begitu menuntut dan membelenggu.

Di ruang operasi.

Sekumpulan tim medis dengan sibuk menyiapkan alat-alatnya. Cynthia melihat dari luar ruangan operasi yang dibatasi oleh kaca, sedangkan Bu Nyai berada dalam ruangan operasi sambil mengenakan baju steril karena dia tak ingin anaknya sendirian saat ini.

Sebenarnya tim dokter menolaknya, tapi Cynthia meminta mereka membuat pengecualian.

Setelah semua orang selesai dengan persiapannya. Sang dokter bedah yang menjadi pemimpin operasi kali ini melihat kearah Cynthia dan meminta ijin untuk memulai operasi. Cynthia menganggukkan kepalanya dan sang Dokter lalu mendekat ke arah Nurul.

“Maaf Bu, agar lebih nyaman bagi Ibu, kami akan melakukan bius total. Ketika Ibu nanti terbangun proses operasi sudah selesai,” kata si Dokter ke Nurul.

Bu Nyai melihat dengan tatapan cemas ke arah anak perempuannya.

Nurul tersenyum ke arah Ibunya untuk menenangkan dia lalu dia menganggukkan kepalanya ke arah Dokter yang barusan berbicara dengannya. Sang dokter lalu memberikan isyarat kepada salah satu perawat yang kemudian datang dengan membawa sebuah suntikan ke samping meja operasi.

Satu-satunya yang dilihat Nurul setelah dia merasakan sebuah suntikan di bagian lengannya adalah tatapan kuatir dari Ibunya yang mengenakan masker dan berdiri tak jauh dari dirinya.

munding:MerahPutih (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang