Chapter 124 - Darkness part 2

4K 235 14
                                    

“Geoffrey!!” teriak Bae sambil melompat keluar dari ruangan rawat ini melalui kaca yang tadi dia pecahkan.

Geoffrey yang mendengar teriakan Bae langsung melesat menuju rekannya itu.

“Kenapa? Misi selesai?” tanya Geoffrey.

“Bukan. Kita dapat kejutan,” kata Bae sambil menunjuk ke arah Munding yang pelan-pelan berjalan keluar menuju taman.

“Half-step?” gumam Geoffrey, “Apa masalahnya?”

Bae terlihat sedikit canggung saat ditanya seperti itu oleh rekannya. Seolah-olah, dia menganggap Bae, sebagai seorang petarung manifestasi senior, ketakutan saat melawan seorang petarung half-step.

“Bukan begitu! Aku tak tahu konsep apa yang dia pakai, tapi semua seranganku tak mempan kepadanya. Dia tak menghindar, dia hanya diam dan menerima semua seranganku. Tapi dia masih tetap tegak berdiri,” kata Bae mencoba menjelaskan situasinya kepada Geoffrey.

“Defense type?” tanya Geoffrey.

“Mungkin,” jawab Bae pendek.

“Humph!” Geoffrey lalu berjalan pelan menuju Munding yang sekarang berdiri tak jauh dari mereka berdua.

“Petarung half-step, sampai kapan pun masih tetap belum bisa disebut petarung manifestasi. Tak ada yang perlu ditakuti,” kata Geoffrey sambil melirik tajam ke arah Bae.

Lama kelamaan, Geoffrey setengah berlari dan meloncat ke arah Munding. Tubuh besar dan kekar Geoffry terlihat mengambang di udara lalu dia mengangkat tangan kanannya keatas dan menjentikkan jarinya di udara.

Booommmmmm.

Sebuah bola api raksasa yang memiliki diameter 1,5 m terlihat mengambang di atas telapak tangan kanan Geoffrey, sontak saja semua orang yang sedang bertarung di taman ini terpaku di tempatnya.

Pak Yai, Vidyut, Denise, Leman, dan Bae, mereka semua menatap dengan pandangan takjub dan ngeri ketika melihat bola api yang terlihat bulat sempurna dan berwarna kemerahan itu. Dari tempat mereka berdiri mereka sudah bisa merasakan panas yang memancar dari benda itu.

“Aku akan membakar semuanya!!!” teriak Geoffrey sambil mengayunkan bola api di tangan kanannya ke arah Munding yang berdiri tegak di depannya.

Booooooooooommmmmmmmm

Sebuah suara dentuman yang sangat keras terdengar di halaman taman itu.

“Munding!!!!” Pak Yai dan Leman berteriak berbarengan dan tanpa mempedulikan musuhnya, mereka berdua berlari ke arah Munding.

Tapi dengan cepat, Denise mencegat Leman dan Vidyut menahan Pak Yai. Pak Yai dan Leman hanya bisa menggertakkan gigi mereka menahan marah dan sedih. Mereka tak bisa berhenti melirik ke arah tempat dimana tadi Munding berdiri. Jangankan Munding, Leman juga tak yakin kalau konsepnya mampu menahan serangan sedahsyat bola api milik si Bule itu.

“Konsepku adalah ‘combust’. Dengan konsep ini aku bisa memanifestasikan intent-ku menjadi sesuatu yang sangat mudah terbakar. Karena aku bisa memanipulasi intentku sendiri dalam bentuk apa pun, itu artinya, aku akan tetap punya ‘bahan bakar’ selama aku masih memiliki intent,” kata Geoffrey sambil melirik ke arah Pak Yai dan Leman.

Tapi ada satu kelemahan yang tidak dikatakan oleh Geoffrey, karena tak mungkin dia memberitahukan kelemahan dirinya sendiri kepada musuhnya.

Sesuai prinsip segitiga api, api akan terbentuk jika ada tiga unsur yang saling bertemu. Mereka adalah oksigen, bahan yang mudah terbakar, dan sumber nyala api. Oksigen tersedia di udara sekitar kita, bahan bakarnya berasal dari intent milik Geoffrey, tapi tetap saja Geoffrey membutuhkan sumber api untuk memicu terjadinya combustion.

Karena itu, setiap kali dia melakukan serangan, Geoffrey harus menjentikkan kedua jarinya karena disanalah letak pemantik apinya. Tanpa pemantik api? Geoffrey hanya manusia biasa.

Meskipun begitu, mereka semua harus mengakui kalau Geoffrey adalah petarung manifestasi terkuat di tempat ini sekarang. Leman mungkin punya defense yang kuat, tapi manifestasi intent Leman tak dapat melindungi dirinya dari suhu panas. Jika Geoffrey membakarnya, tetap saja dia akan mati terpanggang, sekalipun kulitnya tak tersentuh api karena terlindungi oleh intent-nya.

Ini bukan sekedar atraksi menggoreng mendoan di wajan dengan tangan kosong kan?

Sama seperti petarung yang lain, baik itu Denise atau Vidyut, mereka akan dengan mudah didominasi oleh konsep Geoffrey. Justru hanya Bae yang sebenarnya tak terlalu risau dengan kemampuan si Bule itu.

Dengan speed yang dimiliki Bae, sampai kiamat pun, Geoffrey tak kan pernah bisa membakar sehelai rambut milik Bae. Terkecuali kalau Geoffrey bertindak gila dan membakar semua benda di sekelilingnya tanpa ampun dengan radius yang melebihi kecepatan Bae menyelamatkan diri.

Meskipun begitu, tidak ada yang menyangkal kalau Geoffrey bisa dengan mudah mendominasi semua petarung yang ada disini.

Api masih menyala dengan hebat di tempat Munding berdiri. Semua orang dapat merasakan panas di kulit mereka meskipun ada jarak antara mereka dengan tempat Munding berdiri sekarang.

Leman dan Pak Yai menatap kuatir ke arah Munding.

Waktu terasa berjalan lambat. Lama kelamaan api yang tadi berkobar dengan hebat itu semakin mengecil. Saat itulah semua orang terpana ketika melihat ke arah tersebut.

Sesosok laki-laki tetap berdiri dengan posenya yang tadi tanpa terluka sedikitpun.

Leman dan Pak Yai langsung tersenyum cerah. Geoffrey tertegun di tempatnya. Vidyut dan Denise membuka mulutnya ternganga tanpa kata-kata. Bae tersenyum kecut, karena dugaannya terbukti. Pemuda yang tadi tetap tak bergeming setelah dihajarnya dengan Gomu Gomu no Gattling Gun miliknya ternyata memang memiliki konsep yang luar biasa.

=====

Munding merasakan sakit di lengannya ketika dia menerima pukulan super cepat dan bertubi-tubi dari si Kakek tua yang ada di depannya. Tangannya dan bagian samping tubuhnya yang menjadi sasaran serangan si Kakek terasa remuk redam karena tenaga yang luar biasa dari pukulan-pukulan itu.

Tapi,

Munding merasakan sesuatu yang lain. Pelan tapi pasti, dia merasakan sesuatu menjalar ke seluruh tubuhnya dan berasal dari jantungnya. Seperti ada sesuatu yang berbeda sedang mengalir dalam pembuluh darahnya.

Mata Munding terbelalak ketika dia menyadari ada garis-garis berwarna hitam muncul di permukaan kulitnya. Seolah-olah darahnya berubah warna dari merah menjadi hitam. Garis-garis itu menjalar dengan cepat dan dengan segera menutupi seluruh permukaan tubuh Munding.

Ketika garis-garis itu sampai ke tangan Munding dan memenuhi lengannya seperti sebuah tattoo, Munding tak lagi merasakan sakit saat menerima pukulan dari si Kakek tua itu.

Munding masih merasa takjub dengan apa yang terjadi pada dirinya ketika gelombang serangan kedua datang kembali dari si Kakek tua. Kali ini, bukan hanya pukulan tapi juga tendangan super kilat yang dilancarkan si kakek ini. Tapi, Munding tak lagi kuatir. Dia bahkan tersenyum. Dia ingin tahu sekuat apa konsep ‘kegelapan’ yang dimilikinya ini.

Serangan kedua si kakek lebih brutal dan bertenaga daripada serangan pertama. Durasinya juga lebih lama, Munding sempat terhuyung ke belakang dan kehilangan keseimbangan karenanya. Tapi dia tak merasakan apa-apa dari serangan fisik kedua itu.

Dengan percaya diri, Munding kembali berdiri tegak dan bahkan melangkah pelan ke depan. Dia mengharapkan si kakek untuk kembali melancarkan serangannya yang ketiga, tapi tak sesuai dengan keinginan Munding, si kakek justru meloncat ke belakang dan berlari ke arah taman.

“Ha?” Munding jelas kecewa melihat reaksi si kakek, “Hei, kenapa lari? Ini masih belum cukup. Aku ingin melihat sampai mana kemampuan defense konsep kegelapanku!!” teriak Munding dalam hati penuh kekecewaan.

=====

Author note:

Chapter ke 2 dari 2.

munding:MerahPutih (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang