Chapter 14 - Mengungsi

4K 245 75
                                    

Mobil Asma melaju kencang dan tak butuh waktu lama untuk sampai ke rumah Munding. Meskipun sesekali Asma harus mengerem mendadak karena pandangannya terhalang oleh retakan di kaca depan.

Suara ban yang berdecit nyaring di halaman rumah mengagetkan Munding dan Nurul yang sedang bermesraan di kamar mereka.

"Siapa tu Mas?" tanya Nurul bingung.

Munding lalu memakai bajunya dan berjalan keluar ke depan rumah. Di saat yang sama, Asma juga berusaha keluar dari mobil tanpa mematikan mesinnya.

Ketika Asma melihat Munding sedang yang membuka pintu depan rumahnya, Asma tersenyum lega. Semua perasaan kalut dan panik yang dia rasakan tadi hilang dengan sendirinya. Asma kemudian berlari menghambur untuk memeluk Munding.

Tapi, sekelebat bayangan tiba-tiba sudah berdiri di depan Munding dan merentangkan tangannya, bersiap menerima pelukan Asma dan menghalangi usaha Asma untuk memeluk Munding.

Nurul.

Asma kaget saat tersadar bukan Munding yang dipeluknya barusan. Dia membuka matanya dan melihat Nurul berada dalam pelukannya, dan Asma pun tersenyum, pahit.

Nurul tersenyum nakal. Panik boleh, tapi jangan ngambil kesempatan meluk suami orang dong, Munding punyaku, mungkin seperti itulah maksud senyuman nakal Nurul.

"Kamu kenapa Ma?" tanya Munding dari belakang Nurul.

Tapi belum sempat pertanyaan Munding dijawab oleh Asma, suara Nurul terdengar.

"Di dalem aja Mas, Mas matiin dulu tu mobil Mbak Asma. Biar Mbak Asma sama Nurul ke dalem rumah dulu," kata Nurul.

Munding mengiyakan instruksi Boss Besar-nya.

Nurul dan Asma lalu masuk ke dalam rumah, sedangkan Munding berjalan ke arah mobil Asma. Munding melihat kaca depan yang retak parah serta spion kanan yang patah. Sedikit goresan juga terlihat di body mobil sebelah kanan.

Munding lalu mematikan mobil Asma dan menutup pintunya. Dia berjalan ke belakang mobil dan melihat jauh ke arah jalan.

Munding tak melihatnya, tapi nalurinya mengatakan kalau baru saja ada beberapa orang yang mengejar Asma sampai kesini. Munding tak tahu berapa jumlah mereka atau siapa mereka. Dia hanya tahu kalau mereka mengikuti Asma ke sini dan sekarang sudah pergi.

Munding menarik napas dalam dan berusaha meredakan amarah yang sempat sedikit bergejolak tadi. Dia kembali ingat kalau tak semua masalah bisa selesai dengan kepalan tangan dan darah berceceran.

Munding lalu berjalan ke arah rumahnya dan masuk ke dalam. Dia membiarkan pintu rumahnya terbuka tanpa menutupnya.

Nurul masih memeluk Asma di ruang keluarga dan berusaha menenangkannya. Ketika Nurul melihat suaminya datang, dia memberikan isyarat ke Munding untuk pergi ke dapur. Munding tahu maksudnya. Nurul ingin Suaminya membuatkan minuman hangat ke dapur untuk mereka.

Munding kemudian ke dapur dan membuatkan tiga gelas teh hangat dan membawanya ke ruang keluarga.

Setelah melihat Munding di dekat mereka, Asma terlihat sedikit lebih lega. Maksud hati sih pengen dipeluk Munding, tapi melihat seberapa ganasnya Nurul, Asma cuma bisa pasrah sambil melirik ke arah Munding yang memberikan segelas teh hangat untuknya.

Asma lebih tenang setelah meminum tehnya, dia lalu bercerita soal penyerangan yang dialaminya. Asma juga mulai merasa kuatir dengan keselamatan Ibunya, karena dia merasa dia tidak punya musuh dan belum tahu motif para penyerangnya.

"Kalau begitu, tunggu disini dulu, biar aku yang jemput Ibumu kesini," kata Munding.

"Nanti kalau orang-orang itu ngikutin kesini gimana Mas?" tanya Nurul.

"Asma kasih tahu Ibumu dulu. Nanti aku bisa langsung jemput dia. Seharusnya nggak butuh waktu lama. Atau Dek Nurul hubungi Bapak di Sumber Rejo?" kata Munding.

"Nggak usah, Mas langsung aja ke rumah Mbak Asma. Daripada nanti kenapa-kenapa sama Ibu," kata Nurul.

Asma lalu menghubungi Ibunya dan meminta bersiap-siap sekalian memberi tahu kalau Munding akan menjemputnya. Ketika Ibu bertanya ada masalah apa, Asma berjanji akan menceritakannya saat Ibu sampai di rumah Munding.

Tak lama kemudian, Munding sudah berada di rumah Bu Carik. Rumah yang sama dan tak kan pernah dia lupakan. Meskipun rumah ini sudah direnovasi dan jauh lebih megah dibanding dulu, Munding tetap merasa sedikit rasa aneh karena penyesalan yang tak pernah hilang dari hatinya.

Karena di rumah inilah, Munding telah melakukan perbuatan yang dia akan terus sesali seumur hidupnya, sampai saat ini.

"Assalamualaikum," panggil Munding.

"Waalaikumussalam," jawab seorang wanita dari dalam rumah.

Seorang wanita dewasa yang mengenakan jilbab dan terlihat masih  cantik membuka pintu rumah dan keluar. Dia membawa sebuah tas di tangannya.

Setelah itu, dia menutup kembali pintu rumahnya, "langsung kan?" tanya Bu Carik.

"Iya Bu," jawab Munding sambil meraih tas yang dibawa Bu Carik.

Mereka berdua terlihat canggung. Apapun itu, mereka berdua punya cerita kelam di masa lalu. Tentu akan sedikit aneh saat berinteraksi cuma berdua seperti sekarang ini.

Munding kemudian memboncengkan Bu Carik di atas motornya, lalu dengan cepat melaju pulang ke rumahnya.

=====

"Asma, kamu nggak pa pa kan Nak? Ibu lihat mobilmu di luar tadi sampe segitunya," jerit Bu Carik saat melihat Asma bersama Nurul.

Asma lalu menceritakan kembali semua kejadian yang dia alami kepada Ibunya. Tak lama kemudian mereka bertiga saling berpelukan di atas sofa.

"Mas," panggil Asma pelan ke Munding.

"Hm?" tanya Munding ke arah Asma.

"Tadi Asma ngelihat ciri-ciri pelakunya sama motor yang dia pakai. Tapi Asma lupa nomor platnya," kata Asma.

"Mereka ada empat orang, rambutnya gondrong semua. Mereka memakai jaket hitam mirip punya tukang ojek pangkalan gitu," kata Asma.

"Jaket kulit hitam maksudnya?" tanya Munding.

"Iya. Bener," jawab Asma.

"Motor yang mereka pakai tu bebek matic warna hitam, ada dua. Asma cuma bisa mengingat dua angka dan huruf di belakang dari salah satu motor itu, '78 BE' kalau nggak salah," lanjut si Asma.

"Pencegat kalengan nih kayaknya. Masak mau nyegat korban naik motor matic, boncengan lagi, mana bisa lari lah dia?" kata Munding dalam hati.

"Ya udah untuk sementara, Ibu sama Asma tinggal aja disini dulu. Besok pagi, Munding bikin laporan ke polsek Sukolilo," kata Munding.

"Mmmmm. Tapi, nggak enak kalau kelamaan di sini kan?" tanya Asma ragu-ragu.

"Demi keselamatan kalian," bantah Munding pendek.

Mereka bertiga lalu tidur di kamar Munding, sedangkan Munding sendiri tidur di sofa ruang keluarga.

Di tengah malam, Nurul datang dan mendekati suaminya yang terlelap. Nurul menyelimuti tubuh suaminya yang terbaring di sofa sambil mengamati lekat-lekat wajah suaminya itu.

Setelah beberapa menit, Nurul maju dan mencium kening suaminya yang masih tertidur.

"Nurul sayang Mas Munding," bisik Nurul pelan.

Nurul lalu berdiri dan masuk ke kamarnya lagi. Munding membuka matanya setelah Nurul masuk ke kamar. Dia melirik ke sana.

Sebenarnya Munding sudah terjaga sejak Nurul membuka pintu kamarnya. Dia sengaja membiarkan istrinya melakukan apa yang dia mau dan tidak ingin mengganggunya.

"Aku juga sayang Nurul," bisik Munding sambil tersenyum dan kembali tidur.

=====

Author note:

Masih ada satu lagi.

munding:MerahPutih (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang