Bab 22 •Pembalut

1.1K 60 8
                                    

"Nyariin ya?" tanya Kana dengan nada meledek nya pada Didi. Didi mendengus kesal, detik berikutnya dia mencubit hidung Kana membuat gadis itu meringis kalau menatap tajam ke arahnya.

Didi terkekeh,"kesel ya?" tanya nya.

"Kalau hidung aku tambah pesek kamu harus tanggung jawab," kata Kana sambil menunjuk wajah Didi dengan telunjuknya dan memajukan bibirnya beberapa sentimeter.

"Kode minta dicium ceritanya?" tanya Didi sambil memajukan wajahnya mendekati wajah Kana.

Sontak, Kana memundurkan wajahnya lalu membuang muka sambil mendengus kesal.
"Aku ngambek, jangan ganggu."

"Hahhahahaah pacar gue lucu bangat sih,"
kata Didi sambil tertawa. Lalu, dia merangkul pundak Kana dan membawa gadis itu untuk menempati kursi paling pojok kantin.

Dia mendudukkan Kana, lalu beralih untuk duduk disamping Kana. Didi menopang dagu nya dengan telapak tangan, dengan menghadapkan wajahnya untuk menatap Kana dari samping.

"APA?" tanya Kana ketus tanpa menatap Didi.

"Lo cantik," jawab Didi dengan senyuman di wajahnya, tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah gadis nya itu.

"Iya aku tau, makasih." kata Kana cuek seolah-olah tidak peduli. Padahal dalam hatinya, ia tersenyum senang, banyak-banyak bersyukur kepada tuhan.

"Mau pesan apa? Biar aku yang ngantri," tanya Didi. Cowok itu absurd bangat memang, kadang aku, kadang juga gue. Gak cuma ucapan nya yang absurd, kelakuannya pun sama.

"Serius kamu mau ngantri?" tanya Kana tidak percaya. Masalahnya, Didi sangat anti dengan antre-antrean. Jika ditanya, cowok tersebut menjawab, "Males,bau,bau cabe-cabean."

"Gak percaya?" tanya balik Didi.

"Gak."

"Dih ngeremehin, yaudah kamu tunggu sini," ucap Didi lalu berdiri dari duduknya dan berjalan menuju tukang siomay yang sedang duduk sambil kipas-kipas. Sudah dibilang, cowok itu tidak suka mengantre, buktinya, dia lebih memilih tukang siomay yang kebetulan sedang sepi.

Tak lama, Didi datang dengan dua buah mangkok yang berisi siomay ditangannya.
"Nih," kata Didi sambil memberikan mangkok berisi siomay itu kepada Kana. Dia pun duduk di kursi yang berhadapan dengan Kana.

"Aku gak percaya kamu berani antre Di," ucap Kana sambil menyiapkan sesendok siomay ke dalam mulutnya.

"Berani kok, tadi aku cuma kasian aja sama bapa itu karena dagangannya sepi," kata Didi berbohong. Padahal memang aslinya ia tidak mau mengantre. Didi menyuap siomay nya ketika melihat Kana mengangguk menanggapi ucapannya.

"Sekarepmu wae lah Di."

❣❣❣

Didi memasuki rumahnya dengan langkah tergesa-gesa ketika dia dapat berita dari asisten rumah tangga nya, kalau kcing kesayangan nya tewas di belakang rumah.

"MOLIIIIIIIII," teriak Didi sambil berlari menuju ke belakang rumahnya.

"Sabar den sabar, Moli udah tenang di alam sana," kata pak Usman menenangkan Didi dengan menepuk punggung cowok itu.

Didi melihat gundukan tanah di depannya. Ya, Moli sudah dikuburkan, di belakang rumahnya.

Didi menengok ke arah pak Usman,"kenapa bapak yang kubur Moli? Harusnya kan saya aja."

"Yah terus gimana Den? Bapak kira Aden bakal jijik sama Moli, soalnya tadi Moli bau bangat, kayaknya dia keracunan dah den."

La-Luna (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang