Bab 50•Cafe.

634 37 0
                                    

Siapa yang nungguin nih?
Sorry banget baru bisa update guys:))

☕☕☕

Bimo menggebrak meja di hadapannya. Menunjuk wajah Crista dengan jari telunjuknya. Wajah cowok itu merah, tentu saja ia marah.

Crista yang ditunjuk hanya mengangkat sebelah alisnya. Terlihat menantang, tapi memang benar, dia menantang.

"Sialan lo, idup lo agak kurang ya kalau gak bikin orang susah?" Crista tersenyum miring, hampir tertawa dengan pertanyaan Bimo.

"Emang gue bikin susah siapa?" tanya Crista.

"Nih cewek? Yaelahh, hidup dia mah emang udah susah. Liat deh, baju dekil, rambut acak-acakan gue ramal gak di shampo sebulan, Sepatu di kasih tetangga. Dari penampilan nya aja, udah keliatan kan dia orang susah?" Crista menunjuk Crista dengan jari telunjuknya. Bimo menyingkirkan jari cewek itu.

"Lo kalau ngomong, dijaga ya!" tegas Bimo. "Lo liat deh penampilan lo sendiri, kayak tante-tante menurut gue!"

Crista memelototkan matanya karena mendengar ucapan Bimo.

"Ganteng-ganteng mulut nya kayak cabe lo ya!" kata Crista pada Bimo.

"Lah bukannya elo ya yang cabe? Cabe-cabean," kata Bimo santai.

Tanpa mereka sadari, mata pengunjung kantin sudah berpusat pada diri mereka. Dari yang sedang mengantre, rela menunggu belakangan demi melihat perdebatan Bimo dan Crista.

"Udah Bim, gausah di ladenin," lerai Kana. Bimo menoleh ke arah Kana, lalu mengangguk.

"Iya juga, gak ada untungnya gue adu bacot sama ni cabe. Dapet duit kagak, dapet pahala kagak, nyape-nyapein mulut gue doang." ucap Bimo sambil tersenyum miring ke arah Crista.

Hampir saja Crista ingin mencakar wajah cowok itu, tetapi Bimo sudah pergi duluan dari hadapannya dengan tangannya yang menggandeng tangan Kana.

Di pintu masuk kantin, seorang cowok tengah berdiri menyaksikan perdebatan tersebut. Tangannya ia masukkan ke dalam saku celananya. Earphone yang tadinya ia pakai, rela ia lepas agar telinganya jelas mendengar perdebatan tersebut.

Bimo dan Kana melewati cowok itu. Pandangan cowok itu datar menatap Kana, begitupun sebaliknya.

Sebuah sapaan yang kian Kana rindukan, harus terkalahkan oleh ego cowok yang sedang memasukkan tangannya ke dalam saku celana itu.

Dia Didi.

"Maafin gue, Kana." batin Didi berbicara.

☕☕☕

--16.00

Sebuah panggilan yang lumayan keras membuat Didi tersentak dari tidurnya. Cowok itu mengusap matanya, dan berusaha untuk membukanya.

Pandangannya menatap tajam ke arah dua cowok yang sekarang sedang berdiri di depan pintu kamarnya dengan cengiran khasnya masing-masing.

"Gue kangen banget sama lo, sumpah." Itu suara Fero. Cowok itu berjalan mendekati Didi yang diikuti Deni di belakangnya.

Didi melempar bantal yang berada di dekatnya ke arah Fero,"gue lagi tidur, lo teriak-teriak kayak anak monyet tadi, berisik tau ga!"

La-Luna (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang