Bab 60•Tertembak?

610 23 0
                                    

Tangan Cici sibuk menyisir rambut Kana. Sedangkan Gea, dirinya sibuk mempercantik diri sendiri. Kana memejamkan matanya, masih mengantuk. Karena Cici membangunkannya masih terlalu pagi.

Semalam, Gea dan Cici sengaja menginap di rumah Kana. Sengaja, karena orang tua Kana dan Bimo juga sedang pergi ke luar negeri. Kesempatan bagi mereka berdua, karena bisa melihat wajah Bimo sebelum tidur.

Menonton film bersama, tepatnya film horor, mereka lakukan kemarin malam, jam sepuluh malam sampai tengah malam. Cici yang berteriak saat hantu nya ditayangkan, membuat mereka—Kana, Gea, Bimo—sibuk menutup telinganya untuk menghindari pecahnya gendang telinga.

"Minyak wangi lo mana Na?" tanya Gea pada Kana. Kana menunjuk ke arah botol minyak wangi yang berada di atas nakas tempat tidurnya.

Gea mengambilnya, lalu menyemprotkan minyak wangi ke gaunnya.

"Udah cantik, lo tinggal pake minyak wangi," kata Cici berbicara pada Kana.

"Makasih Ci," ucap Kana lalu mengambil minyak wangi yang tadinya dipegang oleh Gea kemudian menyemprotkannya ke bajunya.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka, menampilkan figur seorang cowok berbadan tegak dengan jas hitam yang membalut badannya.

"Udah pada siap? Hayu berangkat." Bimo berbicara demikian.

"ANJIR PANGERAN TURUN DARIMANA?" heboh Cici. Gea menutup mulut Cici dengan tangannya.

"Gausah bacot, malu-maluin," kata Gea. Cici mengangguk.

Cici menyingkirkan tangan Gea dari mulutnya,"cakep parah Ge, Fero mah jauhhhh," ledek Cici.

"Bodoamat," kata Gea.

———

Seluruh mata dari penjuru sekolah menatap Kana. Ada yang bergumam kagum, ada juga yang iri dan dengki. Matanya tidak lepas dari wajah Kana. Ada yang memuji, ada juga yang membenci.

"Beda ya sekarang," gumam seorang siswi yang berdiri di kooridor kelas sepuluh.

"Bunga butuh waktu buat mekar coy," balas teman siswi tersebut.

Bimo menggandeng Kana tiba-tiba, membuat Kana sendiri terkejut dengan kegiatan Bimo barusan.
Gea dan Cici tertawa, merasa beda juga dengan Kana yang sekarang.

Kana menepis tangan Bimo yang menggandengnya.
Gadis itu mengerutkan alisnya bingung.
"Kenapa sih?" tanya Kana pada Bimo.

"Lo gak nyadar mereka semua pada liatin lo?" Unjuk Bimo dengan lirikan matanya kepada siswa dan siswi SMA ini.

"Nyadar, risih juga," jawab Kana.

"Ngapain risih? Lo cantik!" kata Bimo. "Coba dari dulu lo begini, gue yakin gak ada yang bully lo." Lanjutnya.

"Harus ya kecantikan di nomor utamakan? Bagi aku, cantik aja percuma kalau etika nya rendah." Kana berbicara barusan. Entah kenapa gadis itu kesal karena sekarang dirinya menjadi pusat perhatian.

Speaker dari panggung SMA Triyasa berbunyi. Suara ketua osis terdengar,"selamat pagi semuanya, berhubung hari ini kita mengadakan pensi tahunan, saya sebagai ketua osis meminta untuk setiap kelas menyiapkan minimal satu orang yang akan menunjukan bakatnya pada hari ini."

"Bebas, siapa saja. Cewek atau cowok, gak ada masalah. Pensi akan kita mulai kurang lebih satu jam lagi," lanjut ketua osis.

La-Luna (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang