Bab 4 •Terbongkar.

2.1K 124 24
                                    

Kedua saudara kembar itu menaiki mobil yang sudah siap untuk dipakai olehnya.
"Kalau kemarin kan gue, nah sekarang berarti elo." kata Didi sambil tersenyum miring pada Dodo, kembarannya. Sedangkan Dodo hanya menanggapi nya dengan anggukan dan dengusan kecil.

Maksud Didi barusan Itu, bahwa hari ini Dodo lah yang harus menyetir mobil mereka. Karna Didi udah kemarin.

Mereka pun masuk ke dalam mobil dan pergi menuju sekolah.
"Eh cencorang! Diem diem bae lo! Setel lagu ge!" teriak Didi di dalam mobil.

Ya memang, selama perjalanan mereka hanya hening. Tak ada yang membuka suara, baik itu Dodo maupun Didi.

"Berisik lo!" ketus Dodo tak mengalihkan pandangannya dari depan menatap jalan.

"Ish anak Edo dasar!" kesal Didi meledek Dodo dengan nama ayahnya. Padahal, ayah Dodo juga ayah dia. Dasar manusia tidak berotak.

"Ehh Bebegig sawah! Bapak gue ya bapak lo juga lah bego!" Kata Edo melirik Didi tajam.

"Eh iya gue lupa." Dengan bodohnya, Didi malah cengengesan seperti kuda.
"Oh iya Do, lo tau? Kemarin gue nabrak ibu ibu. Ga asik bangat gak tuh?"

"Hah serius lo?" tanya Dodo.

"Iye bener, ga asik bangat kan. Masa gue nabraknya ibu ibu, kalau cewek cantik sih mayan langsung gue bawa pulang gak perlu ke rumah sakit dulu. Hehe." kata Didi sambil tersenyum lebar.

Memang kalau dibandingkan otak Didi dengan otak Dodo itu seperti membandingkan otak manusia seperti otak hewan.

"Tunggu bentar.." kata Dodo menjeda kalimatnya. "Trus lo tanggung jawab gak ke ibu ibu itu?" tanya Dodo dengan kedua alis yang hampir menyatu.

"Nggak, hehe. Tapi untung aja ada cewek yaaa kira-kira dia seumuran kita juga. Yaudah deh tuh ibu di urusin sama dia, gue mah cuma ngasih ongkos buat ke rumah sakit aja!" Jelas Didi sambil tersenyum lebar lalu mengganti lagu yang di setelnya di radio.

"Sial. Oh jadi elo penyebabnya Di?"

"Ha? Penyebab paan?" tanya Didi heran.

"Jadi kemarin.. Gue dituduh sama cewek di depan rumah Sakit Gradesia katanya gue udah nabrak ibu-ibu dan trus gue lari dari tanggung jawab. Yaa gue bingung dong kenapa tuh cewek tiba tiba nuduh gue padahal gue samsek gak pernah nabrak ibu ibu! Ternyata elo yang nabrak tuh ibu ibuuu!! Pantesan dia nuduh gue. Orang wajah gue sama wajah lo kan sama!" Kata Dodo sambil memukul stir mobil pelan karna dia tak menyangka bahwa kembaran nya lah yang sudah membuat ia di tuduh kemarin.

"Trus trus?" tanya Didi kepo.

"Trus apanya?" tanya balik Dodo.

"Trus lo tanggung jawab?" tanya Didi dengan muka keponya.

"Yaiyalah gue tanggung Jawab, walaupun gue gak salah. Emang nya elo? Cowok macam apa lari dari tanggung jawab? Ha?!" celetuk Dodo pada Didi.

"Hehehe sumpah itu gue khilaf." kata Didi sambil menggaruk belakang tengkuk nya yang tidak gatal.

"Hilih. Kebanyakan khilaf lo mah!"

❣❣❣

Tuk tuk tuk

Suara langkah sepatu itu cukup terdengar oleh banyak nya sepasang telinga di kooridor sekolah. Orang orang disana mengalihkan pandangan melihat ke arah bunyi asal sepatu tersebut.

Nyesal melihat. --batin mereka yang berada di kooridor.

"KANAAAA" Teriak Gea dari jarak yang dibilang Cukup jauh. Sedangkan yang di panggil hanya bisa tersenyum lebar.

"Ecieee sepatu baru?" tanya Gea sambil menaik turunkan alisnya bermaksud menggoda Kana.

"Ya gitu deh. Dikasih sama tetanggaku." Jawab Kana.

"Oh..gitu.. Yaudah ke kelas bareng yuk!" ajak Gea lalu diberi anggukan oleh Kana.

Mereka pun jalan ke kelas, tak lupa melewati pada siswa dan siswi yang sedang membicarakan keduanya.

"Ko si Gea mau ya temenan sama tuh bocah dekil?"

"Udah dekil, miskin pula. Beli sepatu aja gak mampu."

"Kalau gue sih jadi Gea, udah ogah banget temenan sama tuh bocah dekil."

"Curiga gue kalau si Kana mandi gak pake sabun. Abisnya dekil banget. HAHAHA"

"Gausah di dengerin! Anggap aja itu suara jin!" kata Gea lalu merangkul Kana.

"Pastinya!"

❣❣❣

"Mau kemana? Bolos lagi?" tanya Dodo pada kembarannya yang berusaha manjat pagar sekolah agar bisa keluar dari sekolah itu.

"Gue ada penting di luar. Dadakan banget!" Jawab Didi sambil terus memanjat pagar.

"Penting apa? Emangnya lebih penting dari ilmu?" tanya Dodo mengintrogasi.

"Banget! Ilmu mah kelewat jauh pentingnya!"

"Yang lo maksud urusan apa sih hah?!" tanya Dodo sudah mulai emosi.

"Bye Do. Gue mau tawuran. kasian temen gue nanti kalau gak ada gue pada babak belur semua!" kata Didi lalu meninggalkan Dodo yang sedang menggeram kesal. Padahal Didi tak serius mau tawuran. Dia hanya ingin bertemu salah satu musuhnya. Tidak menjaminkan hanya sekadar bertemu, paling tidak pas pulang terdapat luka biru biru di wajahnya.

Dodo kesal, kembarannya itu gak ada kapok kapok nya walaupun sudah kena omelan beberapa kali sama Papa nya. Apalagi coba yang kurang? Faasilitas semua sudah dikasih, termasuk mobil, motor, uang jajan yang sehari bisa 500 ribu. Lalu kenapa Didi malah menghambur hamburkannya untuk hal yang tidak berguna? Contohnya judi.

Demi apapun Dodo sangat ingin mencoret nama Didi dari kartu keluarga.

❣❣❣

La-Luna (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang