Bab 45•Patah hati.

797 50 5
                                    

Didi menarik selimutnya lebih tinggi. Seorang cowok memasuki kamarnya sambil menghela nafas kasar. Cowok itu menghampiri Didi, lalu menarik selimut Didi hingga jatuh ke lantai.

Didi membuka matanya, mendapati Dodo yang sedang memandangnya tajam. Cowok itu mengerutkan keningnya, lalu melemparkan bantal guling ke wajah Dodo.

"Bangun! Lo udah diomelin sama Bunda!" Didi menaikkan bahu acuh. Dia memejamkan kembali matanya.

Dodo berniat mengambil segelas air yang terletak di atas nakas. Cowok itu menyipratkan air tersebut ke wajah Didi.

Didi terbangun, langsung terduduk. Cowok itu menatap tajam ke arah kembarannya.

Dodo meletakkan gelasnya kembali di tempat semula, lalu keluar dari kamar Didi.

Didi bangun dari tempat tidurnya dengan terpaksa. Cowok itu berjalan lunglai untuk ke kamar mandi. Dia membersihkan badannya. Setelah itu, Didi memakai baju seragamnya dengan asal. Baju tidak dimasukkan, dan tidak dikancingkan sehingga kaos hitam dalamannya terlihat.

Didi tidak memakai gesper, cowok itu langsung menata rambutnya dengan jari-jari tangannya. Setelah menurutnya cukup rapi padahal tidak rapi, Didi menggendong tas army di bahu sebelah kirinya.

Cowok itu menuruni anak tangga rumahnya. Tampak keluarganya sedang duduk di meja makan. Didi melihat Dodo sedang menatapnya tajam.

"Mata lo minta gue tusuk?" Dodo tidak peduli, dia tidak takut dengan pertanyaan Didi.

Didi duduk di kursi samping Dodo. Cowok itu dengan santai mengambil piring di depannya.

"Semalam habis dari mana? Kamar kok bau alkohol kayak abis dari club." Didi memandang Papanya yang berada di hadapannya.

"Kalo Papa tau, kayaknya Papa gak perlu nanya." Fredo menghela nafas pelan, dia sudah sangat paham dengan sifat anaknya.

"Sudah Papa bilang, sifat kamu itu patut dirubah, Papa harus bilang berapa kali supaya kamu ngerti, Didi?!" Didi mengangkat kedua bahunya acuh. Tidak peduli dengan perkataan Papanya.

"Kemarin-kemarin sifat berandalanmu sudah mulai hilang, kenapa balik lagi?" tanya Diana yang sekarang sudah menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulutnya.

"Dia lagi berantem sama pacarnya Bun," celetuk Dodo hingga semua mata memandangnya.

"Kenapa bisa?" tanya Diana lagi.

"Salah paham," jawab Dodo lagi. Didi memandang Dodo tak suka.

"Gue gak salah paham, emang bener dia selingkuh sama si Babi Albino!" kata Didi memandang Dodo tak suka. Dodo mengangkat bahunya acuh.

"Didi, ucapanmu!" Didi menunduk, mengepalkan kedua tangannya.

Detik itu dia berdiri dari kursinya, lalu berjalan keluar rumahnya tanpa pamit kepada orang tua.

Didi menyalakan mesin motornya, lalu melajukannya dengan kecepatan kencang. Cowok itu tidak pergi ke sekolah, melainkan ke suatu tempat yang bisa ia jadikan sebagai tempat menenangkan pikirannya.

☂☂☂

Bimo memasuki kelasnya dengan cengiran tengil di bibirnya. Cowok itu memakan sebuah permen yang tadi ia temukan di tas Kana.

Mata cowok itu menatap ke arah teman-temannya yang sedang sibuk mengerjakan sesuatu di buku tulisnya masing-masing. Bimo mengerutkan kening, lalu menghampiri salah satu perempuan yang berada di pojok kelas.

"Eh cantik, itu mereka ngapain sih?" Perempuan itu menurunkan novelnya dari hadapannya tatkala mendengar suara Bimo.

"Biasa, ngerjain pr," jawab Riska wanita yang ditanya oleh Bimo. Bimo mengangguk santai, detik berikutnya ia terbelalak.

La-Luna (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang