Bab 63•Ikhlas

594 26 3
                                    

Tiga orang suster dan seorang dokter mendorong brankar menuju sebuah ruangan yang berada di sudut koridor. Suara tangisan memenuhi koridor rumah sakit. Tak lain tangisan Kana.

"Kalau Didi gak nyelametin lo, mungkin dia gak kayak gini sekarang," ucap Deni dengan nada kesal.

"Lo jangan kayak gitu, gimanapun ini bukan salah Kana, udah takdir, berdoa aja supaya Didi gak parah."

Tangisan Kana makin pecah ketika mendengar ucapan Deni. Cici dan Gea berusaha menenangkannya. Tetapi nihil, gadis itu tetap menangis sejadi-jadinya.

"Gue yakin, kalau Didi liat lo lagi nangis sekarang, dia bakal sedih. Udah ya, jangan nangis, oke?" Suara itu berasal dari Dodo. Kana menoleh ke arah Dodo dengan senyuman yang dipaksakan.

"Tapi gara-gara aku, Didi jadi kayak gini, Do." Kana berbicara demikian. Gadis itu masih sesegukan. Berkali-kali ia mengusap pipinya untuk menghapus air matanya.

"Ini bukan salah lo. Manusia emang gak bisa ngerubah takdir yang udah digariskan oleh semesta. Stop mengutuk diri lo sendiri." Dodo mengusap kepala Kana dengan tangan kanannya lembut. Tangan kirinya mengusap air mata di pipi Kana.
Detik berikutnya dia menangkup wajah Kana.
"Lo bisa ceritain apa yang udah terjadi barusan?"

Kana mengangguk,"iya."

"Yaudah yu, ikut gue, kita cerita." Dodo mengajak Kana untuk duduk di salah satu kursi yang berada di koridor. Dia memosisikan tubuhnya di samping Kana. "Jadi?" tanya Dodo.

"Pria bertopeng itu, nyulik aku. Dia bawa aku ke sebuah markas, yang aku sendiri gak tau dimana alamatnya. Pas kalian lagi ngejar pria itu di luar aula, aku jatuh, dan kayaknya disitu aku dibius lalu di bawa ke markas itu dengan mobil warna hitam. Pria itu ada dua. Yang kayaknya mereka adik kakak. Waktu dimarkas, aku berusaha buat melarikan diri dari sana. Akhirnya bisa, tapi harus ketauan juga dan akhirnya mereka mengejar. Aku mengumpat di belakang mobil yang ternyata mobil itu milik pria bertopeng yang menyulikku. Saat aku lari, ada truk melintas dari sebelah kiri. Gak lama, teriakan Didi terdengar, Didi ngedorong aku ke trotoar. Dan—"

"Oke gausah dilanjut, gue tau lo gak kuat buat cerita semuanya." Dodo menenangkan Kana. Cowok itu mengambil ponselnya dari saku celananya. Menelepon seseorang di sebrang sana. Ayahnya.

"Iya Do?" Fredo menyaut dari sambungan telepon.

"Didi di rumah sakit Pah, Papah bisa kesini?" Dodo bertanya kepada Fredo.

"Kok bisa? Iya Papah kesana sekarang."

Sambungan telepon mati secara sepihak. Di lain tempat, Fredo dan Diana berjalan cepat meninggalkan keluarga Crista di hotel mewah itu. Teriakan orang tua Crista ia abaikan. Yang ada dipikirannya sekarang hanya anaknya, Didi.

———

"Lo gimana sih kenapa Didi sampe bisa ketabrak?!" Crista kesal, karena orang suruhannya gagal melakukan rencananya.

"Yang gampang aja gak bisa lo kerjain. Nyesel gue bayar lo." Lanjut Crista.

"Kita gak minta buat dibayar sama lo," Johan membalas perkataan Crista. Crista berdecak sebal, orang suruhannya ini sangat menyebalkan.

"Kalau Didi sampai kenapa-kenapa, gue gak mau tau, lo harus tanggung jawab!" Crista menunjuk muka Adi dan Johan dengan jari telunjuknya. Tetapi Johan menepisnya.

"Gak bisa gitu, kecelakaan dia bukan salah kita. Jadi, gak bisa seenaknya lo nyuruh kita buat tanggung jawab!" Setelah mengucapkan kalimat itu, Johan pergi meninggalkan tempatnya sekarang. Bersama saudara kandungnya pastinya.

La-Luna (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang