Faizha menatap keluar jendela taxi yang membawanya melaju melewati jalan raya. Faizha menatap keluar dengan tatapan kosong. Jendela taxi sedikit dia turunkan membuat niqab yang di kenakannya berkibar diterpa anggin.
Belum, Faizha belum memberi tahu siapapun jika hari ini dia kembali ke indonesia. Faizha tak ingin siapapun tau. Walaupun abi dan umminya sekalipun, apa lagi Arga untuk orang yang sudah membuat hatinya sakit. Jika di tanya apa dirinya sudah tenang jawabanya belum. Banyak obsi-obsi kemungkinan yang akan dia lakukan tapi Faizha belum berani mengambil tindakan sama sekali.
Mungkin untuk saat ini Faizha belum siap kembali ke rumahnya, rumahnya dan Arga. Jagankan untuk kembali tinggal di sana untuk bertemu dengan Arga mungkin hatinya belum siap. Jika di bilang Faizha adalah istri durhaka mungkin pernyataan itu benar. Tapi ini situasi berbeda, dengan hati yang kacau, puing-puaing hati Faizha yang telah ambruk belum sepenuhnya tegak berdiri. Faizha belum siap.
Banyak pikiran-pikiran tentang Arga apakah sebenarnya Arga merindukanya, Arga mencarinya, Arga mengkhawatirkanya. Pernah Faizha berfikir jika Arga akan mencarinya dan menyusulnya di Belanda. Faizha menyungingkan senyum miris. Sungguh bodoh pemikiran itu, menurut Faizha. Apa mungkin Arga telah bahagia dengan Erina, apa Arga benar-benar menikah dengan Erina seperti yang di inginkan Faizha di suratnya. Faizha kembali meringis. Bukankah dia yang menginginkanya, bukankah dia yang memintanya dan memikirkanya. Jujur saja pernyataan itu lolos begitu saja tanpa pikir panjang. Jika di tanya ikhlas wanita mana yang akan ikhlas. Tapi mungkin itu memang yang terbaik dari pada suaminya menjalin ikatan haram.
Faizha menghembuskan nafasnya. Tanganya terulur mengusap perutnya bibirnya melafakan doa untuk kebahagian buah hati yang di kandungnya.
Setelah menembuh jarak kurang lebih satu jam akhirnya sampai di sebuah Apartemen sederhana. Langkah kaki Faizha mulai memasuki Apartemen dengan cat putih dan ruangan yang terbilang sedang itu. Untuk beberapa saat mungkin Faizha akan menghabiskan harinya di sini. Ini adalah apartemen milik Hela yang ada di Indonesia. Beruntung Faizha memiliki sahabat sebaik Hela.
Faizha berjalan kearah balkon jendela membuka kaca besar dan tirai merah yang mengahanginya. Faizha dengan perlahan pelepas cadar miliknya. Menghirup oksigen sebanyak-banyaknya dari hidungnya.
"Semua akan di mulai dari sini. Kamu kuat Izha. Kamu akan akan tau semuanya. Tapi jika yang kamu tau itu membuat sakit hatimu dengan begini perlahan kamu akan sanggup." monolog faizha. Bibir Faizha menyungingkan senyum getir airmatanya perlahan jatuh dengan cepet Faizha mengahapus air mata dari pelupuk matanya.
"Kamu kuat izha, jagan nangis." Faizha coba menguatkan dirinya yang sebenarnya sangat-sangat rapuh. Faizha butuh sandaran tapi siapa. Sedang seorang yang seharusnya menjadi sandaranya malah menjadi seorang yang membuatnya jatuh. Faizha tak mau lagi dan lagi menyusahkan orang di sekelilingnya. Semua sudah cukup ikut menangung beban Faizha.
Faizha kembali berjalan menutup balkon kamarnya berjakan kearah kamar yang akan di tempatinya. Merebahkan badannya mencari kenyamanan di situ. Perlahan mata lelah Faizha memejam ke dunia mimpi alam semu yang membuatnya sedikit merasa bahagia.
***
"Pagi nak." Faizha tersenyum menatap pantulan cermin di depannya. Faizha memandang perutnya yang masih datar dengan senyum manis di bibirnya.
"Kamu malaikat Bunda, baik-baik ya di dalam jagan nakal," ucap Faizha pada anak yang di kandungnya seolah-olah anak itu mendengar dan merasakan apa yang Faizha rasakan.
Faizha berjalan kearah dapur. memasak dan membuat makanan untuk dirinya dan pertumbuhan anak di dalam kandunganya. Faizha menatap sekeliling dapur dengan asal, Faizha menepuk kening kepalanya. Teringat jika baru tadi malam Faizha sampai di Apartemen ini. Kebutuhan makanan pun Faizha belum menyiapkanya.
"Lupa. Belum ada bahan makanan." Faizha dengan tergesa-gesa berjalan kearah lemarinya dengan mengambil cadar dan memasangkannya di wajahnya.
Lima belas menit Faizha menaki taxi akhirnya sampai di supermaket untuk membeli kebutuhan dapaurnya. Tak terlalu lama Faizha mencari bahan makanannya Faizha keluar dari supermaket dengan menjinjing beberapa bahan mentah makanan.
Krucukk..
Ternyata cacing-cacing di perut Faizha sudah berdemo meminta segera di beri makan. Untuk memasak mungkin membutuhkan waktu yang tak sebentar. Akhirnya Faizha memutuskan untuk pergi kewarung makan. Yang tak terlalu jauh dari sana.
Perlahan Faizha mulai masuk kewarung makan yang menjual bakso. Seketika air liur faizha seperti mengalir. Sudah tidak sabar Faizha ingin memakanya. Mungkin ada efek bawaan adek bayi di dalam perut Faizha.
Beberapa saat Faizha menunggu pesanannya akhirnya datang juga. Dengan perlahan Faizha mulai mengangkat cadarnya dan mulai memakan bakso pesananya. Enak Faizha memakanya dengan nikmat. Tanpa memperhatikan orang-orang yang menatapnya dengan heran.
Faizha mulai sadar dengan tatapan-tapan itu. Faizha tau apa yang di pikirkan orang-orang itu terhadapnya. "Ribet banget sih" celetuk salah satu orang pelangan bakso itu di meja sebelahnya. Faizha tau Faizha paham. Mungkin orang-orang itu tak terbiasa melihat wanita bercadar makan sepertinya. Faizha tak acuh dan melanjutkan makannya.
Selesai mengisi perutnya Faizha memutuskan untuk kembali keapartemenya. Baru saja Faizha mau keluar dari Rumah makan itu tapi hal tak terduga tersuguh di depan matanya membuat hatinga serasa di tikam belati tajam. Faizha terus menguatkan hatinya. Kepalanya menggeleng perlahan menyakinkan jika yang di lihatnya itu hanya ilusi. Tapi ternyata itu memang nyata.
Perempuan dengan tongkat alat bantu jalan itu menatap Faizha menampilkan senyum manis di bibirnya. Faizha belum bisa fokus terhadap itu. Hatinya bergemuruh melihat pemandangan itu. Bukan tentang senyum wanita tadi tapi tentang--- Arga suaminya dan si wanita itu Erina.
Perlahan air mata Faizha mulai jatuh dengan kasar Faizha menghapus air matanya menguatkan hatinya. Perlahan tubuh kedua manusia itu mulai masuk kedalam rumah makan yang tadi dia kunjungi.
Dengan langkah cepat Faizha berlari menjauhi itu. Runtuh sudah air mata Faizha kembali turun dengan sangat deras. untung dirinya mengunakan cadar sehingga sedikit bisa menutupi wajahnya. Hati Faizha kembali sakit. Mau bagaimana pun wanita mata yang ikhlas melihat suaminya bersama wanita lain.
Brukk..
Tubuh Faizha terasa linglung karna menabrak orang di depanya. Untung saja Faizha tidak terjengkang jatuh kebelakang. Faizha pun merasa bersalah karna kecepobohanya sampai menabrak orang di depanya.
"Maa--af," ucap Faizha lirih melihat wajah ornag yang di tabraknya.
"Ren--di," lirih Faizha salam hati. Faizha mulai menundukan pandanganya. Jangan sampai Rendi mengenalinya.
"Iya saya tidak apa-apa. Apa ukhti juga nggak pa-pa?" Tanya Rendi dan hanya mendapat anggukan dari Faizha.
"Maaf ya sekali lagi maaf saya permisi." Faizha mulai kembali berlari menjauhi Rendi. Faizha ingin segera menengkan hatinya karna Arga. Kenapa juga dirinya harus bertemu dengan Rendi.
"Kaya kenal suaranya," ucap rendi lirih melihat pungung Faizha yang mulai menjauhinya.
Untung saja ada Taxi yang pas melitas di depan Faizha. Faizha langsung menaikinya.
Hati Faizha kembali kacau. Hati Faizha remuk. Bukankah seharusnya Faizha siap menerima ini semua. Tapi tetap saja hati Faizha sangat-sangat sakit melihat ini semua.
~TBC~
1 part kurang lebih 1K
Lanjut baca maaf typo"Hikss Izha, sini peluk"
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Love You (Complete✔)
Spiritüel(CERITA TAMAT) •Rank #01 - pernikahan [07-07-19] •Rank #1 - Spiritual [22-01-20] "Abi akan menjodohkan kamu dengan Anak teman Abi" Deg... Faizha langsung bangkit dari tempat tidurnya, di tegakkannya badanya. Mata Faizha menatap lekat mata Ahmad Abi...