Arka berdecak menatap Derin yang masih terdiam di lantai. Karena tidak ingin membuang waktu ia menarik uluran tangannya kembali. Hingga saat kesadaran cewek itu pulih, ia berdiri dengan sendirinya, lalu mencak-mencak memaki Arka.
"Lo tuh ya, bisa nggak kalau nolongin orang tuh yang ikhlas dikit? Bisa-bisanya lo nolong dengan cara ngedorong gue? Kalau otak gue gegar otak gimana? Terus gue amnesia. Gue lupa semuanya. Atau lebih parahnya gue kena mati otak, terus sebulan kemudian gue mat---"
"Terus?" potong Arka, membuat Derin mengigit geram.
"Ya, ya terus lo harus diadili karena udah ngebunuh gue!"
"Sebelum itu lo periksain dulu kepala lo itu, biar kalau jalan nggak pakai ngelamun," sanggah Arka tak mau kalah.
"Terserah gue dong, pikiran juga pikiran gue!"
Arka berdecak, kakinya melangkah pelan mendekati Derin. Semakin mendekat, semakin membuat napas cewek itu tercekat. Arka menatap Derin intens. Mata hingga dagu cewek itu memang terlihat sempurna, sangat tidak sinkron dengan sifat menyebalkan yang dimiliki cewek itu.
Kini jarak keduanya semakin dekat. Hanya terpaut beberapa senti saja. Bahkan Arka bisa merasakan hembusan napas cewek itu mulai tak beraturan. Sedangkan Derin, ia terlihat was-was. Tangannya mengepal kuat, siap menonjok muka cowok itu. "Lo---"
"Apa?" potong Arka, menaikan sebelah alisnya.
"Jangan macem-macem!" gretak Derin.
"Nyesel gue ngebiarin lo hidup," bisiknya tepat di telinga kiri cewek itu. Arka menjauhkan wajahnya, lalu melengos pergi, tanpa peduli dengan Derin yang mengucap banyak sumpah serapah ke arahnya sekarang.
Arka : Ra.
Arka : Ra, di mana?
Arka : Ra?
Arka : Sibuk, ya?
Arka membanting ponselnya ke atas kasur. Jemarinya mengacak rambut kasar. Sekali lagi matanya melirik room chat-nya dengan Nara. Centang biru terpampang jelas di pesannya.
Hari ini tepat tiga hari ia tidak mendapat kabar dari cewek itu. Ponselnya pun sama sekali tidak berdering memberi jawaban. Setelah mengalami hal buruk di sekolahnya. Sekarang, ia justru di pusingkan oleh sikap pacarnya itu. Arka terdiam, matanya menerawang menatap langit-langit kamarnya.
Gue---ada salah ya? Tanyanya pada diri sendiri. Pertanyaan itu tidak sekali, dua kali, terlontar di bibir Arka. Berkali-kali, bahkan beribu kali, ketika mendapati Nara secara tiba-tiba mendiamkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWISTY ✓
Teen FictionMemilih atau dipilih? Dengan cepat Derin mengarahkan jari telunjuknya pada opsi pertama. Dalam hidup ini dialah yang harus menentukan. Tidak perlu saran, tidak peduli komentar. Karena prinsip Derin; garis hidupnya terletak pada garis telapak tangan...