Derin mencoret-coret bukunya dengan kesal. Entah ini coretan yang keberapa hingga hampir memenuhi satu lembar bukunya. Ia sungguh ingin melampiaskan kekesalannya kepada Arka saat ini juga.
Jangan tanya kenapa. Kemarin, cowok itu sendiri yang bertanya, setelah dijawab justru tidak percaya. Seolah-olah apa yang ia katakan itu kebohongan. Lagi pula ia mengatakan apa yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Kenapa pula Arka tidak percaya?
"Arka sialan!" sentak Derin tiba-tiba membuat penjaga perpustakaan sekolah menatapnya tajam serta memberi gestur untuk diam.
Derin hanya meringis. Lupa jika ia sedang berada di perpustakaan untuk mengerjakan tugas Bahasa Indonesia. Tugas yang seharusnya ia kerjakan bersama Arka—karena tugas yang diberikan untuk sebangku—tapi cowok itu menolak dan meminta untuk mengerjakan dengan Nino. Alhasil ia satu kelompok dengan Arya.
Arya yang sedari tadi duduk di depannya hanya menggelengkan kepala takzim. Semua yang dilakukan cewek itu sedari tadi tak luput dari pandangannya. Kemudian ia bertanya dengan setengah berbisik, "Kenapa sih? Lo diapain sama Arka?"
Derin enggan untuk menjawab sebenarnya. Daripada itu, ia tiba-tiba penasaran akan sesuatu. "Bentar, gue mau tanya sama lo," ujarnya dengan serius. Mengabaikan pertanyaan Arya sebelumnya.
"Apa? Lo mau tanya gue udah ada pacar belom?" balas Arya dengan percaya diri. "Belom kok, Der. Tenang, lo bisa kok menyalonkan diri buat jadi pacar gue,"
Derin menendang kaki Arya di bawah meja. Membuat cowok itu mengaduh kesakitan.
"Sakit kali, Der," rintih Arya seraya memegangi kakinya yang menjadi sasaran kekejaman Derin.
"Lagian, siapa juga yang mau tanya itu, Bambang?" gerutu Derin dengan suara sepelan mungkin. Takut jika akan mendapat teguran dari penjaga perpustakaan dan mereka berakhir diusir dari sini.
"Ya udah, back to topic. Mau tanya apa?" balas Arya mulai serius.
"Lo—" Derin menggantung pertanyaannya.
"Hmm?"
"Lo kenal sama Nara?" tanya Derin kemudian.
"Kenal," jawab Arya tenang.
"Lo tau gue serumah sama dia? Lo tau dia saudara tiri gue?" tanya Derin bertubi-tubi.
"Tau." Lagi, Arya menjawab dengan santai.
Derin menghela napas seraya menyandarkan diri ke kursi. Ia tidak habis pikir jika ternyata Arya tahu segalanya—atau ternyata baru sebagian besar.
"Dan lo selama ini diem aja?"
Arya menatap Derin dengan mata teduhnya. Bukan lagi dengan tatapan jenaka seperti biasanya. "Gue udah kenal Nara dari dulu, wajar kalau dia cerita soal lo. Tapi berhubung lo masih diem aja, ya buat apa gue tanya gitu? Itu artinya lo emang belum pengen cerita kan?"
"Intinya, kalau lo sendiri aja berniat memendam itu sendirian, masa iya gue mencoba menggali cerita itu tanpa seizin lo?" tambah Arya diiringi senyum tulusnya.
"Arka tau?" tanya Derin ragu.
"Seharusnya," jawab Arya juga ragu sendiri.
Derin kemudian terdiam. Tidak tahu harus berkata apa lagi. Jika Arka maupun Arya sudah tahu dari awal, itu artinya usahanya untuk menyembunyikan hubungan keluarganya dengan Nara sama saja sia-sia. Namun, sewaktu Arka mengantarnya pulang, Arka seperti baru mengetahui fakta itu. Itu artinya Nara juga tidak mengatakan apapun kepada cowok itu, kan?
"Kalau boleh tahu—" Arya menggantung kalimatnya, menatap Derin seolah meminta izin untuk menanyakan hal ini.
"Apa?" balas Derin sebagai tanda bahwa cowok itu bisa bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWISTY ✓
Genç KurguMemilih atau dipilih? Dengan cepat Derin mengarahkan jari telunjuknya pada opsi pertama. Dalam hidup ini dialah yang harus menentukan. Tidak perlu saran, tidak peduli komentar. Karena prinsip Derin; garis hidupnya terletak pada garis telapak tangan...