Pencet tombol bintangnya dulu boleh lah. 😉🥺
Nanti kita kirimin virtual hug
buat readers tercintaaa. 🤗🤗🤗Sekali lagi Derin berpikir hidupnya akan berakhir begitu saja. Nyatanya ia masih bisa menghirup oksigen melalui alat bantu pernapasan ketika ia membuka matanya. Ia merasa telah bangun dari tidur panjangnya. Hal pertama yang ia rasakan adalah ia merasa bersyukur telah diberi kesempatan sekali lagi. Membuatnya tersadar bahwa kini ada sosok yang menjadi alasannya ingin tetap hidup.
Sayangnya ketika Derin membuka matanya hingga ia dipindahkan ke ruang rawat sosok itu belum terlihat. Saat ini ia hanya membiarkan suster mengecek keadaannya sekali lagi. Memastikan bahwa kondisinya jauh lebih stabil. Kata suster ia tidak sadarkan diri selama tiga hari. Maka dari itu sewaktu ia bangun, badannya terasa sangat kaku karena terlalu banyak berbaring.
Derin terkesiap ketika pintu ruangannya dibuka tiba-tiba. Menampakkan sosok yang sedari tadi ingin ia lihat kini tengah sibuk mengatur napasnya yang memburu. Keterkejutan Derin tidak sampai di situ saja. Tubuhnya didekap erat begitu sosok itu sampai di hadapannya.
Derin dapat menghirup aroma mint dari sosok yang kini tengah memeluknya. Menyamarkan bau obat-obatan yang begitu menyengat. "Cie, ada yang khawatir nih," goda Derin membuat pelukan itu seketika terlepas. Kini mata yang dulu menatapnya tajam terlihat sedikit sendu.
Tatapan mereka bertautan cukup lama. Membuat Derin semakin salah tingkah dibuatnya. "Udah dong, Ar, natapnya gitu amat deh. Kasian susternya yang tiba-tiba senam jantung gara-gara lo buka pintunya nggak nyantai banget," ujar Derin mencoba mencairkan suasana yang sulit ia mengerti. Sesaat ia melihat Arka begitu mengkhawatirkan dirinya lewat matanya. Sisi lain yang belum pernah Arka tunjukkan padanya.
"Pacarnya tuh khawatir sama Mbak Derin. Dia selalu nungguin di depan ICU selama Mbak belum sadar," celetuk Suster membuat atmosfer di ruangan itu semakin canggung.
"Apaan sih, Sus. Dia bukan pacar saya," elak Derin cepat sambil tertawa sumbang. Sementara Arka tetap setia dalam diamnya. Menghiraukan ucapan mereka yang memang benar adanya.
Suster itu ikut tertawa canggung karena salah mengira. Lantas pamit meninggalkan ruangan Derin setelah selesai memeriksa keadaannya. Menyisakan ruangan Derin yang kini diisi keheningan yang teramat.
"Lo kenapa sih, Ar? Jangan diem aja kayak patung gitu dong. Gue jadi khawatir nih," ujar Derin memancing Arka untuk buka suara. Masalahnya cowok itu terus menatapnya dalam diam. Sebuah tatapan yang sulit untuk Derin terjemahkan.
Arka menghembuskan napas pelan. Sekali lagi menatap Derin lekat. "Jangan gitu lagi," katanya pelan.
Derin tidak mengerti maksud Arka. Ia mengernyitkan keningnya. "Gitu gimana?"
Belum sempat Arka menjawab pintu ruangan Derin kembali terbuka. Kali ini menampakkan Hardana bersama Diana. Sama seperti Arka tadi, Hardana tiba-tiba memeluknya. Pelukan yang sejujurnya begitu ia rindukan selama ini. Derin tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Entah ada berapa kejutan lagi setelah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWISTY ✓
Teen FictionMemilih atau dipilih? Dengan cepat Derin mengarahkan jari telunjuknya pada opsi pertama. Dalam hidup ini dialah yang harus menentukan. Tidak perlu saran, tidak peduli komentar. Karena prinsip Derin; garis hidupnya terletak pada garis telapak tangan...