"Bang kaya biasa, tiga porsi, ya!" ujar Arya memesan siomay yang sudah menjadi langganannya.
"Siap, Mas Arya," balas tukang siomay yang memang cukup mengenal Arya dan juga Nino.
"Yang satu pedes, nggak pakai telur, trus tambahin kentang ya, Bang," tambah Derin.
"Asiap, Mbak,"
Kini Arya, Nino, dan Derin sudah duduk di warung siomay pinggir jalan setelah melarikan diri dari rumah Arka. Bukannya bermaksud tidak sopan karena memasuki rumah ketika pemiliknya bahkan tidak ada. Sepulang sekolah Arya dan Nino terkadang memang mampir ke rumah Arka-yang kali ini diikuti oleh Derin. Mereka juga tidak akan masuk sembarangan kalau saja asisten rumah tangga di rumah Arka tidak mengizinkan dan meminta menunggu cowok itu di kamarnya.
Sayangnya, Arka mungkin tidak sedang dalam suasana hati yang baik. Sehingga mereka harus berakhir dengan diusir oleh Arka.
"Arka punya masalah apa sih di hidupnya?" tanya Derin kesal karena belum terbiasa dengan perlakuan Arka padanya.
"Tau tuh, lagi PMS kali," celetuk Arya asal.
"Nyesel gue nanya," gerutu Derin yang disambut kekehan oleh Arya.
"Kadang gue takut liat mata Arka, tau nggak?" kali ini Nino yang bersuara. "Tatapannya itu lho, kaya mau nebas orang. Tajem bro,"
Mengingat bagaimana reaksi Arka tadi, Nino jadi merinding sendiri. Meskipun sudah sering mendapat tatapan tajam dari Arka, tetap saja rasanya bisa membuat nyalinya menciut seketika. Mata elangnya itu sungguh mampu mengintimidasi siapapun yang menatapnya.
"Makasih, Bang," ujar mereka serempak ketika siomay mereka tiba di meja mereka.
Kini mereka sudah sibuk dengan piring masing-masing. Tidak ada obrolan. Hanya denting piring beradu dengan sendok dan garpu yang terdengar.
"Arka tadi kayanya bentak lo ya, Der?" tanya Arya memecah keheningan yang sempat terjadi.
Dering mengangguk. "Dia ada fobia sama cewek ya?" Pertanyaan asal itu tanpa sengaja terlontar dari bibir Derin.
Arya dan Nino bertatapan sebentar. Kemudian mereka tertawa keras. Membuat Derin bingung dibuatnya. Apa pertanyaan tadi cukup menggelikan sehingga mereka bisa tergelak seperti itu?
"Ada yang lucu?" Dengan wajah innocent Derin menatap mereka dengan penuh tanya.
"Arka straight kali, Der," balas Arya setelah tawanya reda.
"Lah? Yang bilang Arka belok juga siapa?" sahut Derin merasa pertanyaannya tidak menjurus pada apa yang dimaksud Arya.
"Lagian lo nanya ambigu bener?" Kali ini Nino yang bersuara.
Derin berdecak. "Maksud gue, emang dia selalu kayak gitu sama cewek? Galak gitu,"
"Nggak juga sih, Der," jawab Arya seperti menimang jawabannya sudah tepat. "Dia juga bisa baik kok," Sebelumnya Arya pernah mengatakan hal ini, hanya saja Derin masih belum melihat kebaikan Arka seperti yang dikatakan Arya.
"Terus kenapa dia kaya sensi gitu sama gue?" Rasanya banyak pertanyaan yang menumpuk setiap kali Arka terlintas di pikirannya.
"Lo ada salah kali," duga Arya.
"Nah, lo bikin salah apa sama Arka?" timpal Nino ikut menyudutkan Derin.
"Sembarangan!" protes Derin tidak terima. Memangnya kesalahan apa yang ia buat kepada Arka? Sepertinya tidak ada-Derin mana sadar kalau ia sudah membuat lelaki itu kesal sejak pertama kali bertemu.
"Nggak usah heran, dia emang gitu kok," ucap Arya meyakinkan bahwa Arka sebenarnya tidak ada masalah dengan emosinya.
"Gitu gimana?" balas Derin masih bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWISTY ✓
Teen FictionMemilih atau dipilih? Dengan cepat Derin mengarahkan jari telunjuknya pada opsi pertama. Dalam hidup ini dialah yang harus menentukan. Tidak perlu saran, tidak peduli komentar. Karena prinsip Derin; garis hidupnya terletak pada garis telapak tangan...