"Ini seriusan kalian nggak mau ajak Arya?" tanya Nino entah untuk keberapa kalinya.
Derin mendelik sambil melipat tangannya di dada. "Kalo lo mau ajak dia, lo nggak usah repot-repot ikut sekalian," sewotnya. Sementara Arka hanya diam, sama sekali tidak berniat merespon.
Besok ayah Arka pulang dari rumah sakit. Derin pun berpikiran bagaimana jika membuat kejutan sederhana untuk menyambut beliau. Ia memberi usul untuk mengadakan pesta barbeque. Arka awalnya merasa enggan, tapi berkat paksaan cewek itu akhirnya setuju saja. Tentu saja Derin tidak mengajak Arya. Ia benar-benar mengabaikan Arya sejak hari itu.
"Dulu tuh sebelum ada lo, gue ke mana-mana bertiga lho, Der," ucap Nino dengan sedih dibuat-buat.
Derin mengehentikan langkahnya, kedua cowok itu juga ikut berhenti. Lalu ia menghela napas lelah. "Yaudah, kalo gitu kalian bertiga aja, ya. Gue balik," pamitnya. Namun lengannya ditahan Arka.
"Lo yang punya ide, lo yang kabur?" tanya Arka seolah meminta agar Derin tetap melanjutkan sesuai rencana awal. Arka beralih kepada Nino yang juga terdiam. "Kalo lo nggak mau ikut juga nggak apa-apa. Biar gue sama Derin aja," putus Arka membuat Derin menahan senyumnya. Cowok itu memihaknya.
Nino berdecih. "Iya deh, iya," katanya mengalah. Sedetik kemudian ponselnya di saku seragamnya bergetar. Melihat sebentar nama yang tertampang di layarnya. "Lo berdua duluan aja, gue susul abis ini,"
"Siapa?" tanya Arka ingin tahu.
Nino menyengir. "Nyokap. Ntar dia nyariin gue lagi," Nino segera beranjak dari hadapan Arka dan Derin, berjalan ke arah berlawanan dengan mereka. Masuk ke dalam toilet di dekat kelas mereka.
"Yuk, Ar," ajak Derin. Mereka akhirnya melanjutkan langkah mereka yang tertunda.
"Sial! Kenapa pakek acara ketinggalan lagi sih?" gerutu Derin yang harus kembali ke kelas sebab dompetnya tertinggal di laci meja. Beruntung ia ingat sebelum sampai parkiran.
Derin segera mengambil dompetnya begitu sampai di kelas. Berniat menyusul Arka yang lebih dulu ke parkiran. Sebelum langkahnya mendadak terhenti di koridor.
"Celakain mereka dengan cara apa lagi?"
Samar-samar ia mendengar seseorang berbicara. Suaranya juga terdengar familiar. Rasa ingin tahu Derin sangat tinggi. Ia mengendap-endap, mendekati sumber suara yang berasal dari toilet yang dimasuki Nino tadi. Itu tidak mungkin Nino kan?
"Untuk celakain mereka lagi—"
Tanpa sengaja Derin menginjak kaleng minuman di dekat tong sampah. Membuat pembicaraan cowok itu tiba-tiba terputus. Kini ia menyumpahi siapa saja yang membuang kaleng minuman itu sembarangan. Sebelum suara langkah itu berhasil mendekatinya, Derin lari secepat kilat.
Sial.
Yang tadi itu memang benar Nino. Derin mengatur napasnya yang memburu. Sekaligus mencerna apa yang ia dengar serta mengaitkan dengan segala kejadian akhir-akhir ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWISTY ✓
Teen FictionMemilih atau dipilih? Dengan cepat Derin mengarahkan jari telunjuknya pada opsi pertama. Dalam hidup ini dialah yang harus menentukan. Tidak perlu saran, tidak peduli komentar. Karena prinsip Derin; garis hidupnya terletak pada garis telapak tangan...