Arya masih setia mengikuti Derin di belakang dengan motornya. Ia sebenarnya menyarankan Derin untuk menjemputnya tadi, tetapi cewek itu bersikeras ingin mengendarai motor sendiri. Alhasil Arya mengantar Derin pulang dengan cara begini. Menjalankan motornya di belakang motor Derin, membelah jalanan yang kini sudah sedikit sepi.
Arya memang berniat menawarkan diri untuk mengantar pulang Derin. Meskipun cewek itu akan menolak nantinya. Ia tidak mengira jika Derin akan meminta diantarkan olehnya.
Derin tiba-tiba menepikan motornya di pinggir jalan. Membuat Arya juga menepi. Arya menatap Derin dengan penuh tanya.
"Lo bisa pulang deh, Ya. Gue bisa sendiri abis ini," ujar Derin kemudian.
Arya menatap Derin heran. "Kenapa coba?"
"Rumah lo kan beda arah sama rumah gue,"
"Nggak apa-apa kali, Der,"
"Gue nggak mau ngerepotin lo,"
"Lah tadi yang minta diantar siapa? Lo kan?"
"Iya sihh," Derin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Emang lo berani pulang sendirian?"
"Berani lah,"
"Nanti kalo ada poci atau tante kunti kaya yang di rumah hantu tadi gimana?"
Derin bergidik ngeri. Ia langsung menyiksa pundak Arya dengan pukulan bertubi-tubi. "Jangan gitu dong, Ya!!" protesnya.
Mau tidak mau, tingkah Derin yang seperti anak kecil membuatnya tertawa lagi. Tidak tahu sudah berapa kali ia menertawakan cewek itu malam ini.
"Makanya, nggak usah sok berani," kata Arya seraya menangkap kedua tangan mungil Derin. Menghentikan pukulan cewek itu. Lalu melepasnya kemudian dengan sedikit canggung.
Derin terdiam. Ia bingung sebenarnya. Satu sisi ia tidak ingin Arya tahu rumahnya. Di sisi lain ia juga tidak seberani itu untuk pulang sendiri. Ini sudah terlalu larut baginya.
"Kenapa sih? Lo nggak mau gue tau rumah lo?" tanya Arya bingung.
Derin bergeming. Sibuk mencari alasan yang tepat.
Sementara Arya tersenyum simpul. "Gue udah tau kali rumah lo," ucap Arya santai.
Derin membelalakkan matanya. Menatap Arya tidak percaya. "Tau dari mana lo?"
Arya enggan memberi tahu bahwa ia pernah mengikuti Derin. Belum sempat ia menjawab, cewek itu kembali memukulinya.
"Lo ngikutin gue ya waktu itu? Jawab nggak! Jawab nggak!"
"Ampun, Der, ampun." Arya kembali menghentikan aksi Derin yang menyiksanya. "Maaf deh," ujarnya kemudian.
"Lagi pula, gue udah diamanati sama bokapnya Arka,"
Derin berdecak. Sekarang ia tidak punya alasan untuk menolak Arya untuk mengantarnya.
"Jadi, gimana?"
"Bodo!" sahut Derin sambil menyalakan mesin motornya. Sedetik kemudian terdengar suara gemuruh dari perutnya.
Arya tertawa kecil. "Mau makan dulu?" tawar Arya yang ternyata juga mendengar suara perut Derin yang memberontak ingin diisi.
Derin hanya melengos. Lalu menjalankan motornya. Arya langsung kembali mengikuti cewek itu. Berhubung jalanan sepi, kali ini ia berusaha menyejajarkan motornya dengan motor Derin.
"Lo mau makan apa? Nasgor? Bakmi? Mie goreng? Atau apa?" tanya Arya seraya memfokuskan diri pada jalanan.
"Mau pulang," jawab Derin ketus.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWISTY ✓
JugendliteraturMemilih atau dipilih? Dengan cepat Derin mengarahkan jari telunjuknya pada opsi pertama. Dalam hidup ini dialah yang harus menentukan. Tidak perlu saran, tidak peduli komentar. Karena prinsip Derin; garis hidupnya terletak pada garis telapak tangan...