"Naraaa!" Arka tidak berhenti berteriak. Suara lantangnya menggema di seluruh penjuru, berharap Nara mendengar suaranya.
Kini ia dan Arya tengah mencari cewek itu di sekitar Villa. Kecil kemungkinan ada ruangan tersembunyi di dekat villa ini. Namun, hampir satu jam mereka mencari, keberadaan Nara masih belum juga mereka temui. Arka benar-benar tidak menyangka jika masalahnya akan menjadi serumit ini.
"Naraaa!" Arka kembali berteriak. Ia berjalan gontai menyusuri trotoar yang mengarah menuju villa.
Badannya terasa remuk. Bahkan nyeri, serta perih di lengannya juga masih sangat terasa. Tiba-tiba kepala Arka kembali berdenyut. Ia hampir saja terjatuh jika tidak siggap berpegangan pada tiang listrik yang berada di dekatnya.
Arka memijat pelipisnya. Pandangannya ia tolehkan ke arah lawan ketika menadapati mobil taksi berhenti di sampingnya, di bahu jalan. Arka mengerjapkan mata, samar-samar ia lihat siluet seseorang yang ia kenal turun dari mobil.
"Ar, lo gap---"
"Lo gapapa?" sela Arka. Ia sedikit meringis sakit. Namun, tak ayal menghela napas lega ketika seseorang yang ia cari sudah berada tepat di depannya.
"Gu-gue gapapa---astaga, lo berdarah, Ar?" Jerit Nara.
"Nggak apa kok." Arka terdiam sesaat. "Derin? Derin mana?"
Nara langsung menunduk. "Derin... dia masih di sana," ujarnya lirih.
"Maksud lo?"
"Dia...ngorbanin dirinya buat gue, Ar."
Arka termenung. Jantungnya seakan diremas, lalu dibuang. Syaraf-syaraf otaknya bekerja lambat. Masih berusaha mencerna kalimat yang baru saja dilontarkan Nara.
Derin mengorbankan diri lagi?
"Ar?"
Arka tersentak sejenak. "Lo bisa kasih tau di mana tempatnya?" pinta Arka.
Nara mengangguk kecil. "Lo telpon Arya dulu, suruh ke sini."
Arka mengangguk, lantas mengeluarkan ponsel dari dalam saku. Sesaat kemudian Arya datang dengan mobil Nara. Keduanya pun bergegas masuk ke dalam mobil.
"Lo gapapa, Ra?" tanya Arya, menatap Nara khawatir dari balik kemudi.
Nara mengangguk kecil.
Kemudian tatapannya beralih pada Arka yang berada di sampingnya. "Luka lo makin par---"
"Gue nggak apa. Kita nggak ada waktu. Cepet, sebelum tu bocah bawa Derin kabur lagi," seru Arka, sesekali meringis sakit.
Arya mengangguk, lantas menekan pedal gasnya sekecang mungkin.
"Ini tempatnya, Ra?" tanya Arya begitu mereka sampai di sebuah gedung tua yang berjarak sekitar tiga puluh menit waktu normal dari villa Tristan. Namun, karena Arya mengendarai mobil dengan kecepatan penuh, tidak sampai dua puluh menit mereka sudah sampai. Tempat ini pun sedikit pelosok, namun masih bisa di masuki mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWISTY ✓
Teen FictionMemilih atau dipilih? Dengan cepat Derin mengarahkan jari telunjuknya pada opsi pertama. Dalam hidup ini dialah yang harus menentukan. Tidak perlu saran, tidak peduli komentar. Karena prinsip Derin; garis hidupnya terletak pada garis telapak tangan...