Derin menatap sejenak jam tangannya yang kini sudah menunjukkan pukul delapan malam. Ia masih belum beranjak dari kafe sepeninggalan Arka. Sungguh, ia terlalu malas untuk pulang ke rumah saat ini juga. Sehingga kini ia menyibukkan diri dengan menonton film kartun di ponselnya. Sambil menikmati espresso ketiga yang ia pesan. Sebelum akhirnya ia tersedak hebat karena dikejutkan seseorang. Ia tersenyum masam mendapati Arya yang kini sudah duduk di depannya dengan gelak tawa.
"Ngagetin aja!" semprot Derin begitu Arya berhenti tertawa.
"Ya lagian, duduk sendirian, ketawa-ketiwi. Gue kira siapa, taunya lo. Sempet gue kira orang gila, tau nggak?" jelas Arya, lalu melambai pada pelayan untuk memesan sesuatu. "Espresso satu sama cheese cake satu, Mbak," ujar Arya menyebutkan pesanannya.
"Suka espresso juga?" tanya Derin asal setelah pelayan berlalu dari hadapan mereka.
Arya hanya mengangguk. Ia menyusuri meja yang dipenuhi dengan dua cangkir yang telah kosong beserta satu gelas jus jambu yang masih tersisa setengah. Jangan lupakan piring bekas makanan Derin. "Ini semua lo yang pesan, Der?"
Derin melepas earphone di telinganya. Memusatkan perhatiannya kepada cowok di depannya. "Semuanya. Kecuali jus jambu itu,"
Arya mengernyit. Lalu jus jambu ini milik siapa?
Seolah mengerti pertanyaan Arya dari raut wajahnya, Derin menyahut, "Itu pesanan temen lo yang nggak punya perasaan,"
"Arka?" tebak Arya.
Derin hanya mengangguk.
"Lo tadi di sini sama Arka?"
Lagi, Derin hanya mengangguk.
"Ngapain?"
"Cuma nggak sengaja ketemu gara-gara gue dikejar anjing. Terus makan. Terus dia ninggalin gue sendiri di sini. The end," jelas Derin seadanya.
Entah dimana letak kelucuannya, Arya tiba-tiba tertawa. "What? Dikejar anjing?" tanyanya di sela tawa. "Gimana ceritanya?"
"Gue cuma iseng, sih. Gue pamerin tulang tapi nggak gue kasih. Terus tiba-tiba gue dikejar masa. Emang itu anjing nggak punya tata krama," Cerita yang sama. Namun, respon yang diberikan Arya berbeda dengan Arka. Kini, Arya sedang tertawa lebar. Entah dimana letak kelucuannya. "Sereceh itu, Ya?"
"Ya lagian, kurang kerjaan banget sih, Der?"
Derin terkekeh. Iya, ya? Kenapa ia kurang kerjaan sekali?
Tidak lama kemudian pesanan Arya tiba. Cowok itu langsung mengaduk espresso di cangkirnya. Lalu menyesapnya perlahan.
"Lo sendiri abis dari mana?" tanya Derin mengalihkan pembicaraan.
Arya terdiam sejenak. Seperti sedang berpikir jawaban apa yang harus ia beri kepada Derin. "Dari rumah," jawabnya singkat.
"Dari rumah sengaja ke sini?" tanya Derin sekali lagi yang langsung mendapat anggukan dari Arya. Ia tidak ambil pusing, entah Arya jujur atau tidak. Ia hanya tahu bahwa rumah Arya bukan di sekitar sini, jadi bisa dikatakan dari sekian banyak kafe kenapa harus di sini?
"Kenapa emang?"
"Nggak apa-apa sih,"
Derin melihat jam di tangannya sekali lagi. Ternyata sudah cukup lama ia keluar. Sepertinya ia harus pulang sekarang, sebelum mendapat amarah dari ayahnya.
"Mau cabut?" tanya Arya ketika melihat Derin bangkit dari duduknya.
"Iya nih, udah malem juga," jawab Derin.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWISTY ✓
Fiksi RemajaMemilih atau dipilih? Dengan cepat Derin mengarahkan jari telunjuknya pada opsi pertama. Dalam hidup ini dialah yang harus menentukan. Tidak perlu saran, tidak peduli komentar. Karena prinsip Derin; garis hidupnya terletak pada garis telapak tangan...