Derin terperanjat saat Arka menempelkan kopi kaleng yang dingin di pipinya membuat kesadarannya seketika pulih. Ia sempat melamun selama Arka membeli minuman di kantin. Hingga tanpa menyadari kapan cowok itu sudah kembali dan duduk di sampingnya.
"Thank's," Derin mengambil alih kopi kaleng itu dari tangan Arka. Lalu mencoba membuka tutupnya yang ternyata cukup sulit. Rasanya tenaganya baru saja terkuras habis.
Arka merebut kopi itu dan membuka tutup kalengnya dengan mudah. Kemudian ia menyodorkan kepada pemiliknya.
"Lo tadi denger semuanya?" Ini kalimat pertama yang keluar dari bibir Arka. Setelah cowok itu menarik lengannya sambil berlalu meninggalkan Arya hingga mereka kini duduk di anak tangga dekat kelas mereka.
"Mungkin," Derin mencoba terlihat biasa saja di depan Arka. Tapi sepertinya percuma saja. Cowok itu pasti menyadari perubahan sikapnya setelah mendengar apa yang seharusnya tidak ia dengar.
"Lo nggak apa-apa?"
Entah Derin salah menangkap atau tidak, ia melihat sorot khawatir dalam tatapan Arka meski hanya sekilas. Lalu ia tersenyum samar. "Kayaknya lo deh, Ar, yang kenapa-kenapa,"
"Bohong emang kalau gue bilang gue baik-baik aja, Der," Arka tersenyum sekilas. "Jadi, lo juga nggak perlu bohong di depan gue," lanjutnya kemudian.
"Gue cuma nggak tau apa yang gue rasain," ungkap Derin. "Rasanya lucu aja gitu, yang disuka siapa, yang ditembak siapa. Arya lagi nge-prank apa gimana sih?" Derin tertawa, meski terdengar sumbang.
"Gue nggak terlalu kaget tau Arya suka sama Nara," aku Arka.
Derin mengernyit, heran. "Lo nggak marah?"
Arka menggeleng pelan sebagai jawaban. "Mereka udah kenal dari kecil, Der. Arya pasti mengenal Nara lebih baik daripada gue. Kalau seandainya gue nggak masuk ke kehidupan mereka, bisa jadi Arya kan yang jadi pacarnya Nara?" jelas Arka seolah apa yang ia katakan tidak berdampak apapun pada dirinya sendiri.
"Arya sendiri juga nggak pernah cerita soal perasaannya ke Nara selama ini. Gue pikir, it's okey kalau gue deketin Nara. Seandainya dia bilang dari dulu, gue juga nggak mungkin menghalangi mereka. Justru gue bakal mundur teratur,"
"Seriously, Ar? Arya itu temen lo, dan temen lo suka sama cewek lo. Lo beneran nggak masalah sama itu?" Derin tidak paham lagi dengan jalan pikiran Arka. Mungkin sampai kapan pun ia tidak akan pernah bisa mengerti.
Arka tersenyum samar. "Lo pasti kecewa banget, ya, sama Arya?" tebak Arka sekaligus mencoba mengalihkan pembicaraan.
Derin mendengus. Ia sadar akan apa yang dilakukan Arka barusan. "Jujur aja, gue rasanya marah, semarah-marahnya sama dia. Bukan karena fakta bahwa dia suka sama Nara, Ar,"
Arka terdiam. Menunggu ucapan Derin selanjutnya.
"Tapi karena dia udah bohongi gue. Dan gue paling benci itu," tambah Derin. "Lagipula motifnya Arya itu apa coba dengan nembak gue kalau yang sebenernya dia suka itu Nara?" Derin tidak dapat lagi menyembunyikan emosinya. Bahkan jika bukan karena Arka membawanya pergi meninggalkan cowok itu, mungkin Derin langsung berlari menghampiri Arya lalu menamparnya keras jika perlu.
"Harusnya lo hajar dia sekalian kalau perlu. Biar waras lagi itu anak," gerutu Derin sambil menghentakkan kakinya.
Arka tiba-tiba menyodorkan ponselnya ke Derin. Membuat cewek itu bingung sendiri sebelum akhirnya melihat potret Arya dan Nara di depan rumahnya. Derin melirik sekilas ke arah Arka seakan mencoba untuk membaca pikiran cowok itu. Tetapi tidak ada yang bisa ia temukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWISTY ✓
Teen FictionMemilih atau dipilih? Dengan cepat Derin mengarahkan jari telunjuknya pada opsi pertama. Dalam hidup ini dialah yang harus menentukan. Tidak perlu saran, tidak peduli komentar. Karena prinsip Derin; garis hidupnya terletak pada garis telapak tangan...